HNW: Keterlibatan Perempuan dalam Kasus Narkoba Lebih Besar dari Radikalisme

Senin, 05 April 2021 – 20:40 WIB
Hidayat Nur Wahid. Foto Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) prihatin dengan meningkatnya keterlibatan perempuan dan anak dalam berbagai jenis kejahatan, seperti pada kasus narkoba, prostitusi dan bom bunuh diri.

Namun, HNW mengkritisi penggiringan opini seolah-olah kalangan perempuan sering dimanfaatkan hanya untuk aksi radikalisme dalam bentuk bom bunuh diri seperti di depan Katedral Makassar dan serangan di Mabes Polri, sebagaimana respons dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

BACA JUGA: HNW: Ke Mana Kementerian PPPA?

HNW mengakui bahwa perempuan dan kalangan milenial rentan terpapar aksi radikalisme, namun faktanya kerentanan dan keterlibatan perempuan/milenial tersebut sudah lebih dulu terjadi dan jauh lebih masif daripada kasus narkoba serta prostitusi, ketimbang bom bunuh diri.

“Semua sepakat menolak pelibatan perempuan dan anak dalam terorisme/radikalisme apa pun, termasuk teror yang dihadirkan oleh keterlibatan dalam kejahatan narkoba dan prostitusi. Karena itu KemenPPPA perlu lebih kritis dan memperkuat kewenangan serta fungsinya,” kata HNW dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/4).

BACA JUGA: HNW: Dalam Pancasila Terkandung Nilai-nilai Ajaran Islam

Hidayat yang juga anggota DPR-RI Komisi VIII membidangi urusan Perempuan dan Anak itu mengingatkan, kasus keterlibatan perempuan dan anak dalam pusaran kejahatan narkoba dan prostitusi jauh lebih dahulu dan lebih besar dibandingkan keterlibatan pada kasus radikalisme (terlibat dengan organisasi/kelompok radikal yang melakukan bom bunuh diri).

Berdasarkan data Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba tahun 2018 oleh BNN, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa perempuan meningkat dari 1,3 pada 2011 menjadi 2,2 pada 2018.

BACA JUGA: KemenPPA Tegur Perusahaan untuk Penuhi Hak Pekerja Perempuan

Angka tersebut setara dengan sekitar 790 ribu orang, jauh lebih tinggi dan lebih sering daripada penyalahgunaan kalangan perempuan pekerja sekitar 350 ribu orang.

Pada era pandemi Covid-19 ini pun, perempuan dan millenial dalam kejahatan/terorisme terkait narkoba dan kemudian ditangkap polisi, jauh lebih banyak dan lebih sering ketimbang kasus keterlibatan perempuan/milenial dalam kasus terorisme bom bunuh diri.

Adapun kasus prostitusi pada perempuan yang menjadi teror terhadap moral bangsa, berdasarkan catatan Kementerian Sosial tahun 2018 mencapai 40 ribu orang.

Itu pun hanya data pada prostitusi yang terlokalisasi. Bahkan selama masa pandemi Covid-19, ternyata perempuan ditangkap polisi karena kasus kejahatan teror moral prostitusi jumlahnya mencapai lebih dari 15 muncikari dan lebih dari 286 PSK.

Sementara kasus paparan radikalisme/terorisme pada perempuan berdasarkan data LP3ES hanya sebanyak 39 orang sepanjang kurun tahun 2000-2020.

HNW memahami bahwa Kementerian PPPA sudah bekerja sama dengan BNN untuk mengatasi keterlibatan perempuan dalam kejahatan narkoba.

Namun keterlibatan perempuan terkait dengan narkoba, yang oleh BNN disebut sebagai Narkoterorisme (Terorisme Narkoba), masih meningkat.

Bahkan pada era pandemi Covid-19 ini pun ada perempuan yang sudah jadi bandar, kurir untuk bandar asing, maupun berani menjualnya kepada polisi.

“Penting bagi KemenPPPA berlaku lebih adil dan proporsional, dengan menyoroti banyaknya kasus perempuan dan anak dalam berbagai kejahatan seperti narkoba dan prostitusi, bukan hanya radikalisme saja. Sehingga KemenPPPA bisa berkontribusi lebih konkret untuk menyelamatkan dan melindungi perempuan/milenial dan anak-anak Indonesia, dari segala bentuk radikalisme dan terorisme seperti narkoterorisme, prostitusi dan radikalisme,” ujarnya.

Politikus PKS ini mengingatkan, penggiringan opini keterlibatan aktif perempuan hanya dalam aksi terorisme radikalisme tidak faktual, tidak adil dan tidak menyelesaikan masalah meningkatnya keterlibatan perempuan dalam kejahatan, karena keterlibatan perempuan dalam kejahatan/terorisme narkoba maupun prostitusi jauh lebih banyak dan lebih sering ketimbang terorisme bom bunuh diri.

“Karena itu KemenPPPA perlu serius merumuskan strategi untuk hadirnya ketahanan keluarga sebagai sarana efektif untuk mencegah dan mengoreksi bahaya terorisme yang mewujud pada bahaya laten narkoba, prostitusi, hingga radikalisme, yang makin melibatkan dan mengorbankan perempuan dan anak," kata HNW.

Dia juga menambahkan, dalam rangka menjaga institusi keluarga di era pandemi Covid-19, Fraksi PKS telah berinisiatif mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga, namun sayangnya justru ditolak oleh DPR-RI.

"KemenPPPA perlu mencari terobosan agar tujuan mulia tersebut bisa tercapai, sehingga perlindungan terhadap perempuan dan anak dari segala bentuk radikalisme dan terorisme termasuk prostitusi dan narkoba, dan bom bunuh diri, juga bisa dilakukan dengan lebih efektif dan berdaya guna,” kata HNW. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler