"Itu sebetulnya kalau bukan Bupati yang punya permainan, tidak akan terjadi. Ini karena ada penguasa yang punya kepentingan. Maka yah jadi begitu," kata Hartati usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jumat (19/10).
Diakuinya, saat diperiksa penyidik memang ditanya tentang perseteruannya dengan Artalyta. Namun Hartati enggan merincinya. "Ada (ditanyakan), tapi sedikit. Saya lupa," kelitnya.
Hartati juga mengatakan bahwa dirinya tidak mengurusi urusan perusahaannya di lapangan. "Kalau di lapangan persisnya saya tidak tahu karena saya tidak mengurusi. Memang ada gesekan fisik, tapi itu sumbernya dari pemda," tandasnya.
Hartati justru merasa dirinya telah menjadi korban Otonomi Daerah yang memberi kewenangan penuh kepada daerah. "Saya itu pada intinya adalah adanya tekanan dari pemda karena sistem otonomi daerah yang tidak sempurna membuka celah menciptakan kesewenangan dan menciptakan tekanan yang membuat anak buah saya menjadi nekad tanpa sepengetahuan saya," tandasnya.
Ditambahkannya pula, pemeriksaan kali ini adalah yang terakhir. Karenanya Hartati berharap bisa segera diadili. "Yah mudah-mudahan cepat prosesnya, ini pemeriksaan terakhir," tuturnya.
Sebelumnya dalam dakwaan atas anak buah Hartati, Yani Anshori dan Gondo Sudjono terungkap bahwa mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat (PD) itu menyogok Bupati Buol Amran Batalipu. Dalam kasus itu Hartati dan anak buahnya diduga telah menyuap Rp 3 miliar kepada Amran. Suap itu untuk meloloskan rekomendasi Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit bagi PT HIP.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nama Menpora Hilang di Audit BPK, KPK Cuek
Redaktur : Tim Redaksi