JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menerapkan perlakuan berbeda saat mengusut kasus Angie dan kasus Luthfi Hasan Ishaaq (LHI). Menurut politisi PKS, Indra, KPK tidak melakukan penyitaan aset hasil korupsi saat menangani kasus politisi Partai Demokrat, Angelina Sondakh.
Sementara dalam kasus LHI yang juga bekas presiden PKS, KPK melakukan penyitaan sejumlah barang termasuk ingin menyita mobil-mobil operasional DPP PKS.
"Seperti Angie, ada hasil korupsi tapi hasil korupsi tidak disita. Ini melukai perasaan publik. Nah ini apa kelalaian, kesengajaan atau kegamangan," kata Indra dalam acara diskusi bertajuk 'Uang Dicuri, Uang Dicuci' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5).
Indra menilai KPK tebang pilih dalam menerapkan Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pasal 69 menyebutkan bahwa penyidikan TPPU tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu pidana asalnya.
Menurut Indra, seharusnya KPK mencari tindak pidana asal dulu sebelum melakukan penyidikan TPPU. Apalagi jika KPK ingin melakukan penyitaan dari pihak-pihak yang dianggap menampung dana atau aset dari tersangka.
"Kalau menadah itu kalau terbukti pidana asalnya. Menadah lho ya," ujar anggota Komisi III DPR RI itu.
Sementara itu aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S.Langkun mendukung KPK untuk melakukan penyitaan dana dan aset dari pihak-pihak yang menampung uang hasil tindak pidana pencucian uang. Tama berharap KPK tidak hanya menerapkan pasal 69 UU TPPU dalam kasus Luthfi atau kasus Irjen Djoko Susilo.
Cara yang sama juga diharapkan dipakai KPK dalam mengusut kasus korupsi kakap lainnya seperti kasus Hambalang dan kasus Century.
"Penanganan kasus LHI dan Djoko Susilo bisa dijadikan standar buat KPK untuk ungkap kasus-kasus lainnya. Misalnya kasus Hambalang, kasus TPPU Nazaruddin, begitu juga dengan Century," ucap Tama. (dil/jpnn)
Sementara dalam kasus LHI yang juga bekas presiden PKS, KPK melakukan penyitaan sejumlah barang termasuk ingin menyita mobil-mobil operasional DPP PKS.
"Seperti Angie, ada hasil korupsi tapi hasil korupsi tidak disita. Ini melukai perasaan publik. Nah ini apa kelalaian, kesengajaan atau kegamangan," kata Indra dalam acara diskusi bertajuk 'Uang Dicuri, Uang Dicuci' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5).
Indra menilai KPK tebang pilih dalam menerapkan Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pasal 69 menyebutkan bahwa penyidikan TPPU tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu pidana asalnya.
Menurut Indra, seharusnya KPK mencari tindak pidana asal dulu sebelum melakukan penyidikan TPPU. Apalagi jika KPK ingin melakukan penyitaan dari pihak-pihak yang dianggap menampung dana atau aset dari tersangka.
"Kalau menadah itu kalau terbukti pidana asalnya. Menadah lho ya," ujar anggota Komisi III DPR RI itu.
Sementara itu aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S.Langkun mendukung KPK untuk melakukan penyitaan dana dan aset dari pihak-pihak yang menampung uang hasil tindak pidana pencucian uang. Tama berharap KPK tidak hanya menerapkan pasal 69 UU TPPU dalam kasus Luthfi atau kasus Irjen Djoko Susilo.
Cara yang sama juga diharapkan dipakai KPK dalam mengusut kasus korupsi kakap lainnya seperti kasus Hambalang dan kasus Century.
"Penanganan kasus LHI dan Djoko Susilo bisa dijadikan standar buat KPK untuk ungkap kasus-kasus lainnya. Misalnya kasus Hambalang, kasus TPPU Nazaruddin, begitu juga dengan Century," ucap Tama. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diterpa Kasus, PKS Mengaku Lebih Solid
Redaktur : Tim Redaksi