TIMIKA – Komisi C DPRD Mimika yang membidangi infrastruktur, Selasa (17/4) melakukan tatap muka dengan para pengusaha kecil dan menengah, yang tergabung dalam wadah organisasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Asosiasi di Kabupaten Mimika.
Pertemuan yang berlangsung di Ruang Sidang DPRD Mimika tersebut guna membahas beberapa aspirasi, diantaranya berkaitan dengan pelaksanaan proyek-proyek di Kabupaten Mimika yang dinilai kurang melibatkan putra asli Papua. Salah satu aspirasi yang disampaikan pengusaha kecil dan menengah adalah permintaan untuk menghentikan kebiasaan upeti sebesar 10 persen.
Pertemuan tersebut juga dihadiri anggota Komisi B DPRD Mimika, H. M. Darwis, dan Anggota Komisi A DPRD Mimika, Fandanita Silimang, SH MH. Sementara dari kalangan pengusaha, hadir Wakil Ketua Kadin Herry D. Warbabkay, Kelly Klemen (Ketua Ardin), C Modouw (Kadin), Alex Wanimbo (Ardin), Hendrik Mayau.
Seperti dikemukakan Herry D. Warbabkay, pihaknya meminta adanya keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha menengah dan kecil, karena pengusaha kecil merupakan asset daerah. Lebih daripada itu, pengusaha kecil pada umumnya didominasi oleh pengusaha putra asli Papua.
Herry Warbabkay mengatakan, berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Kadin), UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua, dan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pihak asosiasi di hadapan DPRD menyampaikan ada indikasi terjadi pelanggaran dan penyelewengan oleh Pemda.
Salah satunya, kata dia, adalah Kadin sebagai mitra pemerintah tidak dilibatkan dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan program pemerintah. Untuk itu pihaknya menekankan kepada DPRD agar pelelangan proyek dilaksanakan secara terbuka dan harus sepengetahuan Kadin. Selain itu meminta program dari dana Otsus dikelola oleh putra daerah.
Pemerintah daerah juga diminta menjalin kerjasama dengan Kadin dalam rangka mengelola potensi-potensi unggulan daerah. “Pemerintah daerah harus membuka diri dan memberikan kesempatan kerja dalam proyek pemerintah yang transparan bagi pengusaha putra daerah, menengah maupun kecil, secara adil,” paparnya.
Disampaikan pula oleh Herry Warbabkay bahwa setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki tanggung jawab moral untuk membina para pengusaha kecil terutama putra daerah. Menurutnya, begitu juga para pengusaha besar, tidak boleh membuka ruang “budaya” memberi upeti 10 persen kepada pimpinan SKPD dalam rangka mendapatkan proyek, sehingga memicu timbulnya rekayasa pelelangan. Kata dia, pengusaha besar wajib membuka kemitraan dengan pengusaha kecil, yang bisa disubkontrakkan.
“Kami juga meminta DPRD dan Pemerintah untuk membuat suatu regulasi yang jelas tentang keterlibatan isteri atau saudara pejabat dalam mengerjakan proyek yang didanai oleh APBD karena dapat berpotensi KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme),” tegasnya.
Beberapa aspirasi lainnya telah diserahkan oleh pihak asosiasi kepada dewan. Pihak asosiasi meminta dewan bisa menindaklanjuti aspirasi tersebut, karena dinilai sangat penting. Anggota dewan yang menerima aspirasi tersebut menyampaikan akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan membuat suatu pertemuan yang melibatkan para kepala SKPD dan ketua DPRD, sehingga aspirasi ini dapat dibahas di tingkat dewan secara umum.
Anggota dewan berpendapat, memang perlu ada aturan mengenai pemberdayaan masyarakat asli Papua, dengan mengacu pada UU Otsus. Disampaikan anggota dewan, memang pada dasarnya di Kabupaten Mimika ini agak sulit, karena segala sesuatu mungkin saja terjadi tergantung kedekatan. Oleh sebab itu dibutuhkan terobosan yang besar dengan kekuatan yang besar pula untuk masalah ini. (jet)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sakit, Tiga Peserta UN di Ciamis Mundur
Redaktur : Tim Redaksi