jpnn.com, PADANG - Wakil Ketua MPR RI Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA meminta semua pihak agar meneladani kenegarawanan M. Natsir yang menaati dan mematuhi konstitusi negara.
Yaitu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
BACA JUGA: HNW PKS Sarankan Menteri Agama Yaqut Cholil Perbanyak Istigfar
Natsir turut memperjuangkan terwujudnya Indonesia merdeka menjadi NKRI sebagaimana ketentuan UUD 1945 Pasal 1 Ayat 1 sekaligus sebagai koreksi atas pemberlakuan RIS.
Natsir juga kembali mengusulkan pemerintah untuk menetapkan mosi integral yang disampaikan M. Natsir pada 3 April 1950.
BACA JUGA: HNW Berharap SE Menag Terkait Pengeras Suara di Masjid Direvisi
Yakni, mengembalikan Indonesai sebagai NKRI setelah dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949.
Momen itu diperingati sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
BACA JUGA: HNW Menolak BPJS Kesehatan jadi Syarat Calon Jemaah Haji dan Umrah
“Mosi integral pada 3 April adalah tonggak sejarah yang penting bagi bangsa dan negara. Kami menyambutnya dengan pekik NKRI Harga Mati,'' ujarnya.
Dalam rangka menguatkan komitmen melaksanakan, membela dan, memenangkan ketentuan konstitusi, sewajarnya 3 April itu diakui sebagai Hari NKRI.
Hal itu diutarakannya dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dan Seminar bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (26/2).
Acara tersebut juga diselenggarakan dalam rangka tasyakuran 55 tahun berdirinya DDII, ormas Islam yang didirikan Buya M. Natsir.
HNW, sapaan akrab Hidayat Nur Wahid, mengingatkan, Indonesia saat ini mengakui 13 Desember sebagai Hari Nusantara.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan, penepatan Hari NKRI melalui peristiwa mosi integral bukan sekadar pengakuan terhadap jasa dan kiprah M Natsir.
“Sebagaimana dicontohkan oleh M. Natsir, ketua Fraksi Masyumi. Juga penyegaran ingatan bahwa perjuangan Parpol Islam Masyumi melalui parlemen (DPRRIS) nyata manfaatnya dengan kembalinya Indonesia menjadi NKRI dan diakui sebagai anggota oleh PBB,'' ucapnya.
Jadi, jangan ada lagi framing dan disinformasi bahwa perjuangan politik umat Islam di parlemen dianggap sebagai politisasi agama atau politik identitas.
Perjuangan konstitusional mengembalikan RI menjadi NKRI oleh M. Natsir juga bukan berarti menguatkan sentralisasi, tetapi mengukuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan otonomi daerah dan desentralisasi.
HNW menyatakan, M. Natsir juga menggagas lambang bintang dalam sila pertama Pancasila.
“Jadi, apabila bicara 4 Pilar MPR RI, yakni NKRI, Pancasila, UUD NRI 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, kami akan teringat dengan peran penting M Natsir,'' ucap HNW.
Natsir membuktikan bahwa keislaman dan keindonesiaan tidak berjarak, bahkan menyatu, tidak dipisahkan.
Bahkan, pembentukan Kementerian Agama (Kemenag) tidak lepas dari peran Natsir dan tokoh Masyumi lain.
Berawal dari usulan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Banyumas, lalu didukung secara penuh oleh sejumlah tokoh Masyumi, termasuk M Natsir.
“Kemudian, Kementerian Agama disetujui pada Kabinet Sjahrir II dan ditetapkan Presiden Soekarno. Di situ ada peran Natsir yang luar biasa,'' ujarnya.
Karena itu, selayaknya pemerintah memberikan penghargaan salah satu karya besarnya, yakni mosi integral yang diakui dan ditetapkan sebagai Hari NKRI yang diperingati setiap tahun. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi