HNW Juga Anggap Pemilu 2019 Terburuk di Era Reformasi

Selasa, 23 April 2019 – 17:09 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritik pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Hidayat yang juga wakil ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai bahwa ini adalah pemilu terburuk sepanjang reformasi.

“Sebelum Pak Bambang menyatakan itu, saya sudah menyatakan ini adalah terburuk sepanjang zaman reformasi,” kata Hidayat di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (23/4).

BACA JUGA: Ada Kesepakatan, KPU Tidak Gelar Pemungutan Suara Ulang di Sydney

Bambang yang dimaksud adalah mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto, yang pada Minggu (21/4) menyebut bahwa menurut para pengamat Pemilu 2019 adalah yang terburuk sepanjang era reformasi.

“Pemilu kali ini oleh pengamat disebut pemilu terburuk pascareformasi,” kata Bambang saat pernyataan pers sejumlah tokoh pendukung capres dan cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, di SCBD, Jakarta, Minggu (21/4).

BACA JUGA: Sekjen Demokrat Sebut Ada Kesalahan Entri Data di Sistem Hitung KPU

Hidayat menilai bahwa persiapan dan pelaksanaan Pemilu 2019 tidak bagus serta banyak masalah. Bahkan, ujar dia, setelah pelaksanaan pencoblosan juga terjadi banyak persoalan.

BACA JUGA: Brimob dari Daerah Masuk Jakarta, Begini Penjelasan Moeldoko

BACA JUGA: Rekomendasi KPU: Pemilu Nasional dan Daerah Dilaksanakan Terpisah

“Bayangkan, pada saat ketika 17 April pencoblosan, itu Bawaslu menyampaikan ada tidak kurang 17 sekian juta warga yang tidak mendapatkan undangan untuk mencoblos,” paparnya.

Bahkan, ujar Hidayat, Bawaslu juga menyampaikan ada 5.500 lebih oknum petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak netral karena diduga mengarahkan memilih calon tertentu.

Selain itu, lanjut dia, KPU menyatakan tidak kurang dari 2.500 tempat pemungutan suara (TPS) yang tak bisa menyelenggarakan pencoblosan pada tanggal 17 April 2019.

“Namun, pada tanggal 17 (April) dengan kondisi semacam itu lembaga survei sudah kemudian yakin dengan hasil surveinya dan membentuk opini seolah-olah ini semua sudah selesai. Ini kan tragedi,” katanya.

BACA JUGA: Total, 133 Orang Petugas Pemilu 2019 Meninggal Dunia

Menurut Hidayat, ini merupakan bagian yang harus diperbaiki, apalagi di era digital sekarang ini rakyat sangat mudah mengunduh, maupun membagikan beragam perilaku yang janggal di lapangan menggunakan telepon pintar mereka.

Karena itu, Hidayat menegaskan bahwa dugaan perubahan atau penggelembungan suara itu sudah sangat mudah diketahui rakyat, dan kemudian membagikannya dengan telepon pintar. Nah, kata dia, KPU berharap persoalan seperti itu tidak diviralkan di media sosial, tetapi disampaikan langsung ke lembaga penyelenggara pemilu tersebut.

“Mereka sudah menyampaikan ke KPU, tetapi tidak ada perubahan yang memadai sehingga kemudian ramai di media sosial,” paparnya.

Menurut Hidayat, ini adalah bagian-bagian yang seharusnya sudah diantisipasi semaksimal mungkin oleh KPU dan pemerintah dalam ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Dalam artian ini sebagai penanggung jawab pelaksanaan pemilu supaya beragam borok dan atau beragam masalah semacam ini segera diatasi,” ujarnya.

Dia menegaskan, DPR pada masa sidang nanti penting segera memanggil KPU dan Bawaslu untuk mengevaluasi secara maksimal terkait penyelenggaraan Pemilu 2019.

Menurut dia, memang betul bahwa DPR yang melakukan uji kepatutan dan kelayakan calon komisioner KPU, tetapi parlemen sebenarnya hanya menerima nama-nama yang diajukan pemerintah setelah melewati proses seleksi.

“Pada akhirnya pemerintah juga yang mengesahkan KPU. Jadi tidak bisa lepas tangan pemerintah untuk kemudian bersama-sama DPR memperbaiki kinerja KPU yang sekarang ini,” kata Hidayat. (boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Petugas KPPS Banyak Wafat, Negara tidak Boleh Abai


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler