jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak menghapus mata pelajaran sejarah bagi siswa-siswi SMK, dan menjadikannya hanya sebagai mapel pilihan bagi murid SMA.
Hal itu diungkap Fadli Zon di akun @fadlizon di Twitter, Senin (21/9).
BACA JUGA: Indra Charismiadji Sebut Cara Nadiem Makarim Mirip Politikus
Fadli menjelaskan pemerintah melalui Kemendikbud berencana melakukan penyederhanaan kurikulum.
Menurutnya, dalam draf sosialiasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020, disebutkan salah satu bentuk penyederhanaan itu adalah rencana penghapusan mapel sejarah bagi siswa-siswi SMK, serta menjadikannya hanya sebagai mapel pilihan bagi murid SMA.
BACA JUGA: Heboh Penghapusan Pelajaran Sejarah, Nadiem: Kakek Saya Pejuang Kemerdekaan
Menurutnya, meskipun baru berupa wacana, munculnya rencana penghapusan mata pelajaran sejarah sangatlah tidak tepat.
Sebab, pendidikan sejarah merupakan instrumen pembentukan jati diri, identitas, serta memori kolektif sebagai bangsa.
BACA JUGA: Fakta Terbaru Kasus Pembunuhan dan Mutilasi, Mencengangkan, Bikin Merinding
“Sehingga, rencana penghapusan itu harus dibatalkan,” tegasnya.
Secara normatif, Fadli Zon menilai kebijakan ini sangat bertentangan dengan semangat dan tujuan pendidikan nasional.
Ia menjelaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
“Nilai-nilai itu sejatinya terangkum di dalam pendidikan sejarah. "Historia magistra vitae", sejarah adalah guru kehidupan,” ungkap mantan wakil ketua DPR itu.
Fadli Zon berharap Kemendikbud berhati-hati dalam merancang penyederhanaan kurikulum ini.
Di satu sisi, Fadli Zon melihat memang perlu mendukung penyederhanaan kurikulum agar tidak terlalu membebani siswa-siswa, selain juga agar lebih adaptif terhadap kondisi kekinian.
“Namun, di subyek mana penyederhanaan itu harus dilakukan, saya kira ini harus didiskusikan secara luas dan mendalam terlebih dahulu,” ujar ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen ini.
Menurutnya, soal strategis seperti penyederhanaan kurikulum ini memang tak sepantasnya didiskusikan diam-diam dan instan, tetapi semuanya harus dilakukan secara terbuka.
Fadli Zon menegaskan bahwa stakeholder pendidikan di Indonesia sangat banyak.
“Kita semua berkepentingan, mau dibawa ke mana pendidikan kita? Kita kan sebelumnya tak pernah mendengar Menteri Pendidikan membentuk tim penyederhanaan kurikulum, atau menggelar diskusi publik terkait persoalan itu. Kenapa kemudian tiba-tiba bisa beredar draf penyederhanaan kurikulum semacam itu?” kata Fadli Zon.
Ia senang karena Kemendikbud Nadiem Makarim sudah mengklarifikasi rencana penghapusan pelajaran sejarah tidaklah benar.
Menurut dia, Mendikbud Nadiem Makarim, bisa belajar dari pengalaman pembentukan Komisi Pembaruan Pendidikan yang dibentuk oleh Daoed Joesoef pada masa awal jabatannya sebagai Mendikbud pada 1978.
Adapun tugas komisi itu, pertama, untuk menyerap semua gagasan dan bahan mengenai pendidikan nasional dari berbagai pihak di tanah air, mulai dari masyarakat, penyelenggara pendidikan, birokrat pendidikan, para intelektual, hingga para profesional.
Kedua, sesudah menyerap semua itu, komisi ditugaskan untuk merumuskan apa yang seharusnya dirancang dan dilakukan oleh Kementerian Pendidikan terkait dengan pendidikan nasional.
Ketiga, rumusan itu harus diujipublikkan oleh komisi di mana komisi sesudahnya harus memperbaiki rumusannya sesuai tanggapan, kritik, dan masukan yang mereka peroleh dalam berbagai uji publik tadi.
Jadi, kata Fadli Zon, pekerjaan-pekerjaan penting semacam itu sejak awal memang harus dilakukan secara terbuka agar perkembangannya bisa diikuti masyarakat.
Sehingga, masyarakat tidak tiba-tiba disodori perubahan-perubahan drastis yang proses perumusan serta perdebatannya tak pernah mereka ikuti.
Dulu, lanjut Fadli Zon, Komisi Pembaruan Pendidikan diisi tokoh-tokoh terkemuka lintas bidang, seperti Sumitro Djojohadikusumo, Koentjaraningrat, Andi Hakim Nasution, T.O. Ihromi, Slamet Iman Santoso, dan Ki Suratman.
“Rekomendasi-rekomendasi mereka tak disikapi secara apriori oleh publik,” tegasnya.
Ia mengatakan, dalam berinovasi Mendikbud Nadiem perlu mengingat satu hal bahwa pendidikan yang diselenggarakan oleh kementeriannya adalah sebuah pendidikan nasional.
Pengajaran sejarah menjadi bagian dari kenasionalan itu. Jika pengajaran sejarah dihapus atau dipinggirkan, bagaimana kenasionalan Indonesia para peserta didik akan dibentuk?
Fadli Zon menjelaskan, memang setidaknya ada dua peran strategis pendidikkan sejarah.
Pertama, sebagai instrumen “transmission of culture”.
Pendidikan sejarah membentuk siswa untuk memiliki penghargaan yang tinggi terhadap ‘the glorious past’ bangsa.
"Membawa siswa untuk mampu menghargai karya bangsa di masa lampau, sekaligus memupuk rasa bangga sebagai bangsa,” kata dia.
Kedua, pendidikan sejarah mengajarkan esensialisme. Sebagai sebuah disipilin ilmu, sejarah tak hanya sebatas pendidikan pengetahuan sejarah.
Namun juga sebagai instrumen pengembangan kemampuan berpikir kronologis, analitis, dan kritis.
“Dengan kata lain, pengetahuan sejarah akan membantu siswa memecahkan permasalahan kekinian,” katanya.
Selain itu, Fadli Zon juga mau mengingatkan Mendikbud Nadiem bahwa sejarah bukan sekadar nama, tahun dan peristiwa masa lalu, tetapi “journey” atau perjalanan sebuah bangsa.
Menurutnya, mereka yang tidak memahami masa lalu, tidak akan pernah mengerti masa kini. Mereka yang tak paham masa kini, tidak akan bisa merancang masa depan.
“Jadi, saya berharap @Kemendikbud_RI tak gegabah dalam merancang penyederhanaan kurikulum,” pungkas Fadli Zon. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy