"Serangan seperti itu tentu harus dilawan umat Islam. Tidak bisa hanya dengan mengelus dada dengan alasan Rasulullah sangat penyabar," tutur Hasyim di Jakarta kemarin (19/9). Menurut dia, Rasulullah merupakan sosok yang sangat penyabar ketika menyangkut kepentingan pribadinya. Namun, lanjut Hasyim, beliau akan menjadi sangat marah kalau syariat Islam dilecehkan.
Hanya, imbuh Hasyim, perlawanan tetap harus ditempuh dengan cara berkualitas. Atau seimbang dengan kejahatan para penyerang. "Kalau cuma dengan lempar batu, anarkistis, ya tentu kurang berkualitas," tandas mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) itu.
Di antara perlawanan yang bisa dilakukan, beber Hasyim, adalah upaya terus-menerus mempersatukan kaum muslimin (ukhuwah islamiah) dan mencerdaskan serta menyejahterakan umat. Termasuk pengaturan dalam undang-undang yang melindungi umat secara bersama-sama dari serangan militer, politik, ekonomi, pendidikan, dan budaya.
"Atau juga dengan memberikan pengertian terus-menerus bahwa Islam tidak akan bebas dari musuh sebagai bagian dari sunatullah," ucap Hasyim. Musuh itu, tutur dia, bisa datang dari dunia luar maupun dari Indonesia.
Khusus terhadap Amerika Serikat (AS), sebagai negara tempat keluarnya film Innocence of Muslims, Hasyim mendorong mereka segera meminta maaf kepada seluruh dunia Islam. Hal itu perlu dilakukan jika tidak ingin dianggap sedang mengobarkan permusuhan terhadap Islam. "Meski sesungguhnya saya tidak begitu yakin itu akan dilakukan," cetusnya. Sebab, menurut dia, penghinaan terhadap agama di AS kerap dihubungkan dengan kebebasan berekspresi.
Selain itu, Hasyim yakin si pencetus maupun pembuat film sesungguhnya tidak berdiri sendiri. Ada latar belakang kekuatan yang sangat besar di belakangnya. "Apalagi, sekarang musim pencalonan presiden di Amerika. Sehingga hampir dipastikan tidak akan ada yang berani mengambil risiko (minta maaf, Red)," ujarnya.
Hasyim membeberkan, serangan terhadap Islam sebenarnya telah dilakukan secara sistematis, berkala, dan penuh perhitungan. Antara lain mulai Salman Rusdi di Inggris dengan bukunya yang berjudul Ayat-Ayat Setan, aksi Pendeta Terry John membakar Alquran di Hawaii, pembuatan film Fitna oleh anggota parlemen Belanda yang sangat anti-Islam Geert Wilders, hingga sekarang film Innocence of Muslims di AS.
"Yakinlah, mereka tidak akan diapa-apakan oleh negaranya masing-masing. Cukup bilang itulah demokrasi, sambil mengecap dunia Islam, termasuk Indonesia, sebagai negara intoleran karena melakukan protes di sana-sini," tegasnya. (dyn/c9/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU Kamnas Buka Celah Arogansi Pemerintah
Redaktur : Tim Redaksi