jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai wacana pembentukan Badan Riset Nasional bisa mendukung kemajuan industri rempah Indonesia. Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertema "Potensi Rempah Nusantara untuk Kemajuan Indonesia" di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Senin (23/12).
Hasto menerangkan, dalam rakernas I 2020 yang juga sekaligus perayaan HUT partai ke 47, pihaknya ingin menggali dan menunjukkan betapa besarnya potensi industri pangan berbasis rempah-remah nasional.
BACA JUGA: Optimisme Hasto PDIP pada KPK di Bawah Komando Firli Bahuri
"Pengembangan industri terkait rempah-rempahan di Indonesia akan semakin maju lewat riset dan penelitian yang lebih kuat," kata Hasto.
Hadir sebagai narasumber adalah Prihasto Setyanto dari Kementerian Pertanian, Devita Agus dari Mustika Ratu, dan Fadly Rahman dari Universitas Padjajaran. Hadir juga Ketua DPP PDIP Sri Rahayu.
BACA JUGA: Penjelasan Hasto soal Kondisi Adian Napitupulu
Quality Director Mustika Ratu Devita Agus menjelaskan, untuk mengembalikan status Indonesia sebagai negara produsen sekaligus eksportir utama rempah di dunia, diperlukan adanya kolaborasi antara pemangku kepentingan dari berbagai sektor.
Di satu sisi, demi meningkatkan kualitas bahan baku rempah, sebaiknya dilakukan pengembangan lembaga riset dan peningkatan sumber daya manusia bertujuan kepada inovasi dan memiliki daya saing di pasar internasional. Sehingga persyaratan standar produk sesuai dengan permintaan negara pengimpor
BACA JUGA: Hasto PDIP: Indonesia Butuh Haluan Negara, Bukan GBHN
Selanjutnya, perlu adanya inovasi dan kemandirian bahan baku untuk mengatasi kendala ketersediaan bahan baku kosmetika.
"Pemerintah diharapkan memberikan perhatian lebih untuk riset dan penelitian analisis bahan rempah di Indonesia dengan penyediaan instrumen, saran maupun prasarana yang memadainya," kata Devita.
Selama ini, salah satu kelemahan Indonesia adalah penerapan teknologi tradisional. Bahkan berdasarkan pengamatan Mustika Ratu, kualitas teknologi yang diterapkan petani mengalami kemunduran sejak krisis, karena mahalnya harga pupuk dan ketiadaan modal. Akhirnya, rempah Indonesia belum bisa menerapkan standar internasional yang berlaku di pasar dunia.
"Rempah Indonesia sebagian besar masih dijual dalam kondisi mentah. Maka kita berharap ada dukungan dari pemerintah soal standar mutu dan penguatan sektor hilir dengan memperbanyak industri pengelolaan rempah. Untuk diketahui, selama ini industri lokal masih tergantung dengan impor bahan baku," bebernya.
Sementara Sejarawan Rempah asal Universitas Padjajaran Fadly Rahman mengingatkan besarnya potensi industri rempah. Sejak zaman dahulu, kata dia, rempah bagi orang Eropa sangat penting untuk kepentingan media dan revolusi kuliner mereka. Makanya rempah menjadi awal mula kolonialisme Eropa ke berbagai penjuru dunia.
Dan bagi Indonesia sendiri, kata Fadly, rempah-rempah adalah bagian dari sejarah, tradisi, dan identitas bangsa yang perlu untuk dijaga serta dilestarikan biodiversitas. Termasuk pelestarian pemanfaatannya.
Dia mengusulkan Pemerintah membuat program yang menyebarkan pengetahuan rempah-rempah melalui sarana-sarana. Sejumlah museum atau pelaku pameran bisa digandeng untuk melaksanakannya.
Perlu juga dilakukan program edukasi terpadu di sektor pendidikan dan publik terkait pembudidayaan rempah-rempah dan pemanfaatn praktisnya untuk kesehatan dan kuliner.
Di sisi petani, Pemerintah perlu memberi perharian kepada pemberdayaan langsung dan perhatian khusus terhadap pasar rempah.
"Plus program pemberdayaan sektor industri rempah yang ditujukan untuk menjaga keberlangsungan biodiversitas ekosistem rempah. Jangan lupa juga harus dilakukan pengembangan wisata berbasis rempah-rempah," tukas Fadly. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga