jpnn.com - Hijab menjadi isu politik yang paling panas di India dalam beberapa hari terakhir.
Hal ini dipicu oleh keputusan di negara bagian Karnataka yang melarang pemakaian hijab untuk seragam anak-anak sekolah. Keputusan pemerintah regional itu membawa imbas secara nasional. Suhu politik India memanas karena isu ini.
BACA JUGA: India Menutup Sejumlah Sekolah Setelah Unjuk Rasa Menentang Larangan Hijab
Suhu politik yang memanas dikhawatirkan akan membawa dampak konflik kekerasan yang terbuka. India yang berpenduduk 1,4 miliar orang mempunyai 200 juta muslim, atau sekitar 15 persen. Hubungan dua agama itu tidak pernah benar-benar harmonis di India.
Konflik agama antara Hindu dan Islam menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah India. Sejak merdeka pada 1947 konflik bermotif agama terjadi berulang kali sampai akhirnya memecah negara muda itu menjadi dua negara India dan Pakistan.
BACA JUGA: Lepas Hijab dan Pamer Bahu Mulus, Medina Zein: Inilah Aku Sekarang
India menjadi negara dengan mayoritas Hindu, dan Pakistan memisahkan diri untuk menjadi negara bagi mayoritas muslim pada 1947 itu juga. Tidak cukup hanya dengan saling memisahkan diri, kedua negara pun terlibat perang memperebutkan Kashmir sejak 1948. Sekarang Kashmir menjadi wilayah yang terbelah, separuh ikut India setengah ikut Pakistan.
Sampai sekarang konflik kekerasan tidak pernah benar-benar tuntas di Kashmir. Wilayah ini berpenduduk mayoritas muslim, tetapi secara geografis berada di wilayah India.
BACA JUGA: Larangan Hijab Picu Kemarahan, Begini Respons Pemerintah di India
Kashmir adalah wilayah yang sangat indah dengan bukit-bukit yang bersalju di musim dingin. Kashmir dijukuki sebagai sepotong surga di bumi. Namun, konflik agama yang tidak kunjung berakhir membuat surga itu berubah menjadi neraka dunia.
Pakistan pun tidak bisa mempertahankan keutuhan wilayahnya sendiri. Kelompok pejuang di Bengal Timur menuntut kemerdekaannya sendiri bebas dari Pakistan. Maka pada 1971 Bengal Timur berpisah dari Pakistan menjadi negara Bangladesh.
Situasi panas di India sekarang dipicu oleh aturan seragam sekolah yang dianggap diskriminatif terhadap orang Islam. Ratusan mahasiswa dan siswa di negara bagian Karnataka melakukan aksi protes terhadap larangan memakai hijab ini. Aksi berlangsung panas dan para mahasiswa mendesak aturan itu dicabut.
Sejumlah sekolah di Karnataka melarang siswanya yang berhijab untuk mengikuti kelas. Hal ini mengacu pada perintah pemerintah daerah untuk aturan seragam yang ditetapkan kementerian pendidikan. Pihak sekolah mengeklaim bahwa larangan hijab sesuai dengan peraturan menteri pendidikan.
"Kami akan terus berunjuk rasa sampai pemerintah berhenti menghina mahasiswa. Kami ingin hak-hak dasar kami kembali. Anda tidak dapat mengambil hak kami," begitu teriak Tasmeen Sultana, salah satu pengunjuk rasa.
Ada sekitar 12 persen populasi muslim di Karnataka. Pemerintah negara bagian ini diperintah oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP) di bawah Perdana Menteri Narendra Modi yang dikenal sebagai nasionalis Hindu radikal.
Beberapa kebijakan Modi dianggap diskriminatif sehingga menimbulkan protes dan kerusuhan di berbagai wilayah India.
Kali ini pun Modi dengan tegas membela pemerintah daerah untuk menerapkan larangan berhijab. Partai oposisi dan kritikus menuduh pemerintah BJP di tingkat federal dan negara bagian mendiskriminasikan populasi muslim minoritas. Modi bergeming dan mempertahankan kebijakannya.
Kontroversi hijab ini menyebar memicu aksi unjuk rasa di berbagai daerah di India, seperti di Madhya Pradesh dan Puducherry. Unjuk rasa baik yang mendukung maupun yang menentang terjadi di beberapa kota saat ini, dari Mumbai hingga Hyderabad.
Sekitar 80 persen penduduk India memeluk Hindu. Setelah pemisahan India-Pakistan pada 1947, sepuluh juta warga Hindu dan Sikh terpaksa keluar dari Pakistan, dan tujuh juta muslim harus pindah dari India.
Namun, masih banyak penduduk beragama Islam yang enggan pindah ke Pakistan. Begitu pula sebaliknya.
Ketika Pakistan didirikan untuk mewadahi umat Islam dalam rangka kemerdekaan India, jutaan muslim beremigrasi. Sejak itu, mereka yang tetap bertahan di India dan diperlakukan berbeda oleh orang-orang Hindu.
Benih ketidakpercayaan dan kecurigaan diperkuat oleh fakta bahwa kaum muslim memiliki sistem masyarakat yang tidak dapat disesuaikan dengan sistem kasta umat Hindu. Dengan cara ini, kedua kelompok agama hidup berdampingan, tetapi dengan persepsi berbeda.
Perselisihan antara dua kelompok masyarakat ini beberapa kali meletup dan memicu kerusuhan. Pada 1984, sekitar 3000 orang dari kelompok Sikh tewas dalam huru-hara yang dipicu oleh pembunuhan perdana menteri Indira Gandhi, yang dilakukan oleh dua pengawalnya yang berasal dari kelompok Sikh.
Pada Desember 1992 ribuan kelompok Hindu garis keras menyerbu sebuah masjid di Ayodhya di utara India. Masjid ini diyakini berdiri di atas situs kuil Dewa Rama. Masyarakat Hindu radikal ingin menghancurkan masjid dan mendirikan kuil di atasnya.
Bagi nasionalis Hindu, masjid abad ke-16 ini melambangkan dominasi muslim atas tanah mereka.
India adalah tempat kelahiran Hindu, sekitar 2.500 tahun yang lalu. Islam pertama kali datang ke Asia Selatan sekitar abad ke-12, dan sebagian besar wilayahnya berada di bawah kekuasaan kerajaan Muslim Mogul pada saat masjid ini dibangun.
Kelompok nasionalis Hindu berkeras Dinasti Mogul menghancurkan kuil Hindu yang diyakini menjadi tempat kelahiran Dewa Rama untuk membangun masjid. Ratusan orang tewas dalam kekerasan yang kemudian terjadi di seluruh penjuru negeri akibat kejadian tersebut.
Satu dekade kemudian, seribu orang, yang kebanyakan muslim, menjadi korban dalam kerusuhan yang dipicu dari sekelompok orang yang membakar kereta penuh dengan aktivis Hindu di Gujarat.
Kerusuhan antara dua kelompok agama yang lagi-lagi terjadi tidak hanya dipenuhi dengan kisah korban pengeroyokan, tetapi juga soal penduduk beragama Hindu yang ikut membantu penduduk muslim menghindari kepungan kelompok garis keras.
Mohamad Chotu, yang bersembunyi setelah menyaksikan saudaranya ditembak mati oleh para perusuh, bertahan hidup bersama istri dan kelima anaknya setelah seorang penganut Hindu menyembunyikannya di rumahnya.
India melahirkan dua tokoh kelas dunia, Mahatma Gandhi dan Muhammad Iqbal yang diakui sebagai pemikir politik paling terkemuka di Asia dan pemikirannya berpengaruh ke seluruh dunia. Gandhi berlatar belakang Hindu dan Iqbal muslim.
Iqbal seorang filsuf dan penyair, menjadi pejuang anti-penjajahan Inggris. Sebagai pemikir muslim Iqbal memperjuangkan kebangkitan peradaban Islam dengan mengadopsi ilmu pengetahuan Barat tanpa harus mengadopsi budaya barat, terutama kapitalisme dan imperialisme.
Mahatma Gandhi memperjuangkan kemerdekaan India dari penjajahan Inggris dengan gerakan damai, satyagraha, swadesi, dan hartal untuk membangun kemandirian dari kolonialisme Inggris. Pemberontakan sosial yang bersifat damai ini akhirnya mampu memaksa Inggris untuk memberikan kemerdekaan kepada India.
Pemberontakan intelektual Iqbal menumbuhkan nasionalisme India, terutama di kalangan muslim. Iqbal memperjuangkan negara Islam Pakistan yang terpisah dari India dan merdeka dari Inggris, karena umat Islam perlu mempunyai negara sendiri untuk mengurus kesejahteraan umat Islam.
Pakistan merdeka pada 1947, tetapi Iqbal sudah terlebih dahulu meninggal pada 1938 sehingga tidak bisa melihat negara Pakistan medeka sebagaimana yang diperjuangkannya.
Sedangkan Mahatma Gandhi meninggal pada 1948 hanya setahun setelah India merdeka. Gandhi ditembak mati oleh seorang ekstremis Hindu yang menganggap Gandi terlalu lunak menghadapi pemisahan Pakistan.
Iqbal memperjuangkan negara muslim yang berdiri di atas pondasi peradaban Islam dan memadukannya dengan sistem demokrasi Barat modern. Mahatma Gandhi seorang penganut Hindu yang sangat toleran bisa memahami dan menerima pemikiran Iqbal.
Namun, di antara mereka muncul orang-orang nasionalis fanatik yang tidak mengenal toleransi. Indonesia bisa belajar banyak dari India. (*)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror