JANGAN pandang sebelah mata, kegiatan kemah bakti lingkungan seperti yang sedang digelar selama tiga hari di bukit wartawan Telaga Menjer ini. Inisiatif dan gagasan yang diprakarsai Pemkab Wonosobo dan disupport Djarum Foundation ini sangat fundamental. Menyentuh dasar dan menembus sendi budaya yang amat dalam.
Itulah statemen M Hatta Rajasa, Menko Perekonomian sebelum menabuh kentongan penanda dimulainya even bertajuk “Edukasi Lingkungan, Djarum Trees For Life” di Bukit Wartawan, Telaga Menjer, Wonosobo, Minggu (24/3). Dia menyebut, kegiatan yang diprakarsai oleh Pemkab Wonosobo dan disupport Djarum Foundation itu sangat positif dan layak diapresiasi. Pria berambut pirang yang lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 18 Desember 1953 itu lantas menyebut salah satu sabda Rasul yang dia pegang teguh.
“Apabila engkau memiliki sebuah biji, tanamlah! Dia akan bermanfaat buat dirimu, dia akan berguna bagi anak cucumu, burung-burung dan binatang. Karena itu, tanamlah walau hanya satu biji kurma, sekalipun besok pagi mau kiamat.
Itulah esensi dari trees for life. Pohon untuk kehidupan,” sebut Hatta yang mengenakan baju menanan warna putih hijau berlogo “Banyak Pohon Banyak Rezeki” itu.
Bagi Hatta, merawat dan memakmurkan alam semesta itu hukumnya wajib. Inisiasi kemah untuk edukasi lingkungan itu, bermakna sebagai ajakan buat umat manusia di saentero bumi ini, untuk menanam. “Dulu banyak menebang banyak rezeki, kini sudah berubah. Banyak menanam, banyak rezeki. Apabila wartawan sudah ikut menanam pohon, membuat bukit, dan memberi contoh yang positif, maka kabar ini akan semakin cepat menggaung di seluruh negeri. Ini akan sangat dahsyat impact-nya,” ungkap Hatta yang didampingi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, Bupati Wonosobo Kholiq Arif dan FX Supanji, Vice President Director Djarum Foundation.
Dia juga berkisah tentang Dieng, dataran tinggi yang memiliki makna historis buat dirinya. Dua puluh tahun silam, dia bertahun-tahun melakukan pengeboran geothermal, energi berbasis tenaga panas bumi di sana. Dieng itu kawasan yang sangat penting, karena posisinya di atas ketinggian, dan dari sana mengalir sungai Serayu yang hilirnya jauh sampai ke Banyumas, Cilacap dan sekitarnya. Dieng adalah kawasan lindung, area yang seharusnya dilindungi hutannya.
Tetapi di sisi lain, Dieng juga menjadi sumber penghidupan bagi sejumlah penduduk di hulu. Yang tidak bisa semena-mena diusir, atau dilarang-larang menanam sejenis pohon tertentu. “Antara Dieng sebagai sumber penghidupan masyarakat, dan Dieng sebagai kawasan konservasi atau lindung, itu harus matching. Harus ketemu dalam manfaat yang seimbang. Tidak boleh, antara kepentingan di atas hulu, dan di bawah hilir itu saling merusak. Kehidupan dan kelestariannya harus sama-sama dijaga, dirawat, untuk kepentingan bersama,” kata dia.
Faktanya, kawasan lindung sudah semakin kritis. Karena itu, kawasan lindung harus dihijaukan kembali. Namun, dibutuhkan kearifan-kearifan yang bisa dimengerti dan menjadi spirit cinta lingkungan, untuk kehidupan manusia yang lebih berkelanjutan, atau sustainable. “Karena itu, ada kearifan local, sekaligus kearifan universal, dalam menangani Dieng, agar lingkungan tetap terjaga, tetapi kehidupan ekonomi rakyat tidak terganggu,” jelas Ketua Umum DPP PAN yang pernah menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara (2007-2009), Menteri Perhubungan (2004-2007), dan Menteri Negara Riset dan Teknologi(2001-2004) ini.
Apa mungkin? Ibarat dua sudut mata angin yang berbeda? “Mengapa tidak? Jika dipikirkan serius, dicari sumbernya, pasti akan ditemukan solusi kreatifnya. Inilah yang dinamakan green economy, sustainable concept, yang sedang dirumuskan dalam MDG’s, dan PBB memberi mandat kepada Presiden SBY, Perdana Menteri Inggris dan Presiden Liberia, untuk merumuskan konsep ini,” ungkapnya.
Berkali-kali Hatta mengibaratkan bahwa, pohon itu mirip dengan kehidupan. Karena itu, membutuhkan perawatan yang konsisten. Seperti yang sudah dilakukan Djarum Foundation, merawat pohon trembesi di sepanjang pantai utara Jawa secara konsisten dan terencana. “Bayangkan satu pohon trembesi yang sudah berdiameter 20 meter, itu mampu menyerap CO2 sebesar 28,5 juta ton per tahun, per pohon? Dalam waktu yang bersamaan, juga melepas O2 yang bermanfaat bagi umat manusia,” jelasnya. Tentu, itu sangat bermakna bagi rencana besar Indonesia menurunkan emisi carbon hingga 21 persen ke depan. (lum)
Itulah statemen M Hatta Rajasa, Menko Perekonomian sebelum menabuh kentongan penanda dimulainya even bertajuk “Edukasi Lingkungan, Djarum Trees For Life” di Bukit Wartawan, Telaga Menjer, Wonosobo, Minggu (24/3). Dia menyebut, kegiatan yang diprakarsai oleh Pemkab Wonosobo dan disupport Djarum Foundation itu sangat positif dan layak diapresiasi. Pria berambut pirang yang lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 18 Desember 1953 itu lantas menyebut salah satu sabda Rasul yang dia pegang teguh.
“Apabila engkau memiliki sebuah biji, tanamlah! Dia akan bermanfaat buat dirimu, dia akan berguna bagi anak cucumu, burung-burung dan binatang. Karena itu, tanamlah walau hanya satu biji kurma, sekalipun besok pagi mau kiamat.
Itulah esensi dari trees for life. Pohon untuk kehidupan,” sebut Hatta yang mengenakan baju menanan warna putih hijau berlogo “Banyak Pohon Banyak Rezeki” itu.
Bagi Hatta, merawat dan memakmurkan alam semesta itu hukumnya wajib. Inisiasi kemah untuk edukasi lingkungan itu, bermakna sebagai ajakan buat umat manusia di saentero bumi ini, untuk menanam. “Dulu banyak menebang banyak rezeki, kini sudah berubah. Banyak menanam, banyak rezeki. Apabila wartawan sudah ikut menanam pohon, membuat bukit, dan memberi contoh yang positif, maka kabar ini akan semakin cepat menggaung di seluruh negeri. Ini akan sangat dahsyat impact-nya,” ungkap Hatta yang didampingi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, Bupati Wonosobo Kholiq Arif dan FX Supanji, Vice President Director Djarum Foundation.
Dia juga berkisah tentang Dieng, dataran tinggi yang memiliki makna historis buat dirinya. Dua puluh tahun silam, dia bertahun-tahun melakukan pengeboran geothermal, energi berbasis tenaga panas bumi di sana. Dieng itu kawasan yang sangat penting, karena posisinya di atas ketinggian, dan dari sana mengalir sungai Serayu yang hilirnya jauh sampai ke Banyumas, Cilacap dan sekitarnya. Dieng adalah kawasan lindung, area yang seharusnya dilindungi hutannya.
Tetapi di sisi lain, Dieng juga menjadi sumber penghidupan bagi sejumlah penduduk di hulu. Yang tidak bisa semena-mena diusir, atau dilarang-larang menanam sejenis pohon tertentu. “Antara Dieng sebagai sumber penghidupan masyarakat, dan Dieng sebagai kawasan konservasi atau lindung, itu harus matching. Harus ketemu dalam manfaat yang seimbang. Tidak boleh, antara kepentingan di atas hulu, dan di bawah hilir itu saling merusak. Kehidupan dan kelestariannya harus sama-sama dijaga, dirawat, untuk kepentingan bersama,” kata dia.
Faktanya, kawasan lindung sudah semakin kritis. Karena itu, kawasan lindung harus dihijaukan kembali. Namun, dibutuhkan kearifan-kearifan yang bisa dimengerti dan menjadi spirit cinta lingkungan, untuk kehidupan manusia yang lebih berkelanjutan, atau sustainable. “Karena itu, ada kearifan local, sekaligus kearifan universal, dalam menangani Dieng, agar lingkungan tetap terjaga, tetapi kehidupan ekonomi rakyat tidak terganggu,” jelas Ketua Umum DPP PAN yang pernah menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara (2007-2009), Menteri Perhubungan (2004-2007), dan Menteri Negara Riset dan Teknologi(2001-2004) ini.
Apa mungkin? Ibarat dua sudut mata angin yang berbeda? “Mengapa tidak? Jika dipikirkan serius, dicari sumbernya, pasti akan ditemukan solusi kreatifnya. Inilah yang dinamakan green economy, sustainable concept, yang sedang dirumuskan dalam MDG’s, dan PBB memberi mandat kepada Presiden SBY, Perdana Menteri Inggris dan Presiden Liberia, untuk merumuskan konsep ini,” ungkapnya.
Berkali-kali Hatta mengibaratkan bahwa, pohon itu mirip dengan kehidupan. Karena itu, membutuhkan perawatan yang konsisten. Seperti yang sudah dilakukan Djarum Foundation, merawat pohon trembesi di sepanjang pantai utara Jawa secara konsisten dan terencana. “Bayangkan satu pohon trembesi yang sudah berdiameter 20 meter, itu mampu menyerap CO2 sebesar 28,5 juta ton per tahun, per pohon? Dalam waktu yang bersamaan, juga melepas O2 yang bermanfaat bagi umat manusia,” jelasnya. Tentu, itu sangat bermakna bagi rencana besar Indonesia menurunkan emisi carbon hingga 21 persen ke depan. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Politisi PKS Ingatkan SBY Jangan Panik
Redaktur : Tim Redaksi