jpnn.com - jpnn.com - Cahyono Budi Santoso memutuskan meracik pestisida sendiri setelah pabrik tempatnya bekerja gulung tikar.
Selama tiga bulan terakhir, pria 44 tahun asal Kelurahan Nglames, Kabupaten Madiun, itu memasarkan pestisida racikannya secara ilegal.
BACA JUGA: Dua Orang jadi Tersangka Kasus Kematian Mahasiswa UII
Usaha haramnya tersebut dibantu Budi, 40, warga Desa Tingkir Tengah, Kota Salatiga.
"Belum memiliki izin edar dari Kementerian Perdagangan, tapi keduanya berani mendistribusikan,'' kata Kasatreskrim Polres Madiun AKP Hanif Fatih Wicaksono kemarin.
BACA JUGA: Kelaparan, Maling Ini Keluar Juga dari Persembunyiannya
Dia menerangkan seolah tiada beda antara pestisida racikan kedua pelaku dan produk asli pabrik.
Apalagi, lanjut Hanif, pelaku mendesain kemasan pestisida ilegal tersebut sedemikian apik sehingga tidak menimbulkan kecurigaan di kalangan petani.
BACA JUGA: Hidung Belang Dibekuk Saat Threesome dengan Dua ABG
Pelaku juga mengepres bungkus plastik pestisida padat merek Ground 15 G dengan ukuran 1 kilogram.
Sementara itu, pestisida cair merek Amethil 150 SL dikemas dalam botol kecil.
"Karena pernah bekerja di pabrik pestisida, pelaku cukup mahir meracik,'' ungkap Hanif.
Dalam produksinya, kedua pelaku berbagi peran. Budi bertugas membeli dan meracik bahan kimia, mulai diacenon hingga metilanol.
Dia juga menyiapkan bungkus dan alat pres kemasan serta mendesain gambar produk pestisida.
Cahyono bertugas membungkus pestisida sesuai label yang telah disiapkan. "Bahan-bahan kimia itulah yang dioplos menjadi pestisida,'' ucapnya.
Keuntungan pelaku dalam menjual pestisida tanpa izin edar terbilang fantastis. Dalam sebulan, omzet yang didapat mencapai Rp 10-20 juta.
Sebab, harga satuan yang dibanderol sama seperti harga pestisida legal.
Merek Griund 15 G dihargai Rp 23 ribu, sedangkan Insektisida Amethil 150 SL dihargai Rp 45 ribu.
Pestisida ilegal tersebut dipasarkan di kalangan petani di dalam dan luar Kabupaten Madiun.
"Pelaku juga menitipkan produk racikannya itu di toko-toko desa,'' jelasnya.
Kendati terbukti mengedarkan pestisida tanpa izin, kedua pelaku, rupanya, tidak ditahan.
Proses penyidikan telah tuntas dan berkas perkara tahap pertama dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) 30 November tahun lalu.
Kedua pelaku disangkakan pasal 106 juncto pasal 24 ayat 1 dan/atau pasal 109 juncto pasal 32 ayat 91 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
"Ancamannya empat tahun penjara,'' terangnya.
Hanif menjelaskan, pengungkapan kasus peredaran pestisida ilegal itu bermula dari laporan masyarakat.
Atas maraknya usaha ilegal di Kabupaten Madiun belakangan ini, Hanif meminta kerja sama dari masyarakat untuk turut serta melakukan pengawasan.
"Jika ada usaha yang mencurigakan, laporkan saja. Sebab, usaha tanpa izin jelas merugikan banyak pihak,'' imbaunya. (mg6/fin/c25/diq/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Edan! Kok Bisa Tahanan Pesta Sabu-sabu di Sel Polres
Redaktur & Reporter : Natalia