Hasil Survei: Tito Karnavian Menteri Paling Responsif di Era Pandemi

Sabtu, 04 Juli 2020 – 23:18 WIB
Tito Karnavian. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei terkait kinerja para menteri di era pandemi COVID-19.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendapatkan penilaian sebagai menteri paling responsif. Salah satunya berkat kebijakan menunda Pilkada Serentak 2020 dari yang seharusnya September 2020 menjadi Desember 2020.

BACA JUGA: Survei IPO: 10 Menteri Paling Responsif Tangani COVID-19, Tito Karnavian Teratas

“Kebijakan Tito Karnavian terkait hal itu mendapat respon positif 34,5 persen," kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah saat pemaparan hasil survei dalam Dialog Polemik MNC Trijaya bertajuk Menanti Perombakan Kabinet di Studio Trijaya FM, Sabtu (4/7/2020).

Secara berturut mendapat penilaian responsif adalah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama 27,0 persen, Menteri Luar Negeri Retno L Marsudi 24,1 persen, Menteri Keuangan Sri Mulyani 21,4 persen, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto 19,7 persen.

BACA JUGA: Komentar 6 Menteri Soal Isu Reshuffle, Tito Karnavian Sebut Nama Allah

“Munculnya Tito Karnavian sebagai menteri paling responsif sangat mungkin karena kebijakan penundaan Pilkada. Publik menilai ini tepat di masa Pandemi, tetapi menteri yang seharusnya paling sibuk saat pandemi justru mendapat penilaian tidak baik, yaitu Menteri Sosial Juliari Batubara yang hanya dinilai 11,8 persen," katanya.

Begitu pula Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan Menteri BUMN Erick Thohir, meskipun populer sejak awal kontestasi Pilpres, keduanya gagal mempertahankan kepercayaan publik terkait kinerja. Keduanya memperoleh penilaian rendah, 15,7 persen untuk Prabowo dan 17,2 persen untuk Erick Thohir.

BACA JUGA: Jokowi Memarahi Menterinya, Wanita Emas: Sangat Menyentuh Rakyat

Sementara itu, pada pengukuran popularitas menteri di masa pandemi, Prabowo hanya mendapat penilaian 9,6 persen responden atau berada di urutan ke 13. Dedi mengatakan, rendahnya penilaian terhadap Prabowo menandai jika publik merasa selama pandemi kontribusi atau peran Menhan rendah.

Sementara menteri teratas dalam perolehan respons adalah mereka yang rerata memiliki kebijakan selama pandemi. Airlangga Hartarto dengan kebijakan Kartu Prakerja yang kontroversial justru dinilai popular 48,3 persen, Tito Karnavian dengan kebijakan penundaan Pilkada mencapai popularitas 44,6 persen, dan posisi ketiga Wishnutama dengan kebijakan penutupan pariwisata dengan persentase 42,8 persen.

“Menariknya, Tito Karnavian dalam survei IPO periode pertama kabinet dinilai publik sebagai menteri paling diragukan, dan terus membaik di survei 100 hari kinerja kabinet, hingga periode satu tahun kabinet makin membuktikan jika ia berhasil meyakinkan publik,” kata Dedi.

Dikatakan Dedi, kondisi Tito Karnavian berbanding terbalik dengan Prabowo, bahkan Erik Thohir yang di awal penunjukannya mendapat respons positif dan Presiden dianggap tepat memilih mereka, kini setelah satu tahun bertugas, keduanya semakin memburuk di mata publik.

"Perlu dicatat, popularitas menteri ini terdiri dari dua respon, yakni respon prestasi (positif) dan respon negatif. Sehingga, nama menteri dengan popularitas tinggi, belum tentu populer karena prestasi. Bisa saja karena kebijakan yang justru dianggap negatif dan tidak disukai publik," katanya.

Dedi menambahkan, Tito juga dinilai sebagai menteri paling responsif. Meskipun popularitas Airlangga Hartarto tertinggi, tetapi tidak dalam anggapan positif. Kritik atas kebijakan Kartu Prakerja cukup kuat mempengaruhi persepsi publik. Kondisi itu membuat kebijakan kartu prakerja tidak disukai publik dan tidak tepat.

Sementara itu, beberapa menteri berkinerja layak reshuffle justru mereka yang terkenal dekat dengan Presiden Joko Widodo. Hal ini menjadi ujian dilematis bagi Presiden. Bagaimanapun, kinerja menteri yang dianggap layak reshuffle memiliki dampak langsung pada publik.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly konsisten berada di posisi teratas paling diharapkan reshuffle dengan penilaian 64,1%, disusul Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto 52,4%, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah 47,5%, Menteri Agama Fachrul Razi 40,8%, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo 36,1%, dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan 33,2%.

Selanjutnya Menteri Sosial Juliari Batubara 30,6%, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki 28,1%, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali 24,7%, Menteri BUMN Erick Thohir 18,4%, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim 13,0%.

"Dilema bagi Presiden melihat menteri yang bersusah payah memenangkan Pilpres 2019, justru berada di urutan teratas paling diharapkan reshuffle. Jangan sampai ada asumsi justru karena kedekatan inilah membuat mereka merasa aman dari kritik dan koreksi Presiden,” kata Dedi.

Dikatakan Dedi, membaca angka persepsi publik, Wishnutama menjadi satu-satunya menteri kalangan milenial yang disukai publik sementara Nadiem dan Erick Thohir diharapkan segera diganti.

Menariknya, nama Dahlan Iskan muncul dalam jajaran tokoh paling diharapkan kembali ke kabinet. Selain berharap adanya reshuffle, publik juga miliki harapan beberapa tokoh untuk kembali masuk jajaran kabinet Indonesia Maju. Dengan persepsi tertinggi adalah Susi Pudjiastuti 37,2 persen, Arief Yahya 32,2 persen, dan Dahlan Iskan 31,4 persen.

Tiga nama teratas tersebut memiliki rekam jejak cukup baik di mata publik, sehingga kembali diinginkan untuk masuk dalam jajaran kabinet Indonesia Maju. Sementara nama lain yang pernah menjabat menteri di periode sebelumnya, Rizal Ramli 28,8 persen, Ignasius Jonan 27,1 persen, Hanif Dhakiri 0,9 persen.

Lalu, nama dari kalangan non parpol juga pejabat publik. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj 20,5 persen, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir 0,6 persen.

“Reputasi Dahlan Iskan cukup mengesankan bagi publik sehingga ia masuk sederet nama paling diharapkan kembali ke kabinet. Hanya soal komitmen Presiden, apakah benar akan melakukan pergantian menteri, atau hanya untuk kiasan pidato saja,” tutur Dedi.

Survei Nasional ini dilakukan pada 8-25 Juni 2020 menggunakan metode Wellbeing Purposive Sampling (WPS), dengan melihat komposisi jumlah populasi di tiap wilayah tersurvei. WPS memungkinkan pendapat publik tersimpan dengan model spiral majority, di mana setiap surveyor mendistribusikan questionnaire sesuai kuota sebaran, yakni kepada responden yang memiliki relevansi dengan yang dinilai.

Validitas data menggunakan triangulasi bertingkat, membandingkan antar data terinput, dengan analisis coder expert dan pengecekan ulang melalui wawancara via telepon sejumlah 20 persen dari total 1.350 responden yang tersebar di 30 provinsi terpilih. Penentuan sampling error pada 3.54 persen dengan tingkat akurasi data dalam rentang maksimum 97 persen.(jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler