jpnn.com, BANDUNG - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkap sisi gelap dalam politik, yakni saat Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan data salah soal potensi ketersediaan beras nasional.
Hasto mengungkapkan itu saat mendapat pertanyaan seorang mahasiswa ketika menghadiri acara Ngorol Bareng Sekjen (Ngobras) di kantor DPC PDIP Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/1).
BACA JUGA: M. Prakosa Wafat, Hasto: PDIP Sungguh Kehilangan Sosok Bersahaja
Adapun, mahasiswa itu menyebut wajah politik saat ini dianggap pemuda kotor. Dari situ, milenial tidak punya alasan terjun ke partai.
Awalnya, Hasto mengatakan pemuda tidak boleh takut berjuang untuk rakyat ketika memutuskan terjun ke politik.
Dia kemudian mengisahkan perjuangan Presiden pertama RI Soekarno atau Bung Karno yang tetap tegar dengan cita-cita dalam politik, yakni membawa kesejahteraan rakyat.
"Kalau kita punya imajinasi punya ide akan melahirkan suatu spirit untuk mencapai cita-cita dan apa pun yang menghalangi cita-cita itu kita mampu mengatasinya karena kita punya semangat," kata Hasto saat menghadiri acara Ngobras di kantor DPC PDIP Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat.
Toh, kata dia, politik sebenarnya bisa membangun peradaban ke arah positif seperti diungkapkan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Saya melihat pernyataan dari Bu Megawati bahwa politik itu membangun peradaban bahwa politik itu perjuangan yang tidak pernah mengenal kata akhir untuk mencapai cita-cita berbangsa dan bernegara," kata dosen Universitas Pertahanan itu
Dia juga menyatakan politik sebenarnya mampu menciptakan kesejahteraan bagi semua dengan kebijakan yang prorakyat.
"Di situ, lah, politik tujuannya adalah membangun peradaban untuk mengangkat harkat martabat rakyat," lanjut Hasto.
Hasto mengaku selama terjun di politik selalu konsisten berjuang untuk rakyat, seperti menolak kebijakan pemerintah soal impor beras.
Hanya saja, dia bersama PDIP terpaksa menyetujui kebijakan impor beras pemerintah era Joko Widodo (Jokowi) belakangan ini.
Sebab, kata alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, Mentan SYL mengungkap data salah soal potensi ketersediaan beras sehingga Indonesia perlu impor beras.
"Menterinya mengambil data berbeda, bulan Agustus (2022, red) laporan ke Presiden, Indonesia mengekspor dua juta ton, ternyata bulan Desember (2022, red), Indonesia malah impor 1,2 juta ton," kata Hasto.
Dia pun merasa heran Mentan SYL bisa mengungkap data keliru, padahal Jokowi dalam forum kenegaraan sudah mengungkapkan Indonesia mampu swasembada beras.
"Lah, ini bagaimana, menterinya memberikan data ke Presiden salah, padahal Presiden sudah terlanjur berpidato di MPR, di dalam forum kenegaraan bahwa kita swasembada beras karena dikasih data yang salah," ujar Hasto.
Dia mengatakan pemerintahan dalam status gawat jika seorang Mentan sampai memberikan data yang salah soal ketersediaan beras nasional.
"Ini politik dalam sisi gelap tadi, berikan data yang salah itu sisi gelap politik," katanya. (ast/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan