jpnn.com, SENTUL - Mahasiswa S3 Universitas Pertahanan (Unhan) RI Hasto Kristiyanto menjalani sidang terbuka promosi gelar doktor, Senin (6/6).
Hasto memaparkan disertasi berjudul “Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara" di hadapan para penguji internal dan eksternal serta tamu undangan yang hadir di Aula Merah Putih, Unhan, Sentul.
BACA JUGA: Empat Jenderal Penting di Negara Ini Bakal Hadiri Sidang Promosi Doktoral Hasto
Di ujung paparannya, Hasto menerangkan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi atas disertasinya.
"Pemikiran Geopolitik Soekarno bercorak kritis sebagai progressive geopolitical coexistence berdasarkan body of knowledge dan tujuh variabel geopolitik Soekarno," ucap Hasto saat menerangkan kesimpulan pertamanya.
BACA JUGA: Mantan Presiden hingga eks Kapolri Bakal Cecar Hasto di Sidang Doktoral Besok
Ketujuh variabel itu, yakni Demografi, Teritorial, Sumber Daya Alam, Militer, Politik, Koeksistensi Damai, serta Sains dan Teknologi.
Hasto melanjutkan pengaruh Soekarno terhadap kepentingan nasional dan pertahanan negara di antaranya pembebasan Irian Barat dan Peta Jalan Koridor Kepentingan Nasional.
BACA JUGA: Hasto Yakin Geopolitik Bung Karno Relevan Selesaikan Masalah Dunia saat Ini
Lalu Bung Kurnia turut mewarisi Peta Jalan Pertahanan dan ditandai tingginya Indeks Pertahanan Negara.
"Siklus Pemikiran Geopolitik Soekarno mengintegrasikan kebijakan negara terkait geopolitik, kepentingan nasional, diplomasi, dan pertahanan negara," jelas Hasto.
Politikus asal Yogyakarta itu juga menyimpulkan Pasifik sebagai pivot dunia.
"Pancasila sebagai life line dunia baru dan pengaruhnya terhadap dunia, terlihat dari perubahan konstelasi bipolar menjadi multipolar, serta perubahan struktur Dewan Keamanan PBB," terang Hasto.
Menurutnya, ciri pokok pemikiran geopolitik Soekarno ialah Pancasila sebagai ideologi guna membangun tata dunia baru melalui penggalangan solidaritas bangsa yang mengedepankan koeksistensi damai, bagi struktur dunia yang lebih berkeadilan.
"Tujuh variabel pemikiran geopolitik Soekarno dapat menjadi peta jalan kebijakan pertahanan negara, dalam mengkaji dan melahirkan kebijakan pertahanan negara. Hasil uji Structural Equation Modelling (SEM), menunjukkan kuatnya pengaruh kepentingan nasional, politik, dan teknologi terhadap pertahanan negara," ucap Hasto.
Pria asal Yogyakarta itu kemudian menyampaikan sejumlah rekomendasi akademis dan praktis.
"Teori geopolitik soekarno yang dinyatakan sebagai Progressive Geopolitical Coexistence, merupakan legasi geopolitik Soekarno bagi life line Indonesia dan dunia," sebut Hasto.
Dia menambahkan teori geopolitik Soekarno dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Sementara untuk rekomendasi yang bersifat praktis, Hasto mengusulkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk membangun kekuatan pertahanan negara atas cara pandang geopolitik Soekarno.
"Bersama Kemenlu dan Kemenhan untuk merumuskan kembali kebijakan luar negeri dan pertahanan negara, atas cara pandang geopolitik," ucapnya.
Hasto juga menyebutkan Kemenhan bersama Unhan dan Lemhannas dapat melakukan kajian komprehensif, guna merumuskan kembali strategi, doktrin, dan postur pertahanan berdasarkan teori geopolitik Soekarno.
Lalu, Kementerian Sekretaris Negara dan Seskab perlu melakukan kajian tentang pentingnya fungsi strategis dalam struktur lembaga kepresidenan guna mengintegrasikan kebijakan luar negeri dan pertahanan.
Selanjutnya, penting kajian terhadap Rancangan Undang-Undang Tata Ruang Geopolitik Nusantara, yang memuat koridor strategis pertahanan dan ketahanan nasional oleh Kemenhan.
"Pentingnya memasukkan pemikiran geopolitik Soekarno dalam kurikulum ilmu pertahanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik," ujar Hasto.
Terakhir, Hasto menyarankan DPR RI bersama Kementerian Keuangan untuk menetapkan kebijakan politik anggaran pertahanan negara dalam cara pandang geopolitik yang bersifat sangat rahasia untuk mencapai tujuan bernegara dan kepentingan nasional Indonesia. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bu Mega Jadi Inspirasi Hasto Mengambil Disertasi Pemikiran Geopolitik Bung Karno
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga