Heboh Kapal Selam Nuklir Australia, Reaksi Prancis Lebih Keras dari Indonesia

Sabtu, 18 September 2021 – 23:00 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron memakai payung saat ia memberikan pidato di Palais du Pharo di Marseille, Prancis, Kamis (2/9/2021). Foto: Guillaume Horcajuelo/Pool via REUTERS/rwa/cfo

jpnn.com, PARIS - Seperti Indonesia, Prancis juga merespons negatif rencana Australia membangun armada kapal selam nuklir dengan dibantu Inggris dan Amerika. Namun, alasan kedua negara sangat berbeda. 

Prancis mengalami krisis diplomatik yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Amerika Serikat dan Australia pada Jumat (17/9) setelah menarik para duta besarnya dari kedua negara itu.

BACA JUGA: Australia Bangun Armada Kapal Selam Nuklir, Sikap Indonesia Tegas

Penarikan itu terkait kesepakatan keamanan trilateral yang berujung pada pembatalan kontrak kapal selam rancangan Prancis senilai USD 40 miliar (Rp 570 triliun).

Keputusan langka yang diambil oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron dibuat karena betapa serius masalah ini, kata Menteri Luar Negeri Jean-Yves Le Drian dalam sebuah pernyataan.

BACA JUGA: Kapal Selam China Sangat Kurang Ajar, Tak Menghormati Kedaulatan Jepang

Pada Kamis (16/9), Australia mengatakan akan membatalkan kesepakatan senilai UDS 40 miliar dengan perusahaan kontraktor pertahanan Prancis, Naval Group, untuk membangun armada kapal selam konvensional.

Sebagai gantinya, Australia akan membangun setidaknya delapan kapal selam bertenaga nuklir dengan teknologi buatan AS dan Inggris setelah ketiga negara membuat kemitraan keamanan.

BACA JUGA: Hadapi Tiongkok, Australia Bangun Armada Kapal Selam Nuklir dari Teknologi Rahasia Amerika

Prancis menyebut kesepakatan trilateral itu sebagai tindakan menusuk dari belakang.

Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan Amerika Serikat menyesali keputusan Prancis untuk menarik duta besarnya dan bahwa Washington telah berbicara dengan Prancis mengenai penarikan itu.

Pejabat tersebut mengatakan Amerika Serikat akan melakukan pembicaraan Prancis beberapa mendatang untuk menyelesaikan perbedaan pandangan.

Seorang juru bicara perdana menteri Australia menolak berkomentar tentang masalah ini.

Sebuah sumber diplomatik di Prancis mengatakan ini adalah pertama kalinya Paris menarik duta besarnya dengan cara seperti ini.

Pernyataan kementerian luar negeri itu tidak menyebutkan Inggris, tetapi sumber diplomatik mengatakan Prancis menganggap Inggris telah bergabung dengan kesepakatan itu secara oportunistik.

"Kami tidak perlu mengadakan konsultasi dengan duta besar (Inggris) kami untuk mengetahui apa yang harus dilakukan atau untuk menarik kesimpulan apa pun," tambah sumber itu.

Le Drian mengatakan kesepakatan itu tidak dapat diterima.

"Pengabaian proyek kapal selam dan pengumuman kemitraan baru dengan Amerika Serikat yang bertujuan meluncurkan studi baru untuk kemungkinan kerja sama propulsi nuklir di masa depan adalah perilaku yang tidak dapat diterima di antara sekutu," katanya dalam sebuah pernyataan pada Jumat.

"Konsekuensinya menyentuh konsep yang kita miliki tentang aliansi, kemitraan kita, dan pentingnya Indo-Pasifik bagi Eropa."

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Kamis mencoba menenangkan protes Prancis. Dia menyebut Prancis sebagai mitra penting di Indo-Pasifik.

Sementara itu, Indonesia menyayangkan langkah Australia lantaran menilai akan meningkatkan ketegangan di kawasan dan mendorong perlombaan senjata nuklir.

"Indonesia mendorong Australia untuk terus memenuhi kewajibannya untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan sesuai dengan Treaty of Amity and Cooperation," tulis pihak Kemenlu dalam pernyataannya, Jumat (17/9).

"Indonesia mendorong Australia dan pihak-pihak terkait lainnya untuk terus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan secara damai."

Dalam kaitan ini, Indonesia menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional termasuk Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan. (ant/dil/jpnn)

 

Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler