RUU Kamnas Buka Celah Arogansi Pemerintah

Kamis, 20 September 2012 – 00:20 WIB
JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mengkritisi Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas). IPW menyoroti RUU Kamnas yang kembali diserahkan pemerintah ke DPR bulan ini tanpa disertai revisi terhadap pasal-pasal yang berpotensi melanggar HAM.

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, menilai RUU Kamnas yang kembali diserahkan ke DPR tanpa revisi justru menunjukkan adanya arogansi pemerintah.  "Dalam berbagai pasal di dalam RUU itu jelas-jelas dikondisikan untuk memberangus kebebasan sipil,” ujar Neta, Rabu (19/9) di Jakarta.

Pria yang dikenal konsen menyoroti kinerja kepolisian itu justru mempersoalkan pembahasan RUU Kamnas yang menabrak aturan. Neta menegaskan, sesuai Pasal 18 UU Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan maka setiap undang-undang harus dibuat dengan melibatkan pihak yang berkepentingan.

Selain itu masih ada Ketetapan (TAP) MPR Nomor VI tentang pemisahan TNI dan Polri maupun TAP MPR Nomor VII tahun 2000 tentang Wewenang TNI dan Polri. Dalam beleid tersebut TNI bertanggung jawab soal pertahanan, sedangkan Polri mengurusi keamanan nasional.

”Dalam konteks RUU Kamnas yang jelas-jelas tema utamanya keamanan, mengapa tidak melibatkan kepolisian sebagai institusi negara yang bertugas dalam keamanan sesuai TAP MPR VI itu" Mengapa RUU Kamnas yang hanya dibuat dan diajukan Kementerian Pertahanan dibantu Kemenko Polhukam lantas diserahkan ke Komisi I DPR yang membidangi pertahanan" Artinya ada pelanggaran TAP MPR dan UU Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan perundang-undangan dalam hal ini," ucapnya.

Lebih lanjut Neta mengatakan, hal yang perlu dikritisi kerancuan RUU Kamnas karena  masalah keamanan dilihat dari persepsi pertahanan. Padahal, katanya, ada perbedaan mendasar antara keamanan yang bersifat preventif dengan pertahanan yang bersifat represif. "

"Kalau anda teliti pasal-pasal di dalamnya (RUU Kamnas), jelas terlihat sudut pandang yang digunakan dalam penanganan keamanan menggunakan pendekatan represif,” tegas Neta.

Dipaparkannya, sekitar 6 bulan lalu DPR sudah mengembalikan draft RUU Kamnas ke pemerintah disertai berbagai catatan tentang pasal-pasal yang perlu direvisi karena dinilai sangat multitafsir dan berpotensi melanggar HAM. Sementara pada bulan ini, pemerintah kembali menyerahkan RUU Kamnas ke DPR tanpa mengubah pasal-pasal yang disoroti DPR.

Anehnya, kata Neta, DPR tetap menerima draft RUU Kamnas. Neta curiga ada upaya pemerintah dan partai-partai yang tergabung dalam Setgab untuk meloloskan RUU Kamnas. ”Anehnya, seluruh fraksi yang tergabung dalam koalisi Setgab (Sekretariat Gabungan parpol pendukung pemerintah)  plus fraksi Gerindra justru menerimanya. Ini sudah tidak sehat,” ulasnya.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, mengakui adanya ketidakjelasan definisi tentang keamanan nasional dan ancaman keamanan nasional dalam RUU Kamnas. Dipaparkannya pula, banyak pasal-pasal karet dalam RUU Kamnas yang dapat diselewengkan penguasa demi kepentingan politiknya.

”Pasal karet itu kan bisa menjadi multi tafsir karena bersifat elastis. Nah, pemerintah seharusnya memperbaiki dulu pasal-pasal itu karena dapat saja diselewengkan demi kepentingan penguasa,” ujarnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Gunakan RTM, Menhukham Tak Keberatan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler