Matangkan Revisi UU Fidusia demi Dongkrak Posisi RI di EoDB

Jumat, 29 September 2017 – 16:59 WIB
Focus group discussion (FGD) yang digelar Direktorat Jenderal AHU Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka mematangkan naskah revisi UU Jaminan Fidusia.

jpnn.com, BOGOR - Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Sesditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Agus Nugroho Yusup mengharapkan kajian Rancangan Undang-Undang (UU) Jaminan Fidusia bisa selesai 2017 ini.  

Menurutnya, Ditjen AHU pada Senin lalu (25/9) telah menggelar focus group discussion (FGD) guna membahas rencana perubahan Undan-Undang Fidusia demi menaikkan peringkat Indonesia di Ease of Doing Business (EoDB) World Bank.

BACA JUGA: Dirjen AHU: Pengawasan Ketat atas Notaris demi Perlindungan

“Alasannya supaya hasil kajian tersebut dapat diajukan pada Badan Legislasi DPR dan masuk pada Program Legislasi Nasional tahun depan,” ucapnya, Jumat (29/9).

Direktur Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Dhahana Putra menjelaskan, ada tiga permasalahan dalam penyusunan RUU tentang Revisi UU Jaminan Fidusia. Yang pertama adalah permasalahan substansi terkait keinginan dan kebutuhan di masyarakat.

BACA JUGA: Bapas Bogor Genjot Deradikaliasi bagi Mantan WBP Terorisme

Permasalahan kedua adalah format kualitas penelitian/pengkajian. Yang ketiga adalah adanya ego sektoral untuk menjadikan naskah akademik naskah RUU Jaminan Fidusia menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Dhahana mengungkapkan bahwa dari ketiga permasalahan itu, banyak masyarakat tidak mengetahui secara jelas manfaat UU Fidusia. Padahal, prinsip dasar sebuah peraturan perundang-undangan yang baik itu adalah menyelesaikan permasalahan dan menjawab kebutuhan masyarakat. “Bukan justru menimbulkan sebuah masalah baru," ungkapnya.

BACA JUGA: Yasonna Imbau MPN Tingkatkan Pengawasan atas Notaris

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kemenkumham Risma Indriyani menambahkan, latar belakang perlunya perubahan atas UU Jaminan Fidusia karena terdapat berbagai kekurangan dalam regulasi itu. Di antaranya tentang pendaftaran fidusia dan penghapusan piutang.

Lebih lanjut Risma menjelaskan, hingga saat ini jaminan fidusia masih didominasi kendaraan bermotor saja.  Padahal,  jangkauan jaminan fidusia sangat luas dan dapat menyasar objek lainnya.

Adapun untuk perubahan dan penghapusan pada jaminan fidusia sering kali tidak dilaporkan penerima fidusia.  “Sehingga data pada kantor pendaftaran fidusia kerap tidak akurat,” tutur Risma.

Sedangkan menurut Direktur Perdata Ditjen AHU Daulat P. Silitonga, salah satu indikator EoDB adalah getting credit dan fidusia. Ditjen AHU pun sudah menyediakan layanan Fidusia Online untuk pendaftaraan, penerbitan surat keputusan (SK), pencarian data jaminan fidusia dan perbaikan sertifikat fidusia secara mandiri.

"Hal itu merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan peringkat Indonesia dalam EoDB," ujarnya.

Dia menambahkan, salah satu langkah strategis dalam reformasi birokrasi adalah pemanfaatan teknologi informasi sebagai sarana peningkatan kinerja sekaligus ukuran dalam standar pelayanan. Tujuan supaya data yang akurat, pelayanan cepat dan akuntabel bisa terwujud.

“Ditjen AHU sudah menerapkan sistem online dalam pendaftaran jaminan fidusia. Dan ini merupakan bentuk reformasi birokrasi di Ditjen AHU,” ucap Daulat.

Perwakilan World Bank Aria Suyudi berpendapat, memang terdapat urgensi untuk mengubah UU Jaminan Fidusie. Tujuannya adalah meningkatkan peringkat Indonesia dalam EoDB.(adv/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenkumham Utus Delegasi ke Ajang Diskusi HAM Internasional


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler