Hidup dengan Tempurung Kepala dari Titanium

Kamis, 06 November 2014 – 18:01 WIB
TUNGGU KESEMBUHAN: Yohanes Soeharsono bersama keluarga ketika dirawat di Yokohama. Foto: Shierly Soeharsono for Jawa Pos

jpnn.com - Perjalanan bisnis Yohanes Soeharsono ke Yokohama setahun silam, bisa jadi, pelesir terakhirnya. Karena dirampok, lelaki 37 tahun itu sudah setahun terakhir hanya bisa tergolek di ranjang. Dia lumpuh total.

Laporan Thoriq S.K., Surabaya

BACA JUGA: Maklumi Wisata Seks, Targetkan Tiga Besar Dunia

IVONNE Soeharsono sudah pasti tidak pernah membayangkan kondisi anak ketiganya, Yohanes Soeharsono, seperti saat ini. Sejak kecil, banyak harapan yang ditumpukan kepadanya. Namun, harapan itu entah kapan terwujud. Sebab, kini Yohanes hanya terbujur di kamar dengan perawatan intensif.

Tubuh Yohan, sapaan Yohanes, tidak bisa digerakkan. Mulai tangan, kaki, hingga organ lainnya. Hanya mata Yohan yang masih bisa terbuka dan melihat orang di sekelilingnya. Sesekali keluar air mata dari indra tersebut. Itulah yang membuat Ivonne kerap menangis. ’’Saya bisa merasa apa yang dirasakan Yohan, tapi kami tidak bisa berbuat banyak,’’ katanya.

BACA JUGA: M. Adlan Ciptakan Pedia, Aplikasi Kalkulator Kesehatan Multiguna

Ivonne dan ketiga anaknya yang lain hanya bisa mencurahkan kasih sayang yang mendalam. Mereka merawat Yohan dan membuatnya merasa nyaman. Tujuan mereka, kesedihan Yohan terkikis meski tubuhnya tidak bisa digerakkan.

Keseharian Yohan bergantung kepada mereka. Yakni, Ivonne sang bunda dan ketiga saudaranya: Imelia Soeharsono, Shierly Soeharsono, dan Yuseph Soeharsono. Yohan harus makan dengan trakealkanyl, semacam slang yang menembus leher. ’’Namun, kami rawat seutuhnya dan sebaik mungkin,’’ ujar Ivonne.

BACA JUGA: Modal Habis Rp 30 Juta, Karya Tak Laku-Laku

Misalnya, kemarin siang Ivonne didampingi Imelia, putri sulungnya, untuk menunggui Yohan. Pagi itu, tatapan mata Yohan terlihat cerah. Bisa jadi dia memahami sedang ditunggui sang kakak. Namun, rasa bahagia tersebut tidak bisa diucapkan.

Di bagian kepala, terlihat garis panjang. Bentuknya menyilang. Ada beberapa titik bekas jahitan di kepala tersebut. Maklum saja, Yohan tiga kali menjalani operasi tempurung kepala.

Kondisi kamar juga diupayakan tetap bersih. Siapa pun yang hendak masuk harus steril. Khawatir ada bakteri yang akan mengganggu kesehatannya. Selain itu, beberapa alat kesehatan siaga. Di antaranya, trakealkanyl yang selalu terpasang.

Imelia mengaku kerap tidak sampai hati melihat kondisi adik lelakinya itu. Dahulu Yohan dikenal sebagai pemuda yang memiliki tanggung jawab. Semangat dia bekerja menginspirasi kakak dan adiknya. Tepatnya, ketika dia masih berusia 35 tahun. ’’Dia membuka dan menjalankan usaha sendiri,’’ ujar Imelia.

Usaha jual beli aneka produk lem dan cat itu ditekuni Yohan. Setiap produk yang dia tawarkan kepada pelanggan selalu berkualitas. Kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama. Wajar, pelayanan tersebut membuat Yohan disegani rekan-rekannya.

Hingga suatu hari, ada produk yang kualitasnya tidak maksimal. Imelia menyebut merek produk lem yang dianggap bermasalah itu. Yohan meyakini bukan produknya yang jelek, tapi cara menggunakannya kurang tepat. Dia mencari referensi penggunaan lem itu agar bisa dirasakan manfaatnya.

Kebetulan, lem itu diproduksi di Jepang. Muncullah niat Yohan untuk mengunjungi Negeri Sakura itu. Dia ingin bertanya kepada produsennya langsung tentang cara menggunakan lem tersebut.

Agustus 2013 Yohan berangkat ke Yokohama, Jepang. Niat baik itu bertujuan untuk memuaskan pelanggan. Sayang, nasibnya tidak berujung baik. Petaka menimpanya pada 18 Agustus di salah satu sudut Kota Yokohama. Pria lajang tersebut dihadang perampok. Kepalanya dipukul hingga tidak sadarkan diri. ’’Informasi kejadian itu kami dengar dari kepolisian Jepang,’’ kata Imelia.

Pertolongan pertama dilakukan polisi. Yohan dirawat intensif di National Center for Global Health and Medicine. Menurut cerita salah seorang perawat, sambung Imelia, kondisi Yohan sangat mengenaskan. ’’Darah terus mengucur dari kepalanya,’’ ungkap Imelia.

Pertolongan pertama langsung dilakukan di rumah sakit tersebut. Kepala bagian kanan dioperasi. Darah beku bisa disedot. Harapannya, setelah operasi, darah tidak lagi mengucur. Tapi, kenyataan tidak begitu. Darah tetap merembes.

Dokter pun memutuskan operasi ulang di kepala bagian kiri Yohan. Tapi, hasilnya tetap belum terlihat. Perawatan terus berlangsung. Selama dua bulan menjalani pemeriksaan dan operasi itu, Yohan didampingi Ivonne dan Shierly yang menyusul ke Yokohama.

Namun, belum ada perkembangan sama sekali. Yohan tetap tidak sadarkan diri. Darah juga masih merembes meski tidak sederas sebelumnya. Akhirnya, dokter mengambil keputusan mengganti tempurung kepala Yohan dengan titanium. Keputusan itu diiyakan keluarga. Operasi dilaksanakan dan secara resmi tempurung kepala Yohan bukan asli lagi.

’’Kami terus berusaha. Keputusan akhir seperti itu,’’ ujar Imelia. Selesai operasi, dokter rumah sakit menjelaskan, hampir 80 persen saraf motorik Yohan rusak. Akibatnya, Yohan lumpuh. ’’Kami sempat shock. Dokter hanya bisa menyelamatkan nyawanya, tapi tidak mampu mengembalikan seperti semula,’’ imbuh Imel.

Dua bulan perawatan intensif ditambah dua bulan perawatan reguler dirasa cukup oleh Ivonne. Dengan dibantu Kedutaan Besar Republik Indonesia, Yohan pun dibawa pulang ke Indonesia.

Selama di Indonesia, tubuh Yohan masih belum stabil. Darah memang tidak lagi merembes. Namun, suhu tubuhnya turun naik. Apalagi saat turun dari pesawat pada Desember lalu, tubuhnya kejang-kejang. ’’Kami terpaksa melarikan ke RS Pantai Indah Kapuk untuk mendapat pertolongan,’’ ucap Imelia.

Empat hari di rumah sakit, kondisi mulai normal. Lalu, Yohan dibawa ke Surabaya dan masuk ke RS Bedah Surabaya. Di rumah sakit tersebut, Yohan mendapatkan perawatan. Namun, semua dokter menyatakan tidak sanggup.

Karena tidak ada perubahan, Ivonne membawa Yohan pulang ke rumah. Sejak saat itu, Yohan dirawat sendiri sambil menjalani terapi. Keluarga terus berusaha mencari pengobatan alternatif untuk mengembalikan Yohan seperti semula; sosok yang energik, ramah, dan suka bergaul.

’’Kami sangat menantikan informasi dari siapa pun,’’ katanya. Jika memang ada teknologi atau cara pengobatan yang menjamin kembalinya Yohan, Ivonne ingin mencobanya. Dia meyakini anak laki-lakinya itu bisa sembuh seperti semula. ’’Tapi kapan, kami akan terus berusaha,’’ imbuh dia. Semoga lekas sembuh, Yohanes... (*/c6/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhammad Adi Panuntun, Juara Dunia Video Mapping


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler