jpnn.com, SURABAYA - Tim Respatti Polrestabes Surabaya berhasil membubarkan lebih dari 30 anak yang diduga hendak tawuran di kawasan Demak, Bubutan tengah malam hingga dini hari kemarin (9/9). Empat bocah diamankan. Yang bikin ngeri, petugas menemukan tiga senjata tajam berupa pedang berkarat dan pisau yang dibawa bocah-bocah itu.
Katim Respatti Ipda Ardiyan Wahyudi menuturkan, lebih dari 30 anak yang hendak tawuran itu berasal dari kawasan Demak, Asemrowo, dan Tambak Mayor. Tak jelas yang menjadi pemicunya.
Para remaja yang rata-rata masih berusia 13-15 tahun itu awalnya mulai berkumpul di emperan sebuah toko di Jalan Demak No 185. Pada pukul 23.15, anak-anak yang berkumpul semakin banyak. Tak jauh dari titik kumpul tersebut, ada kelompok lain yang berkumpul. Rentang usianya juga sama. Tepatnya sekitar 100 meter di utara toko.
Terjadi adu mulut. Beberapa orang dari dua kelompok bocah itu maju. Tak lama kemudian, puluhan anak tersebut saling berteriak Bukan hendak memulai tawuran. Tapi, mulai berlari ke sana kemari mencari tempat aman. Rupanya, dari arah selatan Jalan Demak ada rombongan patroli tim respatti.
Tim respatti segera mengejar bocah-bocah yang lari tunggang-langgang itu. Terutama yang tampak berusia lebih tua. Mereka masuk ke sejumlah gang di kawasan Demak. Ada juga yang melarikan diri ke arah Demak. Kejadian berlangsung begitu cepat. "Dari beberapa pengejaran itu, kami amankan empat orang," kata Ardiyan.
Tim lainnya berusaha menyisir di sekitar lokasi kejadian. Tepat di depan toko di Jalan Demak No 185, petugas menemukan barang bukti. Yakni, tiga senjata tajam berupa pedang berkarat dan pisau penghabisan sepanjang 60 cm.
Polisi mengamankan MAD, ISA, MUS, dan SAT setelah terjadi aksi pengejaran selama 10 menit. Para pelajar usia SMP itu ketakutan saat dikeler polisi ke lokasi kejadian. Mereka diinterogasi. Petugas juga berusaha mengecek kepemilikan sejumlah senjata tajam (sajam) yang ditemukan. Bukannya mendapat jawaban, para bocah itu malah pura-pura menangis. Terutama MAD.
Petugas makin geram. Bripda Ika dan anggota polwan lainnya balik membentak. Mereka enggan menghadapi berbagai alasan para bocah itu. "Nangis-nangis maneh, drama iki," kata Ika.
MAD dan rekan-rekannya yang tertangkap mengaku tak tahu tentang rencana aksi tawuran tersebut. Mereka mengaku hanya ikut-ikutan. Termasuk soal temuan sajam. Lagi-lagi, mereka menggelengkan kepala sebagai tanda tidak tahu. Alhasil, keempat anak dan temuan sajam itu dibawa ke mapolrestabes. Orang tua mereka dipanggil untuk mendapatkan pembinaan.
Pada pukul 01.40, tim respatti kembali menangkap dua remaja. Kali ini di kawasan Tambak Mayor. Mereka masih terkait dengan rencana aksi tawuran di Demak. Petugas juga membubarkan gerombolan pemuda yang nongkrong di sekitar rel lintasan kereta api di area Demak. "Semuanya masih terkait tawuran. Untung, bisa digagalkan. Jadinya nggak ada korban," ungkap Ardiyan.
Melihat fenomena tersebut, sosiolog Unesa Agus M. Fauzi mengungkapkan, fenomena tawuran di kalangan anak muda sebenarnya sering ditemukan. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Namun, ciri-cirinya berbeda. Karena itu, kejadian tawuran di Kota Pahlawan dan Jakarta tak bisa disamakan.
Faktor pembeda itu adalah latar belakang kejadian. Di Jakarta latar belakangnya bisa banyak. Misal, gesekan dua geng sekolah atau geng motor hingga konflik horizontal antarkampung. Nah, di Surabaya, lanjut Agus, lebih pada penyaluran tenaga berlebih dan soal keberanian. "Anak-anak itu saling unjuk keberanian. Ingin diakui publik, tapi caranya keliru," ungkapnya. (mir/c6/ady)
BACA JUGA: Polisi Ultimatum Dalang Tawuran Berdarah Cepat Serahkan Diri
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ternyata Siswa SMA Muhammadiyah Slipi Tewas karena Tawuran
Redaktur : Tim Redaksi