"Sah-sah saja kalau mengganti Red Cross dengan Sabit Merah. Hanya saja, penggantian simbol PMI harus memperhatikan dampaknya di masyarakat. Apakah lebih banyak benefitnya atau justru costnya," ungkap Hikmahanto saat memberikan masukan dalam pembahasan RUU Kepalangmerahan di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Senin (15/10).
Dia menyarankan, dalam pergantian simbol PMI harus memperhatikan tiga hal. Pertama, lambang mana yang telah digunakan dan dikenal masyarakat. Kedua, tidak perlu dikaitkan dengan simbol agama tertentu, dan terakhir harus dipikirkan ketika Indonesia berpartisipasi dalam konflik di luar indonesia.
"Kalau Red Cross diganti Sabit Merah, berarti ada cost yang ditimbulkan. Sebab untuk sosialisasi butuh anggarannya banyak. Karena itu menurut saya, sebaiknya memilih simbol yang populer agar tidak perlu sosialisasi lagi," ujarnya.
Terkait RUU Kepalangmerahan, jelas Hikmahanto, ada dua yang perlu dipahami. Yaitu ada lembaga dan penggunaan dari simbol. Simbol Red Cross tidak harus dipakai oleh PMI. Saat perang pun bisa dipakai simbol Red Cross. Sedangkan lembaga (PMI), tugasnya tidak hanya menangani saat perang tapi juga misi damai.
"Jadi kalau pemerintah dan DPR berkeinginan mengganti simbolnya, no problem. Namun, misi lembaganya bukan hanya urusan darah saja tapi juga kemanusiaan," tandasnya.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri-KPK Gelar Perkara Kasus Simulator
Redaktur : Tim Redaksi