NICOSIA - Korban jiwa warga sipil terus berjatuhan di Syria. Sepanjang Senin lalu (30/1), sedikitnya 100 nyawa dilaporkan melayang akibat bentrok antara kubu oposisi dan pasukan yang loyal kepada Presiden Bashar al-Assad di beberapa lokasi di Provinsi Homs, 162 km utara Damaskus, Syria. Dari jumlah itu, 55 orang di antaranya warga sipil.
Laporan mengenai korban sipil itu dibeberkan lembaga HAM Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berpusat di London, Inggris, kemarin (31/1). Selain 55 warga sipil, serangkaian bentrok itu juga merenggut nyawa sekitar 25 serdadu Syria dan 10 mantan tentara (yang kini membelot dan berbalik anti-Assad).
"Banyaknya korban jiwa tersebut menjadikan kemarin (Senin lalu, Red) sebagai salah satu hari paling berdarah di Syria sejak krisis meletus pada Maret tahun lalu," terang SOHR dalam pernyataan tertulisnya kemarin.
Di Kota Homs, kata SOHR, bentrok pasukan pemerintah dan kubu oposisi telah menewaskan sekitar 40 warga sipil. Sedangkan bentrok di Kota Daraa pada hari yang sama merenggut sembilan nyawa. "Lima korban tewas lainnya jatuh di beberapa distrik terpisah di Damaskus dan seorang warga sipil lainnya tewas di wilayah timur laut Provinsi Idlib," lanjut SOHR.
Bertambahnya jumlah warga sipil yang tewas di tangan pasukan pemerintah itu membuat oposisi Syria berang. Kemarin Dewan Nasional Syria (SNC) menyerukan aksi akbar untuk memprotes rezim Assad. Ajakan untuk terlibat dalam aksi damai bertajuk "Hari Duka dan Amarah" itu pun disebarluaskan lewat Facebook. Nantinya, aksi tersebut diwujudkan lewat doa bersama di masjid dan gereja.
"Rezim (Assad) membantai sekitar 100 warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, di berbagai wilayah Syria. Mereka menggunakan tank dan senjata berat untuk menghancurkan permukiman warga," terang SNC. Dalam kesempatan itu, organisasi oposisi tersebut menyayangkan lambannya reaksi masyarakat internasional. Menurut SNC, masyarakat global tidak berbuat banyak untuk melindungi warga sipil Syria.
Meski begitu, SNC menegaskan bahwa oposisi akan terus melawan rezim Assad. "Sudah menjadi tugas kami untuk terus berjuang demi meraih kebebasan dan martabat. Apapun taruhannya, kami tidak akan pernah menyerah," tegas SNC. Organisasi oposisi terbesar itu menyayangkan Rusia dan Iran yang justru berpihak pada rezim Assad.
Sementara itu, Liga Arab dan negara-negara Barat yang berkumpul di markas PBB di New York, Amerika Serikat (AS), telah berhasil merumuskan resolusi untuk Syria. Draf resolusi yang beberapa waktu lalu dirancang Maroko itu disempurnakan dalam pertemuan tertutup kemarin. Kali ini, dirumuskan resolusi lebih tegas bagi Syria dan berpotensi membuahkan sanksi.
Sekjen Liga Arab Nabil al-Arabi mengatakan bahwa resolusi yang dirancang bersama oleh negara-negara Barat itu bakal dibawa ke forum Dewan Keamanan (DK) PBB. "Kami akan minta DK PBB mendukung solusi alternatif Liga Arab dan mendesak Assad mengundurkan diri," ujar diplomat 76 tahun tersebut. Resolusi itu menuai dukungan dari Prancis, Jerman, Inggris, Afrika Selatan dan India.
Kemarin Jubir Gedung Putih Jay Carney menegaskan dukungan AS atas resolusi Liga Arab tersebut. Dia yakin, mundurnya Assad dari pemerintahan akan menjadi solusi terbaik bagi Syria. Sebab, tingkat kekerasan bisa dipastikan bakal berkurang. "Kejatuhan rezim Syria tidak terelakkan lagi. Mereka sudah kehilangan kendali," tegasnya.
Namun, Rusia yang sejak awal menentang penjatuhan sanksi bagi Syria menolak resolusi tersebut. "Kami tidak akan pernah mendukung draf resolusi Barat dan Liga Arab itu. Rancangannya tak seimbang dan hanya akan membuka peluang bagi Barat untuk menginvasi Syria," jelas Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Rusia Gennady Gatilov dalam wawancara dengan Interfax. (AFP/AP/BBC/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki jadi Presiden PUIC
Redaktur : Tim Redaksi