Hasil Survei Terbaru: Budi Gunawan Sangat Dipercaya Publik Antisipasi Potensi Ancaman 2023

Sabtu, 24 Desember 2022 – 09:00 WIB
Direktur Eksekutif LPI Boni Hargens (ketiga kiri) saat memaparkan hasil survei terbaru lemabaganya di Jakarta, Jumat (23/12/2022). Foto: Dok. LPI

jpnn.com, JAKARTA - Survei terbaru Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) menunjukkan bahwa Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan sangat diyakini dan dipercaya publik dalam mengantisipasi potensi ancaman 2023 mendatang.

Hal ini terlihat dalam penilaian kalangan menengah intelektual Indonesia terhadap lembaga atau kementerian yang paling siap dan mampu mengantisipasi potensi ancaman 2023.

BACA JUGA: Budi Gunawan: Pengalihan Subsidi BBM Jadi Perlindungan Masyarakat Kelas Bawah

“Dari survei kami yang terbaru ditemukan bahwa kelas menengah intelektual Indonesia yakin BIN menjadi terdepan dalam mengantisipasi potensi ancaman di Tahun 2023," ujar Direktur Eksekutif LPI Boni Hargens di acara rilis hasil survei nasional LPI di  Jakarta, Jumat (23/12/2022).

Publik, kata Boni, menilai kelebihan dari Budi Gunawan adalah tokoh bekerja efekti, responsif dan well communicated.

BACA JUGA: Mahfud Memimpin Rakor Terbatas, Ada Jenderal Andika hingga Budi Gunawan, Apa yang Dibahas? 

Meski berada di balik layar, tutur dia, responden menilai rekam jejak Budi Gunawan mampu menjadi penjaga stabilisator yang menyebabkan stabilitas politik.

Komunikasi politik Budi Gunawan diyakini responden akan mampu menurunkan tensi politik antar faksi politik yang sejalan dengan tahun politik 2023.

“Termasuk dalam rangka mencegah perluasan konflik horizontal yang diakibatkan oleh ketegangan politik antar elite khususnya politik identitas, responden menilai, kolaborasi BIN, institusi TNI dan Polri memainkan peran strategis dan dianggap mampu melakukan penetrasi terhadap politisasi identitas yang diprediksi akan meningkat intensinya pada 2023," ungkap Boni.

Secara agregat (rata-rata), kata Boni, BIN mendapat nilai 2,9100 dalam interval skala penilaian 0 sampai 3 untuk 38 kementerian atau lembaga.

Lalu disusul oleh institusi lain seperti TNI dengan skor 2,9050; Polri dengan skor 2,9045; Kemenhan dengan skor 2,8950;  Kemenko Polhukam (2,8920); Kemendagri (2,8810); Kementerian Agama (2,8805); Kementerian BUMN (2,8710); Kementerian Keuangan (2,8669); dan Kementerian Perekonomian (2,8500).

Boni menjelaskan terdapat 4 indikator ancaman pada tahun 2023 yang dinilai. Pertama, stabilitas nasional dan ancaman resesi ekonomi.

Kedua, politik identitas. Ketiga, kekerasan horizontal dan separatisme Papua. Keempat terorisme dan ancaman ideologi.

“Dari data survei, BIN unggul dalam mengantisipasi dua indikator ancaman, yaitu potensi terhadap stabilitas nasional dan resesi ekonomi serta politik identitas," ujar Boni.

Pada indikator terhadap stabilitas nasional dan resesi ekonomi, BIN mendapatkan rating tertinggi adalah 2,9575 yang disusul oleh Kementerian Keuangan di rating kedua dengan nilai 2,9525.

“Lalu pada indikator politik identitas, BIN juga di posisi pertama dengan nilai 2,9200 yang disusul oleh institusi Kepolisian RI dengan nilai 2,9150," kata Boni.

2023, Tahun yang Gelap dan Berat

Selain itu, hasil survei LPI ini juga menyimpulkan bahwa Tahun 2023 bakal menjadi tahun yang berat dan gelap.

Pasalnya, Tahun 2023 dihantui tekanan dan potensi ancaman multidimensi yang tidak mudah, baik yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun luar negeri.

“Dari hasil survei tersebut, kami menyimpulkan bahwa Tahun 2023 menjadi tahun yang berat dan gelap karena adanya ancaman-ancaman nyata mulia dari potensi krisis ekonomi dunia, sebagai efek lanjutan perang Rusia-Ukraina, instabilitas pasar keuangan, dan meroketnya inflasi dunia, risiko stagflasi serta instabilitas nasional seperti radikalisme, terorisme, dan separatisme Papua,” kata Boni.

Kesimpulan tersebut, kata Boni, berdasarkan hasil pandangan kelas intelektual menengah terhadap empat indikator yang bakal terjadi di Tahun 2023.

Pertama, indikator stabilitas dan ancaman resesi ekonomi. Mayoritas responden meyakini pada 2023 gelombang resesi ekonomi berpotensi berdampak pada ketahanan ekonomi nasional.

“Dari survei tersebut, sebanyak 27,83 persen yakin dan 29,17 persen sangat yakin adanya ancaman resesi ekonomi di Tahun 2023. Sementara 37,52 responden yakin dan 15,59 sangat yakin situasi stabilitas nasional memburuk di Tahun 2023,” ungkap Boni.

Indikator kedua, kata Boni adalah politik identitas yang diyakini responden akan meningkat di Tahun 2023.

Dari hasil survei, sebanyak 67,75 persen responden yakin (sangat yakin dan yakin) politik identitas menguat di Tahun 2023.

“Responden menyebutkan empat faktor pemicu politik identitas Tahun 2024, yakni ideologi, politik, ekonomi dan sosial. Yang paling mempengaruhi adalah faktor ideologi 31,8 persen dan tertinggi kedua adalah politik dengan 28,33 persen,” tutur dia.

Indikator ketiga adalah ancaman kekerasan horisontal dan separatisme Papua. Penilaian terbesar dari responden yang meyakini akan ada potensi kekerasan antar pendukung partai pada 2023 sebesar 36,75 persen.

Terhadap pertanyaan potensi kekerasan antarpendukung capres/cawapres pada 2023, penilaian tertinggi responden yang meyakini potensi itu akan muncul sebesar 31,50 persen.

"Responden juga meyakini bahwa separatis Papua masih tetap eksis pada 2023. Mereka yang sangat yakin itu tetap akan muncul sebesar 27,90 persen dan yang yakin sebanyak 26,44 persen, yang tidak yakin 21,65 persen dan yang sangat tidak yakin 24,01 persen,” tutur dia.

Indikator terakhir adalah kluster ancaman terorisme dan ideologi. Mayoritas responden meyakini dua ancaman itu berpotensi masih tetap ada. Bahkan, responden yang meyakini bahwa akan ada ancaman teroris jelang pergantian tahun 2022 sebesar 34 persen.

Sementara responden yang meyakini bahwa penyebaran ideologi radikal berbasis agama akan meningkat signifikan pada tahun politik 2023 dan jelang 2024 sebesar 28 persen.

“Kami menduga, semua bentuk ancaman ini diprediksi akan hadir pada saat yang bersamaan. Para pembantu presiden ditantang untuk memiliki pemikiran yang strategis, kepemimpinan yang efektif, dan kebijakan yang tepat,” pungkas Boni.

Survei LPI ini dilakukan pada 5 Desember sampai 16 Desember 2022 dengan meminta pandangan kelas intelektual menengah melalui google form, surel, WhatsApp, zoom dan wawancara tatap muka.

Jumlah sampel dalam survei ini sebanyak 900 orang yang terdiri dari para para dosen/pakar, peneliti, anggota LSM/NGO, dan aktivis/seniman.

Standar deviasi survei ini 0.4 dengan margin of error di kisaran 2 persen pada tingkat kepercayaan ± 98 persen.

Teknik sampling yang digunakan pada riset ini adalah cluster sampling di mana analisis dilakukan pada sampel yang tersusun dan diseleksi berdasarkan parameter yang telah ditentukan sebelumnya.

Parameter penentu ini dapat berupa demografi, latar belakang, atau atribut lainnya yang dapat menjadi fokus penelitian.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler