jpnn.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah membatalkan kenaikan harga premium itu harus disertai komitmen bahwa pasokannya tidak akan dikurangi dari pasaran. Demikian dikatakan Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira.
“Sebelumnya diam-diam pasokan premium dikurangfi hingga 50 persen di Jawa, Madura, Bali. Setelah ramai, baru dikembalikan lagi (pasokannya),” ujarnya.
BACA JUGA: Ingat, Pemerintah Bisa Jatuh Jika Salah Kelola BBM
Menurut Bhima, pemerintah dan Pertamina juga harus terbuka ke masyarakat tentang jumlah kerugian yang harus ditanggung perusahaan pelat merah tersebut jika harga premium tidak dinaikkan.
“Bagaimana dengan cash flow Pertamina? Perlu dicatat bahwa premium bukan disubsidi tetapi jenis BBM penugasan khusus,” tegasnya.
BACA JUGA: Panas nih, Kubu Jokowi Ragukan Kapasitas Fadli Zon
Artinya, Pertamina akan terus menanggung selisih harga keekonomian dengan harga jual di pasar. Sementara harga minyak dunia jenis Brent masih di atas USD 80 per barel dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar terus melemah.
Untuk itu, harus dicarikan jalan keluar agar keuangan Pertamina tidak kocar-kacir di saat pemerintah ingin pasokan dan harga premium stabil.
BACA JUGA: Politikus Gerindra Sarankan Jokowi Minta Maaf
Menurutnya, pemerintah saat ini tidak mau mengakui jika pendapatan masyarakat tidak naik mengikuti kenaikan harga beberapa barang kebutuhan pokok. Sehingga, pemerintah harus beralasan jika tidak naiknya premium karena menjaga daya beli.
“Jika alasannya menjaga daya beli masyarakat artinya selama ini memang ada problem terhadap daya beli,” ujar Bhima. (vir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bukan Cuma BBM, Harga Beras juga Naik
Redaktur & Reporter : Soetomo