jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Abdul Hakim Bafagih mengingatkan pemerintah untuk merespons kebijakan atas skandal pengaturan ranking Easy of Doing Business (EODB) oleh tim penyusun di bawah tanggung jawab World Bank.
“Indikator-indikator dalam EoDB sering kali diekspos pemerintah khususnya Menteri Investasi dan BKPM dalam rapat-rapat dengan Komisi VI. Indikator tersebut telah menjadi tolok ukur kinerja Pemerintah terutama kabinet ekonomi. Selama ini kami juga mengawal target-target EoDB tersebut. Eh, ternyata EoDB tidak kredibel,” kata Abdul Hakim Bafagih di Jakarta, Selasa (21/9/2021).
BACA JUGA: Matangkan Revisi UU Fidusia demi Dongkrak Posisi RI di EoDB
Heboh skandal tersebut, menurut Abdul Hakim, mengakibatkan laporan EoDB tahun 2018 dan 2020 yang telah diterbitkan dianggap tidak kredibel.
World Bank akhirnya memutuskan tidak melanjutkan proyek EoDB untuk tahun selanjutnya dan akan menyusun metode penilaian baru.
BACA JUGA: BSI Telah Sejajar dengan Bank Syariah Dunia
Abdul Hakim menjelaskan Easy of Doing Business (EoDB) merupakan ukuran kemudahan berinvestasi yang sejak lama telah digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan investor untuk berinvestasi di suatu negara.
“Celakanya, pemerintah Indonesia secara formal telah menjadikan EoDB menjadi acuan target dalam kebijakan investasi. Perumusan target ini pernah dicanangkan Jokowi pada tahun 2016 lalu saat Indonesia ada diperingkat 106. Tahun 2018, Indonesia melesat ke peringkat 73 dan pada tahun 2020 stagnan di posisi 73 dunia,” ujar politikus PAN ini.
BACA JUGA: Alih Kelola Blok Rokan, Momentum Wujudkan Kemandirian Energi
Dia mengatakan dalam UU Cipta Kerja yang baru-baru ini disahkan, EoDB diadopsi secara formal dalam pencapaian target ekonomi, khususnya dalam upaya peningkatan investasi.
Abdul Hakim Bafagih menyarankan pemerintah untuk segera merumuskan ulang target kinerjanya dengan ukuran lain yang lebih kredibel.
Dengan jatuhnya kredibilitas EoDB sekaligus berhentinya proyek penilaian untuk tahun ke depan, menurut Abdul Hakim, investor akan kehilangan acuan penilaian sehingga menimbulkan keraguan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi di Indonesia.
Hal tersebut dikhawatirkan akan memengaruhi kinerja pemerintah dalam mendorong pertumbuhan investasi, khususnya investasi langsung (direct investment).
“Dengan jatuhnya kredibilitas EoDB tersebut, DPR juga akan sulit mengawal dan mengawasi kinerja pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi karena selama ini indikator kinerja (key performance Indicator) yang dipakai selama ini sebagian besar merujuk pada indikator-indikator yang ada dalam EoDB,” ujar Abdul Hakim.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich