jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyatakan wacana Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyeret perbankan yang tergabung dalam Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) sebagai penyangga likuiditas bank sistemik mengindikasikan lemahnya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebab, kata politikus Gerindra ini, sejatinya perbankan Himbara adalah objek kebijakan. Nah, bila bank-bank pelat merah itu diseret masuk ke dalam ranah regulator KSSK khususnya terkait perbankan, hal itu sudah di luar kewajaran.
"Ini memberikan indikasi tidak bekerjanya fungsi pengawasan, pengaturan dan perlindungan yang dilakukan oleh OJK. Tampaknya bisikan OJK terlalu manis ke Presiden, sehingga tidak berlebihan kalau fungsi OJK dilebur kembali ke Bank Indonesia," kata Heri pada Kamis malam (7/5).
Dia menjelaskan bahwa Bank Indonesia (BI) berencana memangkas Giro Wajib Minimum (GWM) kepada bank-bank yang melakukan Repurchase Agreement (Repo). Adapun repo tersebut dilakukan perbankan untuk merelaksasi kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di tengah pandemi virus corona.
Bank Indonesia sebelumnya telah menurunkan GWM rupiah sebesar 50 bps pada Januari, 50 bps pada April, dan 200 bps pada Mei 2020. Dengan demikian, saat ini GWM rupiah menjadi 3,50 persen dari himpunan dana bank
Selama 2020, kata politikus yang beken disapa dengan panggilan Hergun ini, BI telah melakukan pelonggaran kuantitatif senilai Rp155 triliun melalui penurunan kewajiban GWM guna memperkuat manajemen likuiditas perbankan dan ikut menaikkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM).
Kenaikan PLM itu wajib dipenuhi melalui pembelian SUN atau SBSN yang akan diterbitkan oleh pemerintah di pasar perdana. Hanya saja teradapat kendala dalam pelaksanaannya lantaran faktanya, banyak perbankan dalam kesulitan likuiditas.
"Langkah itu baik, tetapi yang menjadi pertanyaan uangnya hanya numpang lewat saja, karena beberapa perbankan diperkirakan masih kesulitan likuiditas dan sudah tidak memiliki secondary reserve dalam bentuk SBN lagi. Sehingga enggak nyambung antara kebijakan dan regulasi," jelas wakil ketua Fraksi Gerindra ini.
Melihat kondisi terkini terkait Stabilitas Sistem Keuangan, kata Hergun, jika perbankan Himbara tetap dipaksakan dan harus menjadi bank penyangga likuiditas bank sistemik di tengah pandemi Covid-19., maka harus ada aturan dan peraturan yang jelas.
Begerapa aturan itu di antaranya terkait sumber pendanaan harus dari penempatan pemerintah (bukan dari DPK bank Himbara). Kemudian, porsi penempatan dana ke Himbara harus lebih besar dibanding ke yang swasta.
"Sifat dari dana talangan ini adalah chanelling (penerusan), sehingga bila Banknya gagal, bukan menjadi kerugian bank Himbara. Terakhir, sebaiknya direksi diberi perlindungan hukum dalam menjalankan fungsi sebagai pengelola penyangga likuiditas tersebut," tandas politikus asal Sukabumi ini.(fat/jpnn)
BACA JUGA: Hergun: Penundaan Cicilan Kredit tak Seindah Bisikan OJK ke Presiden
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam