Beberapa ahli medis khawatir Australia tidak akan lagi dapat memiliki angka kasus COVID-19 yang akurat menyusul keputusan kabinet nasional untuk membatalkan persyaratan tes PCR.
Seorang epidemiolog ternama sebelumnya mengatakan Australia harus "berhenti mengamati jumlah kasus COVID-19" dan masuk ke fase baru pandemi yang berfokus pada penanganan di kalangan masyarakat yang lebih rentan jika sakit COVID-19.
BACA JUGA: Novak Djokovic Masih Berada di Tahanan Imigrasi Melbourne, Sebuah Hotel Bersama Pencari Suaka
Rabu kemarin, Perdana Menteri Australia mengumumkan tes rapid antigen sekarang sudah dapat dianggap sebagai hasil resmi tes COVID-19 dan akan mulai diberikan secara gratis kepada warga yang memenuhi syarat.
Tapi saat ini alat untuk tes rapid antigen masih sulit untuk didapatkan, karena persediaan yang masih terbatas.
BACA JUGA: Warga Diaspora Memohon Kelonggaran Aturan Karantina Indonesia di Pandemi COVID-19
Jika sebelumnya Australia diminta melakukan tes PCR jika tes rapid antigen positif, maka kini tidak lagi. Keputusan ini diambil untuk mengurangi beban tempat tes COVID-19 PCR dengan antrean yang bisa panjang. Kasus COVID di Australia masih tinggi
Pakar medis memperkirakan saat ini ada potensi ribuan kasus COVID yang tidak termasuk dalam angka harian resmi di Australia, karena sulitnya warga melakukan tes PCR dan tingginya jumlah kasus positif.
BACA JUGA: Pamer Hasil Tes, Atta Halilintar Bantah Terpapar Covid-19
Hingga Jumat sore tercatat 38.625 kasus COVID baru di New South Wales dengan ibu kota Sydney dan sebelas kematian.
Sementara di Victoria dengan ibu kota Melbourne, kasus harian baru mencapai 21.728 kasus positif dengan enam orang meninggal.
Queensland, negara bagian yang beribu kota Brisbane, mencatat 10.953 kasus positif baru.
Saat ini belum ada sistem nasional untuk melacak jumlah kasus positif yang diambil melalui rapid antigen, baru negara bagian Victoria yang akan meminta warga melaporkan hasil positif tes rapid antigen kepada badan otoritas kesehatan.
PM Morrison mengatakan jumlah kasus COVID harian "tidak lagi mencerminkan kenyataan".
"Kami tahu dalam banyak situasi warga mengatur diri sendiri," katanya.
"Mereka belum melakukan tes PCR, mereka sadar tertular COVID-19 dan diam di rumah," ujarnya.
Namun presiden Australian Medical Association, Omar Khorshid mengatakan ia khawatir dengan kurangnya perencanaan setelah pengumuman kemarin.
"Seharusnya ada program yang dibuat agar hasil tes antigen cepat dapat dilacak oleh pemerintah," kata Dr Khorshid.
"Mereka perlu tahu berapa banyak orang yang dites positif dan orang-orang perlu tahu apa yang harus dilakukan jika mulai ada gejala dan sampai titik mana mereka kemudian harus mencari bantuan medis," ujarnya.
"Dokter umum tidak bisa menangani mereka yang hasil antigennya positif dan sebenarnya mereka juga tidak tahu harus menyarankan apa."
Karen Price, dari Royal Australian College of General Practitioners (RACGP), mengatakan dia khawatir pasien yang paling rentan malah diabaikan.
"Kami khawatir beberapa orang malah tidak akan dicatat dan ujungnya kami akan meminta keluarga dan teman-teman mereka untuk merawatnya." Jumlah kasus bukan lagi masalah?
Jumlah kasus di Australia telah meledak selama dua minggu terakhir, tapi para pakar mengatakan ini bukanlah gambaran akurat soal penularan COVID, karena masalah tes COVID baik secara PCR atau rapid antigen.
Ahli epidemiologi Universitas Deakin, Catherine Bennett, mengatakan Australia perlu mengalihkan fokusnya dari jumlah kasus harian dan lebih memprioritaskan pengawasan, munculnya varian, dan rawat inap di rumah sakit.
"Semua harus berhenti memperhatikan jumlah kasus, itu tidak membantu sekarang," kata Profesor Bennett.
"Sekarang butuh lima hingga tujuh hari untuk mendapatkan hasil tes PCR, jadi angkanya tidak menggambarkan apa yang terjadi."
"Satu alasan untuk terus melakukan pemantauan adalah agar kita tahu apa yang akan terjadi dalam waktu satu hingga dua minggu, tetapi laporan kasus harian tidaklah cukup untuk memprediksi apa yang terjadi."
Profesor Bennett juga mengatakan dirinya yakin jika hasil rapid antigen juga bisa membuat salah paham.
"Tes rapid antigen ini dibuat untuk membebaskan warga yang rentan untuk melakukan tes PCR," kata Profesor Bennett.
"Kami tidak ingin orang mengantri di tempat tes PCR hanya untuk mengkonfirmasi tes rapid antigen, jadi saya rasa ini adalah hasil yang baik dari rapid antigen."
"Orang-orang yang mengalami gejala dengan risiko penyakit serius adalah yang perlu ditangani dengan cepat."
"Tes PCR bisa terus dilakukan agar otoritas kesehatan bisa tahu varian mana yang beredar."
Ahli epidemiologi dari UNSW, Mary-Louise McLaws mengatakan dia telah menyerukan penggunaan rapid antigen selama 18 bulan terakhir.
Namun, dia berharap Pemerintah Australia bisa memiliki sistem, seperti yang terlihat di Inggris dan Kanada, untuk mencatat hasil positif dari tes rapid antigen.
"Dalam mengelola wabah, kita perlu tahu siapa yang tertular, itu sangat penting," kata Profesor McLaws.
"Tanpa mengetahui proporsi orang yang melakukan tes, dan proporsi orang yang positif, kita tidak bisa tahu siapa yang bertanggung jawab."
"Saya cukup khawatir Pemerintah tidak menghargai pentingnya melanjutkan tes COVID-19 dan mencatatnya sepenuhnya."
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hong Kong Larang Penerbangan dari Amerika, Inggris dan Australia