jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan mengomentari beberapa pemberitaan tentang pernikahan beda agama yang viral di media sosial.
Setelah heboh wanita berhijab menikahi pria beda agama di Semarang, baru-baru ini juga viral kejadian serupa di Jakarta.
BACA JUGA: Daerah Ini Minta Pusat Merekrut CPNS, karena Honorer & PPPK Membebani APBD
Yang terbaru adalah pernikahan beda agama antara staf khusus Presiden Joko Widodo, Ayu Kartika Dewi dengan Gerald Sebastian pada Jumat (18/3).
BACA JUGA: Ssst, Rapat Membahas Isu Penundaan Pemilu 2024 Dibatalkan, Alasannya? Oalah
Dalam pendapat hukumnya, Chandra mengutip Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal itu berbunyi perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
BACA JUGA: 4 Fakta Pernikahan Beda Agama Stafsus Presiden Jokowi, Nomor 3 Bikin Meleleh
"Sudah sangat jelas isi norma pasal tersebut. Oleh karena itu, siapa pun tidak boleh memaksa kehendak untuk menikah dengan perbedaan agama atau keyakinan," kata Chandra dalam keterangan yang diterima pada Minggu (20/3).
Menurut Chandra, masyarakat wajib menghormati ajaran suatu agama, misalnya, dalam hal agama Islam melarang pernikahan beda agama.
Siapa pun tidak boleh mencerca ajaran agama Islam terlebih lagi melakukan berbagai tuduhan.
"Seorang muslim saya kira tunduk dan patuh atas segala larangan yang diajarkan oleh agama Islam dalam hal larangan pernikahan beda agama," sebut ketua eksekutif BPH KSHUMI itu.
Terakhir, Chandra mengingatkan bahwa ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan diperkuat dengan fatwa MUI yang menyatakan pernikahan beda agama haram dan tidak sah.
Hal itu dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama.
"Juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi yang beberapa kali menerima judicial review terkait pernikahan beda agama, tetapi hingga kini tidak dikabulkan," kata Chandra. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam