Hati-hati! Jangan Sampai Ada Pejabat Dipenjara Gara-gara Heli Augusta

Sabtu, 28 November 2015 – 10:02 WIB
Heli EC-725 Produksi PTPDI. Foto: Humas Kemenpan-RB for JPNN

jpnn.com - MANADO – Rencana pembelian helikopter untuk presiden dan wakil presiden terus disorot publik.  Anggota Komisi I DPR RI Elnino M Husein Mohi menyebut rencana pembelian helikopter itu rawan praktik suap.

Pasalnya, produk luar negeri itu keluar sebelum anggaran dicanangkan dan diajukan. Komisi yang membidangi pertahanan dan luar negeri itu khawatir pegadaan helikopter buatan Augusta Italia itu sama dengan kasus di India.

BACA JUGA: Gaduh Terus, Publik Minta Jokowi Fokus Kerja

"Di India, pengadaan heli Agusta juga memicu kontroversi yang berakhir dengan ditahannya Kasau India serta beberapa anggota DPR negara tersebut dengan dakwaan suap. Mari berhati-hati dalamkeputusan membeli Agusta," ungkap Elnino M Husein Mohi kepada Indopos (Jawa Pos Group) usai rapat bersama MPR RI dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara di Manado, kemarin (27/11).

Menurut politisi Partai Gerindra itu, pihaknya pada  Kamis (26/11) malam telah mendengarkan penjelasan tentang rencana pembelian heli AW-101 untuk VVIP . Tujuan pembelian itu antara lain demi kaamanan presiden, bukan kemewahan. Presiden RI mesti dilindungi dengan peralatan terbaik.

BACA JUGA: Yang Demo Itu Harusnya Pengangguran, Bukan Buruh

Dia menguraikan, di tahun 2009, DPR menyetujui pengadaan heli produk PT DI sebanyak 16 unit (satu squadron) yang terdiri dari heli angkut/SAR dan heli angkut VVIP, yang diadakan dalam 2 tahap yakni 2009/2014 dan 2015/2019. Sebanyak 6 unit heli Super Puma sudah dipenuhi pada periode 2009/2014, sedangkan 10 unit lagi akan diselesaikan dalam renstra 2015/2019.

"Sejauh ini, TNI AU tetap konsisten menggunakan produk dalam negeri sesuai dengan UU No 16/2012 tentang Industri Pertahanan," tukasnya.

BACA JUGA: Buruh Mogok Sehari, Segini Kerugian Perusahaan

Untuk memenuhi 10 unit lagi, lanjutnya, demi kelancaran produksi dan percaya pada komitmen TNI AU saat itu, maka PT DI telah melakukan investasi dalam rangka persiapan pembuatan kesepuluh heli tersebut.

"Saya menyesalkan ada ide yang mengubah komitmen TNI AU itu (beli produk dalam negeri, red) sehingga akan beli heli AW-101 bikinan Italy/Inggris. Kan kasihan PT DI yang sudah berinvestasi banyak untuk produksi 10 heli Super Puma. UU No 16/2012 pasal 43 ayat 1 menyebutkan  bahwa pengguna wajib menggunakan alat peralatan pertahanan produksi dalam negeri," papar Elnino.

Untuk membeli heli itu, mestinya Agusta Itali menggandeng industri dalam negeri sesuai pasal 43 ayat 5 UU 16/12 yaitu harus mengikutsertakan industri pertahanan dalam negeri, adanya kewajiban alih teknologi, adanya imbal dagang, mengikuti ketentuan kandungan lokal, aturan ofset dan lain-lain.

"Untuk ini semua, harus mendapat izin dari presiden karena presiden adalah ketua KKIP sesuai pasal 22 dalam UU tersebut," imbuhnya.

Dia juga menyarakan, agar semua pihak mau belajar dari Korea di tahun 1980-an. Komitmen pemerintah dan masyarakat Korea untuk beli produk dalam negeri (walaupun lebih mahal dan kualitasnya tidak lebih baik) menjadikan industri Korea di berbagai bidang saat itu punya dana untuk melakukan R&D.

"Hasilnya, industri Korea sekarang sangat maju. Bahkan mereka sedang membangun industri pesawat tempur KX yang sangat canggih. SDM perindustrian Korea pun maju luar biasa," tuturnya.

Dalam beberapa pernyataan pers-nya, sambung Elnino, PT DI juga menjamin heli Puma buatannya lebih baik daripada Agusta. Bahkan sudah dibeli oleh 30 negara untuk keperluan heli VVIP. "Jepang termasuk pembeli Puma," tandasnya.

Anggota Komisi I DPR RI lainnya, TB Hasanuddin,  mengatakan pembelian pesawat dari luar  negeri ini menuai kecaman.  "Siapa lagi yang mau menggunakan produk dalam negeri kalau bangsa sendiri tidak mau menggunakannya," kata Hasanuddin lewat pesan tertulisnya, Jumat, (27/11).

Padahal, menurutnya, pembelian dari industri dirgantara lokal seperti PT Dirgantara Indonesia akan memberikan keuntungan bagi negara dan juga PT DI. Dengan membeli dari PT DI maka 30 persen dari uang rakyat itu akan kembali ke negara.

"Setidaknya dalam bentuk pembelian bahan baku lokal dan 700 teknisi anak bangsa bisa melanjutkan hidupnya dari perusahaan ini," ujarnya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) itu melanjutkan,  dalam peraturan perundangan yang berlaku, pemerintah wajib memaksimal produk industri pertahanan dalam negeri. "Perlu penjelasan terbuka agar rakyat tidak bingung," kata Hasanuddin. (aen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dukung Kongres GP Ansor, APP Wakafkan Puluhan Ribu Al Quran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler