jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Tim Kampanye Nasional Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin (TKN Jokowi - Ma’ruf) Hasto Kristiyanto menduga Partai Gerindra punya agenda tersembunyi melalui kritik soal divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) ke PT Inalum. Dugaan Hasto didasari beredarnya foto tentang kesimpulan Komisi VII DPR yang menyebut divestasi PTFI belum terealisasi sehingga pemerintah harus menyampaikan hal yang sebenarnya kepada masyarakat.
Menurut Hasto, kesimpulan rapat Komisi VII DPR tak terlepas dari peran ketuanya, Gus Irawan Pasaribu yang notabene kader Gerindra. Hasto menduga Gus Irawan menggelar Komisi VII DPR dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Dirut PT Inalum dan Dirut PTFI itu karena membawa agenda tertentu.
BACA JUGA: Isu Ini Bisa Rontokkan Elektoral Jokowi, Bukan soal Dolar
“Saya dengar suasana rapat kurang kondusif. Heran apakah Fraksi Gerindra terganggu dengan upaya divestasi Freeport tersebut. Apakah ada kepentingan lain yang diperjuangkan?” kata Hasto di Rumah Pemenangan Jokowi - Ma'ruf, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Jumat (19/10).
Hasto menambahkan, penandatanganan head of agreement (HOA), divestment agreement serta sale and purchase agreement adalah basis legalitas divestasi bagi perusahaan pertambangan yang beroperasi di Papua itu. Di dalamnya terdapat aturan berbagai tahapan termasuk bagaimana penyelesaian tanggung jawab para pihak.
BACA JUGA: Kisah Anak Buah Prabowo Diperintahkan Dukung Program Jokowi
Hasto menjelaskan, pemerintah merencanakanpenyelesaian seluruh divestasi PTFI rampung Desember 2018. Artinya proses memang belum selesai tetapi sudah ada legalitas yang ditandatangani pihak-pihak terkait.
Karena itu Hasto meminta Fraksi Gerindra memahami tahapan due diligence (uji penilaian), penandatanganan HOA, kesepakatan divestasi, kesepakatan jual beli, serta syarat dan kondisi di dalamnya. Mantan anggota Komisi VI DPR itu menegaskan, pemerintahan Presiden Joko Widodo pasti akan memertimbangkan semua langkah dalam divestasi PTFI secara saksama.
BACA JUGA: Ooh, Ternyata Ini Alasan Prabowo Nyapres Lagi
“Dan semua dilakukan dengan sebesar-besarnya kepentingan nasional, dan kepentingan rakyat termasuk masyarakat Papua itu sendiri," kata Hasto.
Lebih lanjut Hasto mengatakan, pemerintah akan menandatangani kesepakatan divestasi dan jual beli setelah menyelesaikan HOA. Selanjutnya ada penyelesaian administrasi, termasuk izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dari Kementerian ESDM.
“Izin ini membutuhkan clearance dari KLHK terkait isu lingkungan PTFI. Tanpa IUPK dan clearance KLHK berdasarkan agreement, Inalum tidak bisa menyelesaikan seluruh tahapan. Ini yang harus dipahami oleh Fraksi Gerindra," jelas Hasto.
Hasto menjelaskan, proses negosiasi terkait divestasi PTFI memang tak mudah dan berlangsung lama. Saat Sudirman Said menjabat menteri ESDM, kata Hasto, negosiasi soal divestasi PTFI sampai memunculkan hiruk pikuk dan kegaduhan.
Namun, kata Hasto, titik terang muncul ketika Ignasius Jonan menjadi menteri ESDM menggantikan Sudirman. Menurut Hasto, ada pendekatan komprehensif hingga ada perjanjian induk atau head agreement soal divestasi PTFI.
Oleh karena itu Hasto menilai Gerindra menunjukkan inkonsistensi dalam menyikapi divestasi PTFI. Sebab, selama ini Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto getol menyuarakan amanat Pasal 33 UUD 1945 tentang penguasaan kekayaan alam oleh negara demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Namun, kader Gerindra di DPR justru menjadikan divestasi PTFI sebagai retorika. Padahal, kata Hasto yang juga sekretaris jenderal PDI Perjuangan, seluruh elemen bangsa mestinya kompak demi demi kepentingan nasional.
“PDI Perjuangan terkait dengan divestasi Freeport justru ingin melihat konsistensi sikap Gerindra, apakah sejalan dengan pidato Pak Prabowo yang selama ini justru menyuarakan pentingnya menjalankan Pasal 33. Jangan persempit politik hanya dalam ruang retorika,” pungkasnya.(tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inikah Makna Ucapan Selamat Jokowi ke Prabowo?
Redaktur : Tim Redaksi