jpnn.com, JAKARTA - Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) RI Hasto Kristiyanto mengatakan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI memiliki peran penting dalam membangun pemimpin bangsa yang mempunyai ide imajinasi besar.
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu memaparkan betapa penting dan relevannya teori geopolitik Soekarno dalam menghadapi kondisi aktual dunia serta bangsa pada saat ini.
BACA JUGA: Hasto: Pemikiran Geopolitik Soekarno Relevan untuk Menghadapi Situasi Saat Ini
Hal itu disampaikan Hasto saat memberi kuliah umum sekaligus berdiskusi dengan Peserta PPRA LXV dan PPSA XXIV Lemhannas RI, Jakarta, Senin (17/4).
Gubernur Lemhannas Andi Wijayanto membuka acara itu dan peserta diikuti oleh ratusan siswa dari berbagai latar belakang militer maupun sipil.
BACA JUGA: Hadir di Universitas Paramadina, Hasto Memperkenalkan Pemikiran Geopolitik Soekarno
Hasto menjawab bahwa selama ini Indonesia terlalu inward looking, jago kandang, dan lupa bahwa Indonesia dilahirkan untuk jadi pemimpin di antara bangsa-bangsa. Geopolitik Soekarno, yang dibangun oleh para pendiri bangsa, banyak dilupakan.
“Atas dasar hal tersebut, teori geopolitik Soekarno kami konstruksikan secara akademis dengan mixed method multiphase sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara akademis," ujar Hasto.
BACA JUGA: Diklatnas Bersama Pemuda Remaja Masjid, Lemhanas dapat Apresiasi, Luar Biasa
Proses panjang de-Soekarnoisasi yang terjadi selama ini ikut menyebabkan pelaksanaan politik luar negeri dan pertahanan kehilangan daya imajinasi dan spiritnya di dalam membangun persaudaraan dunia.
“Indonesia seharusnya memainkan global leadershipnya secara komprehensif yang berbekal daya imajinasi tentang tata dunia baru di mana sistem internasional yang anarkistis harus di-reform melalui demokratisasi di PBB,” kata Hasto.
Berkaitan dengan itu, Hasto menilai Indonesia harus melihat ke luar (outward looking) dan membangun kapasitas maupun kemampuan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk penguasaan iptek, olahraga, budaya, pangan dan lain-lain.
“Akibat de-Soekarnoisasi yang sudah terlalu lama, kita terlalu lama meninggalkan pemikiran geopolitik Soekarno, Hatta, dan para bapak pendiri bangsa lainnya. Kondisi saat ini adalah akumulasi dari berpuluh tahun proses tersebut,” kata Hasto.
Di dalam kuliah umumnya, Hasto memberi pemaparan panjang soal teori geopolitik Soekarno, yang merupakan hasil penelitian disertasinya di Unhan RI. Dari latar belakang permasalahan, pengayaan akademik, penelitian, hingga kesimpulan.
Hasto menyampaikannya dengan bersemangat dan mampu menarik perhatian para peserta yang sangat serius mendengarkannya. Berbagai contoh-contoh kasus yang aktual disampaikan, termasuk menyangkut pengalaman Indonesia dengan berbagai negara di dunia.
Intinya, ujar Hasto, pemikiran geopolitik Soekarno bertumpu pada beberapa poin. Yakni didasarkan pada ideologi Pancasila; bertujuan membangun tata dunia baru; berdasarkan prinsip bahwa dunia akan damai apabila bebas dari imperialisme dan kolonialisme.
Lalu bertumpu pada pentingnya menggalang solidaritas bangsa berdasarkan prinsip koeksistensi damai (peaceful coexistence); berorientasi pada struktur dunia yang demokratis, sederajat dan berkeadilan.
“Kekuatan pertahanan negara dibangun untuk menjaga perdamaian dan sebagai benteng bagi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, untuk bisa mewujudkan teori tersebut di dalam praktik pemerintahan Indonesia, harus dimulai dari perubahan mentalitas dan kepemimpinan nasional. Pada titik itulah Lemhannas memiliki posisi serta peran yang penting.
“Lemhannas menjadi ruang dan medium penting agar para pemimpin Indonesia berani membuat ide imajinasi untuk masa depan dan bangsa. Dan di Lemhannas ini sipil, militer dan kelompok fungsional atas dasar profesi juga blended,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, pemimpin Indonesia dari pusat sampai daerah harus paham geopolitik. Kesadaran geopolitik juga harus ditanamkan kepada rakyat Indonesia.
“Harus ditanamkan dalam pikiran rakyat Indonesia bahwa Indonesia adalah negara besar, yang segala tindakannya juga harus mencerminkan sebagai negara besar dan kuat,” tambah Hasto.
Ke depan, lanjutnya, pemahaman geopolitik harus jadi bagian utama perumusan kebijakan strategis pemerintahan. Misalnya, Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, hingga Kementerian Keuangan, harus bisa berpadu dalam sebuah kebijakan yang memperhitungan geopolitik.
“Syarat utama mengatasi kelemahan selama ini adalah bangun self confidence, ciptakan hukum internasional, perkuat diplomasi pertahanan, perdagangan ekonomi, dan perkuat kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lalu harus diingat, tanpa kemampuan pemimpin intelektual dan visioner, kita tak punya masa depan,” tegas Hasto.
Hasto memberi salah satu contoh bagaimana pentingnya self confidence. Sering orang merasa tak bisa maju jika tak menguasai bahasa Inggris. Padahal Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, bisa maju tanpa perlu menguasai bahasa Inggris.
"China, Jepang, Korea maju bukan karena kuasai bahasa Inggris, tetapi karena mentalitas juang mereka. Maka itu yang penting,” tekan Hasto.
Kepada Lemhannas, Hasto mengingatkan lembaga itu mampu mengingatkan serta mengaktualisasikan lagi pemikiran geopolitik para pendiri bangsa. Nantinya para pemimpin yang dididik oleh lembaga itu mampu menjadi pemimpin Indonesia di masa depan yang memiliki kepercayaan diri yang kuat.
Hasto juga menekankan pentingnya pemimpin masa depan memiliki force projection atau memanfaatkan semua potensi sumber daya yang ada untuk kepentingan nasional sesuai dengan tujuan bernegara. Dia lalu menyumbangkan buku Mustika Rasa, satu-satunya mahakarya buku resep makanan asli Indonesia yang dibuat era Presiden Soekarno.
“Saya berikan ini untuk perpustakaan Lemhannas. Ini buku Mustika Rasa. Di buku ini dikumpulkan semua bahan makanan dan resep asli Indonesia. Ini bagian dari force projection di bidang pangan. Mari bangun hegemoni kita di bidang pangan dan bumbu-bumbuan karena ini adalah bagian dari kekuatan kita,” tandas Hasto. (Tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Hadapan Peserta SSDN Lemhanas, Ganjar Sampaikan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Jateng
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga