jpnn.com, JEMBER - Warga Jember mengaku tidak begitu puas dengan kinerja pemerintah setempat dalam penanganan pandemi COVID-19 di daerah tersebut.
Padahal anggaran yang dialokasikan untuk menghadapi pandemi corona tersebut lebih dari Rp400 miliar.
BACA JUGA: Ditangkap karena Kasus Prostitusi, Penyanyi Vernita Syabilla Ternyata Sempat Unggah Status Begini
Kekhawatiran publik di Kabupaten Jember terhadap potensi tertulari COVID-19 cukup tinggi. Sebesar 98 persen publik menyatakan mereka pernah mendengar informasi mengenai virus.
Dan 80,1 persen publik sangat/cukup percaya dengan adanya virus COVID-19 dan sebesar 58,4 persen publik menyatakan virus COVID-19 ini sangat berbahaya/berbahaya.
BACA JUGA: Nenek IM Diduga Melakukan Perbuatan Terlarang, Sampai Diminta Menanggalkan Semua Pakaiannya
Penilaian publik terhadap kinerja pemerintah Kabupaten Jember dalam penanganan COVID-19 tergambar dari aneka data survei.
Ibarat penilaian rapor, Pemerintah Kabupaten Jember mendapatkan rapor merah atau penilaian yang cenderung negatif. Hanya sebesar 46,7% masyarakat yang menyatakan ada kemajuan yang dilakukan pemerintah dalam menangani virus ini.
BACA JUGA: FIFA Bakal Kucurkan Dana Bantuan COVID-19 untuk PSSI
Sebesar 26% menyatakan tidak ada kemajuan dan sisanya tidak menjawab. Idealnya, pada pemerintah yang dianggap berhasil oleh publik harus mendapat poin kemajuan di atas 75%. Mayoritas publik (57,2%) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial. Mereka yang menyatakan pernah mendapat bantuan sebesar 30,3%, dan 12,5% tidak menjawab.
Demikian kesimpulan terbaru hasil survei Citra Publik – LSI Denny JA. Survei ini dilakukan secara tatap muka, dengan protokol kesehatan yang ketat pada tanggal 9-13 Juli 2020, menggunakan 1000 responden yang tersebar di seluruh kecamatan, dengan Margin of Error (MoE) sebesar +/- 3,16%. Selain survei kuantitatif, LSI Denny JA juga menggunakan riset kualitatif untuk memperkuat temuan dan Analisa.
"Dalam hal kinerja pemerintah dalam menangani Covid-19, hasil survei menemukan setidaknya 5 (Lima) persepsi negative atau rapor merah atas kinerja Pemerintah Kabupaten Jember," ungkap Peneliti Citra Publik – LSI Denny JA, Rully Akbar, Selasa (28/7), di Jember, Jatim.
Pertama, mayoritas publik (57,2%) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial. Mereka yang menyatakan pernah mendapat bantuan sebesar 30,3% dan 12,5% tidak menjawab. "Mereka yang tidak pernah mendapat bantuan sosial, dari segmen etnis Madura (54,2%). Etnis lainnya Jawa (61,2%) dan lainnya (16,7%)," lanjutnya.
Rapor merah kedua atas penanganan COVID-19 di Kabupaten Jember adalah persepsi terhadap kondisi ekonomi masyarakat menjadi lebih/ jauh lebih buruk. Sebesar 66,2% publik menyatakan kondisi ekonomi mereka dalam keadaan lebih buruk saat adanya wabah COVID-19.
Rapor merah ketiga atas penanganan COVID-19 di Kabupaten jember adalah persepsi kepuasan terhadap kinerja bupati yang hanya mendapat poin 49,5% menyatakan puas dan sebesar 40% menyatakan tidak puas. Sedangkan sisanya tidak menjawab.
Ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah kabupaten Jember dalam menangani Covid-19 terbagi dalam beberapa kategori, yang seluruhnya hanya berada pada tingkat kepuasan dibawah 50%, antara lain : melakukan tes (49,8%), melakukan pelacakan (tracing) 45%, menyediakan rumah sakit dan fasilitas kesehatan (49%), menyediakan APD untuk tenaga kesehatan (43,8%), menyediakan ventilator (38%), menjamin kesejahteraan dokter dan tenaga medis (39,2%), menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dengan harga yang stabil (48,7%), menyediakan bantuan sosial (46,7%), dan batuan kepada pekerja yang di PHK (30,2%).”
Rapor merah keempat adalah rendahnya persepsi masyarakat yang menilai kemajuan pemerintah dalam menangani COVID-19. Hanya sebesar 46,7% masyarakat yang menyatakan ada kemajuan yang dilakukan pemerintah dalam menangani virus ini.
Sebesar 26% menyatakan tidak ada kemajuan dan sisanya tidak menjawab. Idealnya, pada pemerintah yang dianggap berhasil oleh publik harus mendapat poin kemajuan di atas 75%. Rapor merah kelima atas penanganan COVID-19 di Kabupaten Jember adalah tingginya persepsi terhadap kekhawatiran masyarakat terhadap dampak wabah ini.
Sebesar 74,5% publik menyatakan takut tidak mendapat pekerjaan. 79,7% publik khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebesar 75,5% khawatir mereka akan kelaparan, dan sebesar 80,5% khawatir jatuh sakit. SI Denny JA merumuskan lima rekomendasi, yaitu pertama, meski pandemi masih mewabah, kehidupan ekonomi harus tetap berjalan.
Pemerintah daerah diharapkan tetap mampu mengontrol praktik kehidupan normal baru dengan menerapkan protokol kesehatan di setiap aktivitas ekonomi warga Jember. Kedua, bantuan sosial diharapkan dapat diberikan kepada lebih banyak masyarakat Jember.
Mengingat alokasi anggaran yang cukup besar dalam menangani COVID-19 di Jember, sudah seharusnya pemerintah lebih banyak, massif dan tepat sasaran memberikan bantuan sosial.
Ketiga, Bupati harus hati-hati dalam memberikan bantuan sosial. Mengingat waktu pilkada yang akan digelar sebentar lagi dan Bupati petahana akan maju kembali dalam kontestasi, sebisa mungkin menghindari abuse of power dalam memberikan bantuan menggunakan dana APBD karena akan menimbulkan masalah hukum dikemudian hari. Keempat, perlu adanya kerja kolaborasi.
Semua pihak harus dilibatkan dalam melakukan edukasi dan pengawasan protokol kesehatan. Pemerintah Daerah, pimpinan dunia usaha tokoh agama, dan tokoh masyarakat bahu membahu melakukan edukasi dan pengawasan praktek protocol kesehatan untuk menghindari bertambahnya jumlah kasus bartu COVID-19.
BACA JUGA: Tiga Penipu Berseragam Pegawai BPN Tertangkap Setelah Dijebak Korban, Begini Kronologinya
Kelima, atas apa yang terjadi konflik antara Bupati dan DPRD Jember, diharapkan tidak mengorbankan masyarakat sehingga terpuruk lebih jauh lagi dalam krisis ditengah Pandemi COVID-19. Harus ada langkah-langkah bantuan yang cepat dari pemerintah Propinsi maupun pusat untuk menyelesaikan konflik ini.(dkk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad