LIWA - Empat pekon (desa) di Kecamatan Bengkunatbelimbing, Lampung Barat, merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Kondisi ini kerapkali menimbulkan konflik antara gajah dan manusia.
Keempat pekon itu salah satunya Wayharu. Kawasan yang sebelumnya masuk wilayah pengekahan (enclave) pada 1938 dari kolonial Belanda. Selain itu, berbatasan dengan TNBBS yang juga bersinggungan langsung dengan ratusan hektare (ha) lahan pertanian dan perkebunan penduduk di empat pekon. Di mana, merupakan lokasi konflik gajah versus manusia masih kerap terjadi hingga kini dan menjadi kekhawatiran masyarakat setempat.
Peratin Pekon Wayharu Suprin Mardani mengatakan, masyarakat yang ada di pekonnya serta Pekon Waytiyas, Bandardalam, dan Siringgading sebagian besar petani dan pekebun. Dengan demikian, tanaman masyarakat tersebut menjadi sasaran kawanan gajah liar yang datang dari hutan TNBBS untuk mencari makan.
’’Kelompok hewan tersebut lebih memilih tanaman pertanian penduduk. Sebab, tersedia untuk dikonsumsi dalam jumlah besar dibandingkan dengan mencari pakan di hutan TNBBS. Makanya, di wilayah ini telah terjadi beberapa kali konflik antara gajah dan manusia, walau pihak dari TNBBS kerap melakukan patroli dan pengusiran gajah tersebut,’’ katanya.
Menurut dia, konflik itu jelas menimbulkan kerugian besar bagi petani karena kawanan gajah merusak tanaman perkebunan dan pertanian warga. Sementara tanaman itu tumpuan pendapatan dan kesejahteraan penduduk.
Yang terjadi selama ini karena kawanan gajah berkali-kali keluar-masuk kawasan hutan. Selain itu, kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan perkebunan penduduk ini juga menjadi kekhawatiran masyarakat empat pekon.
’’Kita berharap pihak terkait agar dapat melakukan pencegahan konflik itu yang kerap terjadi di wilayah ini. Hal itu juga masyarakat akan saling membantu dalam meredakan konflik antara gajah dan manusia,’’ ucapnya.
Salah satu upaya paling efektif meredam konflik memang seperti adanya perubahan pola tanam petani. Artinya yang dekat dengan TNBBS. Namun sangat sulit dilakukan. Memang keberadaan tanaman pertanian tidak mustahil selalu menjadi sasaran kawanan gajah liar. Petani di daerah ini masih mengandalkan tanaman semusim untuk meningkatkan pendapatan. Seperti, jagung, padi, umbi-umbian, dan sayuran. ’’Kita berharap ke depan tidak lagi terjadi konflik,’’ pungkasnya. (gyp/c3/adi)
Keempat pekon itu salah satunya Wayharu. Kawasan yang sebelumnya masuk wilayah pengekahan (enclave) pada 1938 dari kolonial Belanda. Selain itu, berbatasan dengan TNBBS yang juga bersinggungan langsung dengan ratusan hektare (ha) lahan pertanian dan perkebunan penduduk di empat pekon. Di mana, merupakan lokasi konflik gajah versus manusia masih kerap terjadi hingga kini dan menjadi kekhawatiran masyarakat setempat.
Peratin Pekon Wayharu Suprin Mardani mengatakan, masyarakat yang ada di pekonnya serta Pekon Waytiyas, Bandardalam, dan Siringgading sebagian besar petani dan pekebun. Dengan demikian, tanaman masyarakat tersebut menjadi sasaran kawanan gajah liar yang datang dari hutan TNBBS untuk mencari makan.
’’Kelompok hewan tersebut lebih memilih tanaman pertanian penduduk. Sebab, tersedia untuk dikonsumsi dalam jumlah besar dibandingkan dengan mencari pakan di hutan TNBBS. Makanya, di wilayah ini telah terjadi beberapa kali konflik antara gajah dan manusia, walau pihak dari TNBBS kerap melakukan patroli dan pengusiran gajah tersebut,’’ katanya.
Menurut dia, konflik itu jelas menimbulkan kerugian besar bagi petani karena kawanan gajah merusak tanaman perkebunan dan pertanian warga. Sementara tanaman itu tumpuan pendapatan dan kesejahteraan penduduk.
Yang terjadi selama ini karena kawanan gajah berkali-kali keluar-masuk kawasan hutan. Selain itu, kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan perkebunan penduduk ini juga menjadi kekhawatiran masyarakat empat pekon.
’’Kita berharap pihak terkait agar dapat melakukan pencegahan konflik itu yang kerap terjadi di wilayah ini. Hal itu juga masyarakat akan saling membantu dalam meredakan konflik antara gajah dan manusia,’’ ucapnya.
Salah satu upaya paling efektif meredam konflik memang seperti adanya perubahan pola tanam petani. Artinya yang dekat dengan TNBBS. Namun sangat sulit dilakukan. Memang keberadaan tanaman pertanian tidak mustahil selalu menjadi sasaran kawanan gajah liar. Petani di daerah ini masih mengandalkan tanaman semusim untuk meningkatkan pendapatan. Seperti, jagung, padi, umbi-umbian, dan sayuran. ’’Kita berharap ke depan tidak lagi terjadi konflik,’’ pungkasnya. (gyp/c3/adi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cegah Virus H7N9 Disnak Bentuk URC
Redaktur : Tim Redaksi