jpnn.com - JAKARTA - Professional hypnotherapist Kirdi Putra mengatakan banyak drama yang diperlihatkan Jessica Kumala Wongso dalam persidangan pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/9) kemarin.
Namun, Senior Consultant dan Researcher of Narapatih ini tidak ingin menyebut bahwa apa yang disampaikan Jessica itu bohong.
BACA JUGA: Plataran L’Harmonie Menjangan dan Raja Ampat Masuk 100 Top Destinasi Hijau Dunia
"Saya melihat sidang Jessica kemarin seperti drama untuk menghibur publik. Kalau disebut bohong, kita menzalimi Jessica," ujar Kirdi di Jakarta, Kamis (29/9).
Menurut dia, banyak sekali pola-pola kebetulan yang ditampilkan Jessica dari awal persidangan sampai sekarang.
BACA JUGA: KPK Tidak Tahu Apa Alasan Wapres JK Besuk Irman
Kirdi mengatakan memang tidak ada sebuah metode dan perangkat yang bisa 100 persen menentukan seseorang berbohong atau bersalah.
Seperti halnya tidak ada pola bahasa tubuh tertentu yang kemudian bisa menjustifikasi seseorang bersalah atau tidak, jika hanya berdiri sendiri-sendiri.
BACA JUGA: Kapolri Ternyata Menyimak Pengakuan Jessica soal Ulah Pak Krishna
Menurut Kirdi, dari bahasa tubuh, cara bicara, ekspresi, semua dilihat dari keselarasan pola yang ditampilkan oleh seseorang yang bisa digunakan untuk observasi kebetulan-kebetulan dan ketidakselarasan antar pola-pola yang ada.
Termasuk konten keterangan yang diberikan Jessica di hadapan persidangan.
"Beberapa kebetulan itu misalnya, kebetulan Jessica yang memilih tempat di Cafe Olivier, kebetulan Jessica pesan minum dan langsung membayar duluan, kebetulan celana Jessica sobek dan dibuang, kebetulan tas-tas ditaruh di atas meja, kebetulan keluar dari group WA setelah Mirna meninggal dan lainnya," urai Kirdi.
Kirdi menambahkan ada juga pola-pola lain yang ditampilkan semasa penyidikan sampai persidangan.
Menurut dia, ekspresi yang ditampilkan Jessica relatif terlihat datar. Namun demikian, ia menambahkan, di beberapa titik justru menampilkan adegan-adegan yang sifatnya emosional.
"Lalu penggunaan kaca mata yang dipakai ketika memberikan keterangan yang kebetulan hampir tidak pernah dipakai sebelum-belumnya.
"Kemudian meneteskan air mata," ujarnya.
Kirdi mengatakan kebetulan-kebetulan yang ditampilkan Jessica memang bukan serta merta menentukan bahwa jebolan Billy Blue College, Australia, itu bersalah atau tidak.
Namun tentu saja bisa menjadi salah satu petunjuk dalam proses penyidikan.
Berbagai kebetulan yang berdiri sendiri-sendiri mungkin tidak ada artinya, karena semua orang mengalami kebetulan.
"Tapi kebetulan-kebetulan yang terkumpul sebagai satu kesatuan, tidak bisa tidak, membuat kita bertanya-tanya, bagaimana bisa sejumlah besar kebetulan terjadi dalam waktu yang bersamaan?" paparnya.
Karenanya Kirdi melihat sidang yang ditampilkan Jessica memberikan pelajaran yang banyak dari segi hokum.
Terutama pencitraan yang dilakukan Jessica, dan menjadi pembelajaran mengenai proses penyidikan dan peradilan.
"Mari kita melihat lebih dari sekadar apa yang terlihat sepotong, tapi pola yang disajikan dari awal kasus ini sampai sekarang. Kira-kira citra apa yang ingin ditampilkan Jessica? innocent? victim?" pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Delegasi Perawat dari 11 Negara Kumpul, Bahas Bencana Garut
Redaktur : Tim Redaksi