jpnn.com, LAMPUNG - Wakil Ketua MPR RI Dr. HM. Hidayat Nur Wahid, MA mengatakan pemuda Indonesia harus meyakini bahwa keputusan para pendiri bangsa yang telah menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara adalah pilihan terbaik.
Sebab, kata Hidayat, sila-sila yang ada dalam Pancasila bukanlah sesuatu yang asing bagi Bangsa Indonesia.
BACA JUGA: HNW: Tuntun Mereka yang Salah Mengartikan Islam dan Indonesia
Menurutnya, nilai-nilai itu diambil dari perut bumi Bangsa Indonesia sendiri, yang sudah hidup sejak lama.
Selain itu, lanjut Hidayat, keputusan untuk menetapkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, dilakukan dengan cara musyawarah mufakat.
BACA JUGA: Ustaz Hidayat: Jangan Menyangsikan Kesetiaan Warga Sumbar pada Pancasila
"Seperti kata Bung Karno, dia tidak pernah membuat sendiri Pancasila, tetapi dia menggali nilai-nilai yang sudah tumbuh sejak lama di tengah masyarakat," kata Hidayat secara daring pada acara Temu Tokoh Nasional / Kebangsaan, kerja sama MPR dengan Garuda Keadilan Provinsi Lampung.
Karena itu, ia menambahkan, Pancasila bisa diterima seluruh rakyat Indonesia, dan tidak ada satu sila pun yang bertentangan dengan nilai-nilai yang tumbuh serta berkembang dalam masyarakat.
BACA JUGA: Ustaz HNW Sebut Indonesia Punya Potensi Perpecahan yang Luar Biasa Besar
"Pancasila bukan agama, tetapi tidak ada satu pun agama yang bertentangan dengan Pancasila," ungkap sosok yang karib disapa Ustaz HNW itu.
Sejak ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersaman dengan penetapan konstitusi, tidak ada satu pun kelompok masyarakat yang menolak keberadaan Pancasila.
Bahkan ketika Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya meninggal dunia, Pancasila tetap tegak berdiri dan tidak ada penolakan dari masyarakat mana pun.
Berbeda dengan Yugoslavia, negara di Kawasan Balkan yang didirikan Josip Bros Tito, itu akhirnya terpecah setelah pendirinya mangkat.
Yugoslavia terbagi menjadi negara-negara kecil sesuai etnis dan suku bangsa yang hidup di daerah tersebut.
Beberapa negara muncul sebagai pengganti Yugoslavia. Antara lain, Serbia, Kroasia, Slovenia dan Bosnia Herzegovina.
Kemudin Uni Soviet, negara yang sudah tidak ada dalam peta dunia, itu mengalami perpecahan setelah pemerintah berkuasa memaksakan Kebijakan Glasnost (keterbukaan) dan Perestroika (restrukturisasi).
Kebijakan tersebut dipaksakan oleh penguasa dan hendak menggantikan ideologi komunis yang sudah lama hidup di tengah masyarakat Uni Soviet.
"Sejarah Yugoslavia dan Uni Soviet bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam mengelola bangsa dan negara," kata HNW.
Menurut HNW, selain menerima dan mensyukuri dasar serta Ideologi Pancasila, generasi muda juga harus mendukung pilihan terhadap bentuk negara kesatuan, dalam bingkai NKRI.
Pilihan tersebut sangat sesuai dengan wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau disertai keberagaman suku, bangsa, bahasa, adat budaya serta agama.
Menurut dia lagi, pilihan tersebut membuat Indonesia tetap kukuh meskipun pada 1998 terjadi gerakan reformasi.
Kala itu, ungkap HNW, banyak pengamat meramalkan bahwa Indonesia akan terpecah belah setelah era reformasi.
Nyatanya ramalan itu tidak terjadi. Seluruh bangsa Indonesia menghendaki tetap berada dalam satu gerbong NKRI.
Meskipun reformasi menyebabkan banyak perubahan, termasuk amendemen UUD 1945, tetapi dasar dan ideologi Pancasila serta bentuk negara yakni NKRI tidak mengalami perubahan apa pun.
Sebagai informasi acara ini berlangsung di Gedung Ragom Sejahtera, Jalan Untung Suropati, Bandar Lampung, Minggu (15/11). Ikut hadir pada acara tersebut Ketua Garuda Keadilan Provinsi Lampung Agus Sholihin.
Selain Hidayat, acara tersebut juga menghadirkan satu narasumber pendamping, yaitu DR Zulkarnain, pakar hukum tata negara dan dosen Fakultas Hukum Unila.
Tema yang dibahas dalam acara tersebut adalah "Pemuda Terdepan Dalam Mengawal Kemajuan, Keamanan dan Kecintaan kepada NKRI". (rls/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi