Politikus Gerindra Sarankan Jokowi Minta Maaf

Jumat, 12 Oktober 2018 – 15:12 WIB
Heri Gunawan. Foto: dok/JPG

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Heri Gunawan melihat ada tiga persoalan akut di internal pemerintah terkait kebijakan harga BBM (bahan bakar minyak). Anggota Komisi XI DPR ini menyarankan Presiden Joko Widodo meminta maaf atas keputusannya menaikkan harga premium, tapi langsung dibatalkan hanya kurang dari satu jam kemudian.

Sebagaimana diketahui, pembatalan diputuskan Jokowi dengan alasan menyerap aspirasi masyarakat, dan ingin melakukan kajian yang cermat.

BACA JUGA: Indonesia Jadi Contoh Bangsa Paling Bahagia di Dunia

"Pembatalan kenaikan premium kurang dari satu jam setelah diumumkan naik oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan, setidaknya menandai ada tiga persoalan akut di dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo," kata Heri di Kompleks Parlemenm, Jakarta, Jumat (12/10).

Pertama, ada mismanagement dan unsur ketidakprofesionalan yang serius di dalam tubuh pemerintahan. Seharusnya, jika proses pengambilan kebijakan tersebut telah melalui prosedur yang benar, mestinya seluruh unsur pemerintahan kompak melaksanakannya. Terlebih keputusan sudah diumumkan ke masyarakat.

BACA JUGA: Bukan Cuma BBM, Harga Beras juga Naik

Sebaliknya, jika proses pengambilan keputusannya ternyata tidak melalui prosedur yang benar, maka persoalannya menjadi lebih serius lagi. Sesudah kebijakan itu dibatalkan, seharusnya ada pernyataan terbuka dari presiden mengenai siapa yang dianggap bertanggung jawab atas kesalahan tersebut.

"Presiden harus menegur keras pembantunya yang telah melakukan kesalahan itu. Atau, jika presiden secara gentleman mengambil alih tanggung jawab kesalahan tadi, maka dia perlu menindaklanjutinya dengan meminta maaf kepada masyarakat atas kecerobohan yang terjadi di dalam tubuh pemerintahannya," kata Heri.

BACA JUGA: Harga BBM: Pemerintah Hadapi Tiga Tekanan Sekaligus

Persoalan akut kedua menurut ketua DPP Gerindra ini, pemerintah tidak taat asas. Menaikan harga BBM non-subsidi tanpa melalui konsultasi dengan DPR adalah sebuah kesalahan. Sebab, setiap kebijakan yang melibatkan pengurangan atau penambahan subsidi haruslah dikonsultasikan terlebih dahulu kepada parlemen.

"Merujuk kepada Perpres No. 191/2014, meskipun fungsi kontrol DPR atas kebijakan harga BBM non- subsidi telah diamputasi, namun DPR perlu dimintai persetujuannya jika terkait penetapan harga BBM bersubsidi," jelasnya.

Terakhir, ketiga, buruknya proses perumusan kebijakan secara keseluruhan tadi menandai lemahnya leadership dalam pemerintahan negara ini. Sebab, kenapa bisa kebijakan yang belum matang kajian dan analisisnya sudah diumumkan ke publik.

"Dari sini, alasan presiden yang membatalkan kenaikan premium karena ingin cermat dalam memutuskan harga premium, sangat tidak masuk akal. Justru pembatalan oleh presiden, menandakan hal sebaliknya. Pemerintah lagi-lagi sembrono dalam memutuskan sebuah kebijakan sensitif," tutur legislator asal Jawa Barat ini.

Heri menambahkan, pembatalan kebijakan yang belum seumur jagung ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya pemerintah pernah beberapa kali membatalkan kebijakan yang pernah diambilnya, seperti pembatalan kebijakan full day school, pembatalan pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri, pembatalah kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Jalan Tol, serta pembatalan kebijakan Pajak Bunga Deposito.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kubu Prabowo Puji Langkah Pemerintah Tunda Naikkan Harga BBM


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler