Soal Penyerangan Mapolsek Ciracas

Hendardi: Kebiadaban yang Diperagakan Bukti Nyata Kegagalan Reformasi TNI

Minggu, 30 Agustus 2020 – 02:35 WIB
Ketua Setara Institute, Hendardi. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua SETARA Institute, Hendardi mengutuk keras terhadap pelaku penyerangan Mapolsek Ciracas pada Sabtu (29/8) dini hari. Sasaran penyerangan sekelompok pengacau, yang berdasar kronologi serta berbagai kesaksian masyarakat diduga diidentifikasi sebagai anggota TNI.

Seratus lebih orang dengan mengendarai sepeda motor membakar mobil, motor, dan menganiaya petugas yang sedang piket di Mapolsek. Sebelum menyerang Mapolsek Ciracas, gerombolan yang sama melakukan perusakan di Pasar Rebo.

BACA JUGA: Polsek Ciracas Diserang, Danpuspom: Tidak Akan Ada Satu Pun Pelaku Bisa Lolos

“Mereka menganiaya dan melukai warga sipil. Gerombolan juga melakukan razia, perusakan kendaraan disertai pemukulan terhadap warga pengguna jalan raya di Jalan Raya Bogor dari arah Cibubur sebelum Mapolsek,” kata Hendardi dalam keterangan persnya, Sabtu.

Lebih lanjut, Hendardi secara tegas menyatakan mengutuk keras tindakan brutal yang dipertontonkan sejumlah orang. Perilaku mereka merupakan kebiadaban terhadap aparat keamanan negara dan warga sipil.

BACA JUGA: Prada MI Berbohong, Ratusan Anggota TNI Serbu Mapolsek Ciracas, Oh Begitu Mudahnya

Menurutnya, tindakan melawan hukum dan main hakim sendiri yang dipertontonkan, jelas mengganggu tertib sosial dalam negara demokrasi dan negara hukum. Mereka juga merusak dan mengancam keselamatan masyarakat, utamanya warga sipil.

“Jika benar oknum TNI terlibat dalam peragaan kekerasan ini, maka berulangnya peristiwa kekerasan yang diperagakan oleh sejumlah oknum TNI salah satunya disebabkan karena TNI terlalu lama menikmati keistimewaan dan kemewahan (previlege) hukum karena anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum,” tegas Hendardi.

BACA JUGA: Airlangga Diminta Tetapkan Yakobus Britai Jadi Calon Bupati Mamberamo Raya

Menurut Hendardi, reformasi TNI juga tampak hanya bergerak di sebagian aras struktural tetapi tidak menyentuh dimensi kultural dan perilaku anggota. Kemandekan reformasi TNI, telah menjadikan anggota TNI immun dan terus merasa supreme menjadi warga negara kelas 1.

“Kebiadaban yang diperagakan pada 28/8/2020 telah menggambarkan secara nyata kegagalan reformasi TNI,” tegas Hendardi.

Previlege dan immunitas yang sama juga akan terjadi ketika TNI melalui Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme jadi disahkan oleh Presiden Jokowi.

Tidak bisa dibayangkan, atas nama memberantas terorisme, kebiadaban dan unprofessional conduct seperti diperagakan dalam peristiwa terbaru ini akan menjadi pemandangan rutin dan dianggap benar oleh peraturan perundang-undangan. Performa penanganan tindak pidana terorisme akan bergeser menjadi peragaan anarkisme kelompok yang dilegitimasi hukum tanpa mekanisme akuntabilitas yang adil.

“Tidak ada pilihan lain bagi aparat hukum untuk mengusut tuntas kekerasan dan kebiadaan 28/8 itu, termasuk kemungkinan meminta pertanggungjawaban oknum TNI jika terlibat. Tidak boleh muncul kesan dari institusi dan pihak manapun untuk memaklumi apalagi melindungi perilaku biadab yang dipertontonkan secara terbuka tersebut. Rule of law harus menjadi panglima untuk mewujudkan tertib hukum dan tertib sosial,” tegas Hendardi.

Menurut Hendardi, Presiden Jokowi dituntut untuk kembali mendorong gerbong reformasi TNI yang menunjukkan arus balik, termasuk membatalkan rencana pengesahan RPerpres Tugas TNI dalam Menangani Aksi Terorisme dan memprakarsai revisi UU 31/1997 tentang Peradilan Militer dengan agenda utama memastikan kesetaraan di muka hukum.

“Bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum, sebagaimana umumnya anggota masyarakat lain,” katanya.(fri/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler