Heboh Ancaman Pembunuhan terhadap Anies, Analisis Reza Indragiri Bikin Ngeri

Jumat, 12 Januari 2024 – 21:42 WIB
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel. Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti adanya ancaman pembunuhan dengan cara ditembak terhadap Calon Presiden (Capres) RI Anies Baswedan saat eks gubernur DKI Jakarta itu live di TikTok.

Dalam analisisnya, Reza menyampaikan beberapa indikasi terkait beruntunnya sejumlah warganet mengirim pesan ancaman pembunuhan terhadap Anies.

BACA JUGA: Anies Diancam Bakal Ditembak, Ahmad Sahroni: Ngeri Sekali

Capres Anies Baswedan tiba di Sumatera Utara untuk berkampanye, Jumat (12/1/2024). Foto: dok Timnas AMIN

"Pertama, sekelompok orang sengaja melakukan stalking (pembuntutan) dengan misi membahayakan," ujar Reza dalam keterangan kepada JPNN.com, Jumat (12/1/2024).

BACA JUGA: Tanggapi Prabowo dan Jokowi soal Alutsista, JK: Apa yang Rahasia?

Menurut Reza, jangankan membunuh, sebatas stalking dengan niat bahaya pun sesungguhnya sudah harus disikapi serius.

"Ingat, perilaku kekerasan cenderung bereskalasi, jika tidak disetop selekasnya," lanjut sarjana psikologi jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.

BACA JUGA: Terima Ancaman Pascadebat, Anies: Mudah-mudahan Tidak Kejadian

Kedua, lanjut Reza, mengibaratkan ancaman pertama sebagai tes ombak, ternyata "disambut positif" oleh viewers lainnya.

Dengan kata lain, Reza menyebut ada lebih dari satu orang yang mengintai Anies dan sampai berpikir menghabisinya. Keberadaan sejumlah orang itu menurutnya bisa memantik fasilitasi sosial.

"Artinya, keinginan merealisasikan niat jahat itu diperkuat oleh orang-orang tersebut satu sama lain. Peluang bagi terjadinya penembakan pun meninggi," ujarnya.

Ketiga, Reza mengatakan pembunuhan itu akan dilancarkan lewat penembakan. Kalau penembakan jarak dekat, semoga bisa dicegah.

Sebab, ada 37 polisi per tim untuk mengawal masing-masing capres.

"Asumsinya, tersedia pengawal dalam jumlah yang cukup untuk memagari Anies," kata pakar yang pernah mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK/PTIK) itu.

Akan tetapi, Reza mempertanyakan bagaimana dengan penembakan dari jarak jauh? Bagaimana jika eksekutor lebih dari satu orang dan berada di lokasi yang berbeda-beda?

"Bagaimana jika peluru justru mengenai orang-orang di sekitar Anies? Sudahkah itu semua masuk dalam antisipasi pengamanan?" tuturnya mempertanyakan.

Keempat, seberapa jauh unsur perencanaan si pengancam? Reza pun mengutip kalimat pengancaman terhadap Anies begini; "Kira2 nembak kep*ala an1s hukuman nya brpa thun ya."

"Tiga dari empat unsur perencanaan sudah ada di situ. Target: Anies. Sumber daya: senjata api. Risiko: perhitungan berat hukuman," ujar Reza.

Dia menyebut hanya perlu satu unsur lagi yang belum, yaitu insentif, agar bisa sempurna disebut sebagai rencana kejahatan terencana.

"Jadi, pengancam sudah hampir lengkap kalkulasi kejahatannya," kata penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu.

Menurut Reza, ada dua kemungkinan motif mengapa pengancam tidak menulis insentif yang ingin dia raih, yakni emosional maupun instrumental.

"Kemungkinannya, bukan emosional. Jika emosional adalah motifnya, untuk sebuah chat singkat di medsos, yang didahulukan pelaku dalam sebuah chat tunggal adalah meluapkan isi hati," terang Reza.

Indikasi kelima, semestinya ancaman ini tidak hanya dipandang sebagai serangan ke Anies. Hal yang sama patut disikapi sebagai tantangan terhadap polisi.

"Seberapa cepat dan ajeg polisi merespons, akan menentukan kuat lemahnya deterrence effect," kata Reza.

Dia mengatakan kelambanan polisi menangkap pelaku juga akan menunjukkan betapa pengamanan terhadap capres di ruang maya masih belum optimal.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar patroli dan pengawalan berbasis siber juga harus diperkuat.

"Secara kebetulan, ini selaras dengan sorotan Anies di panggung debat terkait keamanan siber. Terlebih, kalau capres saja bisa dengan mudahnya menjadi target ancaman pembunuhan, betapa rawannya posisi masyarakat biasa," tutur Reza Indragiri.(fat/jpnn.com)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler