JAKARTA - Selama puasa Ramadhan tayangan iklan televisi diwarnai oleh promosi obat, makanan dan minuman yang dihubungan dengan aktivitas puasa di masyarakat. Padahal, tidak semua obat dan makanan tersebut baik dikonsumsi saat puasa.
Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH., MMB Ahli Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan kekecewaannya akan hal tersebut. Ia menyayangkan iklan-iklan yang tendensius dan terlalu berlebihan bahkan cenderung membohongi masyarakat.
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) harusnya jeli dan mempermasalahkan iklan yang menyesatkan tersebut.
"Memang, momen puasa tidak akan dilewatkan oleh produk-produk yang diyakini kebutuhannya akan meningkat di tengah masyarakat. Tapi justru obat tersebut akan salah jika dikonsumsi berlebih saat puasa," katanya di Jakarta kemarin (21/7).
Ari menjelaskan, promosi obat maag misalnya, dalam iklan yang ditayangkan di televisi dibuat seolah produk ini baik untuk mencegah gangguan lambung selama berpuasa. Padahal seharusnya digunakan hanya untuk mengurangi keluhan lambung dan bukan untuk mencegah orang menderita sakit maag" karena berpuasa. "
"Wajar saja setelah dipromosi sebagai obat pencegah sakit maag selama puasa, pembelian obat-obat ini sangat tinggi saat bulan Ramadhan," ungkapnya.
Secara teori, imbuhnya, mestinya kebutuhan" obat maag" akan menurun selama" Ramadhan. Hal ini terjadi karena selama menjalani puasa masyarakat cenderung lebih teratur dalam mengkonsumsi makanan. Tingkat konsumsi makanan yang tidak sehat untuk lambung pun berkurang, begitu juga untuk pengurangan dalam konsumsi rokok, dan yang terpenting adanya pengendalian diri selama puasa.
"Hal inilah yang menyebabkan pasien dengan sakit maag akan lebih nyaman bahkan merasa sembuh saat puasa Ramadhan. Jadi seharusnya konsumsi obat maag ditengah masyarakat seharusnya juga menurun," ujarnya.
Namun, pada kenyataannya penjualan obat tersebut justru meningkat saat bulan puasa. Hal ini kuat hubungannya dengan iklan yang menganjurkan konsumsi obat maag yang mengandung antasida untuk pencegahan. Padahal, menurut Ari, antasida sebenarnya hanya diberikan jika ada keluhan.
Karena antasida sendiri bersifat menetralkan asam lambung yang terjadi sehingga akan dapat mengurangi keluhan pasien. Oleh karena itu tidak benar promosi atau iklan obat sakit maag yang menganjurkan minum obat maag untuk" pencegahan agar tidak mengalami gangguan maag.
"Antasida sendiri sebenarnya dapat menimbulkan efek samping jika tidak digunakan dengan benar. Misalnya, dapat menyebabkan seseorang menjadi sembelit, belum lagi efek samping pada ginjal," jelas staf Divisi Gastroenterologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu.
Produk lain yang dianggap juga kebablasan iklannya adalah anjuran untuk mengkonsumsi minuman isotonik saat sahur dan berbuka. Minuman isotonik sendiri adalah minuman yang ditambahkan gula dan elektrolit terutama garam atau natrium. Dan baiknya dikonsumsi hanya saat membutuhkan, misal saat berkeringat atau saat berolah raga. Sehingga sangat tidak bijak menurutnya jika dikonsumsi setelah bangun tidur seperti saat sahur.
"Apalagi untuk yang obesitas dan hipertensi. Harus sangat hati-hati terhadap minuman ini. Perlu diperhitungkan karena akan terjadi penambahan gula dan garam yang cukup besar," tandasanya.
Oleh karena itu, ia menghimbau masyarakat untuk lebih kritis dan berhati-hati dalam mendengar dan melihat iklan-iklan yang ada. "Jangan otomatis mengikuti anjuran-anjuran iklan di TV. Kita harus lebih cerdas lagi dalam melihat iklan-iklan tersebut," imbaunya. (mia)
Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH., MMB Ahli Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan kekecewaannya akan hal tersebut. Ia menyayangkan iklan-iklan yang tendensius dan terlalu berlebihan bahkan cenderung membohongi masyarakat.
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) harusnya jeli dan mempermasalahkan iklan yang menyesatkan tersebut.
"Memang, momen puasa tidak akan dilewatkan oleh produk-produk yang diyakini kebutuhannya akan meningkat di tengah masyarakat. Tapi justru obat tersebut akan salah jika dikonsumsi berlebih saat puasa," katanya di Jakarta kemarin (21/7).
Ari menjelaskan, promosi obat maag misalnya, dalam iklan yang ditayangkan di televisi dibuat seolah produk ini baik untuk mencegah gangguan lambung selama berpuasa. Padahal seharusnya digunakan hanya untuk mengurangi keluhan lambung dan bukan untuk mencegah orang menderita sakit maag" karena berpuasa. "
"Wajar saja setelah dipromosi sebagai obat pencegah sakit maag selama puasa, pembelian obat-obat ini sangat tinggi saat bulan Ramadhan," ungkapnya.
Secara teori, imbuhnya, mestinya kebutuhan" obat maag" akan menurun selama" Ramadhan. Hal ini terjadi karena selama menjalani puasa masyarakat cenderung lebih teratur dalam mengkonsumsi makanan. Tingkat konsumsi makanan yang tidak sehat untuk lambung pun berkurang, begitu juga untuk pengurangan dalam konsumsi rokok, dan yang terpenting adanya pengendalian diri selama puasa.
"Hal inilah yang menyebabkan pasien dengan sakit maag akan lebih nyaman bahkan merasa sembuh saat puasa Ramadhan. Jadi seharusnya konsumsi obat maag ditengah masyarakat seharusnya juga menurun," ujarnya.
Namun, pada kenyataannya penjualan obat tersebut justru meningkat saat bulan puasa. Hal ini kuat hubungannya dengan iklan yang menganjurkan konsumsi obat maag yang mengandung antasida untuk pencegahan. Padahal, menurut Ari, antasida sebenarnya hanya diberikan jika ada keluhan.
Karena antasida sendiri bersifat menetralkan asam lambung yang terjadi sehingga akan dapat mengurangi keluhan pasien. Oleh karena itu tidak benar promosi atau iklan obat sakit maag yang menganjurkan minum obat maag untuk" pencegahan agar tidak mengalami gangguan maag.
"Antasida sendiri sebenarnya dapat menimbulkan efek samping jika tidak digunakan dengan benar. Misalnya, dapat menyebabkan seseorang menjadi sembelit, belum lagi efek samping pada ginjal," jelas staf Divisi Gastroenterologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu.
Produk lain yang dianggap juga kebablasan iklannya adalah anjuran untuk mengkonsumsi minuman isotonik saat sahur dan berbuka. Minuman isotonik sendiri adalah minuman yang ditambahkan gula dan elektrolit terutama garam atau natrium. Dan baiknya dikonsumsi hanya saat membutuhkan, misal saat berkeringat atau saat berolah raga. Sehingga sangat tidak bijak menurutnya jika dikonsumsi setelah bangun tidur seperti saat sahur.
"Apalagi untuk yang obesitas dan hipertensi. Harus sangat hati-hati terhadap minuman ini. Perlu diperhitungkan karena akan terjadi penambahan gula dan garam yang cukup besar," tandasanya.
Oleh karena itu, ia menghimbau masyarakat untuk lebih kritis dan berhati-hati dalam mendengar dan melihat iklan-iklan yang ada. "Jangan otomatis mengikuti anjuran-anjuran iklan di TV. Kita harus lebih cerdas lagi dalam melihat iklan-iklan tersebut," imbaunya. (mia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jenis Makanan Sehat Perusak Diet
Redaktur : Tim Redaksi