jpnn.com, JAKARTA - Doktor Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto menilai pemikiran geopolitik Bung Karno bisa menjadi alat untuk menyelesaikan masalah global yang kini semakin tegang.
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara dalam FGD yang dilaksanakan oleh Bidang Kerja Sama dan Pemasaran Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dengan tema 'Analisis Geopolitik, Geoteknologi, dan Geoekonomi Kerja Sama Industri Pertahanan Dalam Negeri dengan Industri Pertahanan Luar Negeri' yang dilakukan secara daring, Rabu (14/9).
BACA JUGA: Mural Bung Karno Berjabat Tangan dengan Superhero Menghiasi Flyover Manahan Solo
Alumnus Teknik Kimia UGM itu menerangkan Bung Karno menggunakan Pancasila untuk membangun tata dunia baru. Bung Karno menganggap dunia akan damai apabila bebas dari imprealisme dan kolonialisme, serta pentingnya menggalang solidaritas antarbangsa guna mewujudkan struktur dunia yang demokratis, sederajat, berkeadilan.
Menurut dia, inilah yang menjadi roh di dalam membangun kekuatan pertahanan negara dan menjadi pemikiran para pendiri bangsa termasuk Bung Karno. Bahwa bagaimana Indonesia baru merdeka dapat berperan aktif dalam membangun perdamaian dunia di tengah konstelasi perang dingin.
BACA JUGA: Sri Mulyani Sebut Tekanan Geopolitik Sangat Sulit Diprediksi, Indonesia Aman?
Menurut Hasto, reinkarnasi perang dingin itu terjadi saat ini.
"Kalau kami melihat ketegangan di Timur Tengah, kekuatan blok Iran, blok Arab Saudi dengan kekuatan yang ada di belakangnya, pada dasarnya suatu kekuatan diametral yang tidak terlepas terhadap konstelasi saat itu. Demikian pula apa yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan saat ini," jelas Hasto.
BACA JUGA: Geopolitik Bung Karno Berbasiskan Intelektual, Pemuda Harus Berprestasi di Segala Bidang
Dia menegaskan pemikiran geopolitik Soekarno merupakan bagian dari upaya membangun kekuatan pertahanan negara yang bersifat outward looking (melihat ke luar).
Dalam kepentingan nasional Indonesia, pertahanan negara memang ditujukan untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, keselamatan bangsa dan negara, serta ketertiban dunia.
Sekjen PDI Perjuangan itu menilai membangun industri pertahanan negara, itu tidak bisa dilakukan tanpa ketegasan kepentingan nasional.
"Bagaimana kepentingan nasional kita, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kemudian politik melalui diplomasi internasional itu merupakan syarat yang penting untuk menerapkan pandangan geopolitik Soekarno di dalam membangun kekuatan dan ketahanan negara," ungkap dia.
Di sisi lain, Hasto menganggap sejauh ini belum ada pihak yang melakukan simulasi secara terencana, efektif, dan mengukur bagaimana seluruh variabel geopolitik Soekarno menjadi sebuah kekuatan.
Adapun ketujuh variabel itu adalah demografi, teritorial, sumber daya alam, militer, politik, koeksistensi damai, serta sains dan teknologi.
"Terhadap kasus perang antara Rusia dan Ukraina misalnya, kami melihat bagaimana dari aspek energi, penguasan terhadap pangan, kemudian demografi, teritorial, dan teknologi itu menjadi instrument of power yang menentukan posisi hegemoni Rusia terhadap Eropa Barat yang menerapkan sanksi ekonomi. Namun kemudian mengalami suatu persoalan yang serius terkait krisis energi, krisis pangan. Belum aspek demografi dengan begitu banyak pengungsi Ukraina ke Eropa Barat," jelas Hasto.
Terlepas dari itu, Hasto mengingatkan dalam membangun industri pertahanan, perlu melihat gambaran perang masa depan.
"Karena kalau berbicara kepentingan pertahanan masa depan, dari aspek kepemimpinan intelektual misalnya, melihat apakah kita akan seperti India membangun kapal induk sendiri, atau kita akan menggunakan suatu pertahanan yang menggunakan technology based karena wilayah kita kepulauan sehingga teknologi menggunakan drone dan utilisasi teknologi berbasis C5ISR yang barangkali akan lebih efektif misalnya," jelas Hasto.
Karena itu, dia berharap perspektif geopolitik dengan ketahanan negara ini harus menjadi diskursus menjadi penentuan visi dan misi calon presiden 2024.
"Karena ilmu pertahanan negara ini bukan ilmunya militer saja. Ini berkaitan dengan survival kita sebagai bangsa berkaitan dengan kepemimpinan Indonesia bagi dunia, sehingga harus ada suatu penyadaran secara menyeluruh tentang pentingnya ilmu pertahanan di dalam pengambilan kebijakan strategis dalam membangun seluruh instrument of power kita," tegas Hasto.
Sementara, Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Robertus Heru mengatakan menilai teknologi pertahanan yang mumpuni untuk masa depan, seperti drone, dibutuhkan industri pertahanan yang sehat.
Selain itu, juga harus mempunyai electronic engine dan material industrinya yang kuat. Di mana, Kemhan dan PTDI sudah memulainya sehingga bisa dijadikan modal.
"Melibatkan lembaga riset dan asosiasi. Contohnya untuk satelite support bisa melibatkan BRIN," jelas Robert.
Akademisi Universitas Binus Currie Maharani Savitri menegaskan kapasitas SDM dan daya saing merupakan kunci untuk menguatkan industri pertahanan. "Perbaiki perencanaan industri pertahanan kita," jelas Currie.
Direktur Utama Defend Id Bobby Rasyidin menyebut dalam memilih mitra kerja sama untuk industri pertahanan harus dicermati betul. Bukan hanya memberi manfaat bagi negara, tetapi juga untuk ekonomi.
"Artinya di samping bisa memberikan bantuan teknologi kepada kita tentunya mitra ini bisa menjadi sebagai bagian dari supply chain mereka sehingga bisa meningkatkan daya saing industri kita dalam negeri," jelas Bobby.
Sementara, Ketua Bidang Kerja Sama dan Pemasaran KKIP Alex Janangkih Sinaga mengatakan pihaknya terus berupaya agar Indonesia bisa mandiri dalam membangun industri pertahanan.
"Kami harapkan tentunya akan ada pertanyaan-pertanyaan, masukan-masukan, saran-saran sedemikian rupa dari FGD ini paling tidak sebagai sosialisasi untuk peserta, tetapi bagi kami ini akan menjadi modal dan masukan yang penting di dalam perumusan berkaitan kerja sama nantinya," kata Alex. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemikiran Geopolitik Soekarno Tak Bisa Dilepaskan dari Ide Bung Hatta
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga