jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyatakan peringatan Hari Konstitusi pada Rabu (18/8) harus menjadi pengingat dan penyemangat bagi semua pihak, khususnya lembaga-lembaga negara lebih untuk serius, fokus dan jujur melaksanakan ketentuan yang ada di dalam UUD 1945.
Dia mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 jangan dijadikan sebagai alat politis yang justru bertentangan dengan ketentuan Konstitusi. Seperti, memunculkan isu perpanjangan masa jabatan presiden dan pengunduran jadwal Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak dari 2024 menjadi tahun 2027.
BACA JUGA: Bamsoet: Hari Konstitusi Diperingati untuk Meneguhkan Arah Cita-Cita Indonesia Merdeka
"Ada banyak amanat konstitusi yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, apalagi di era pandemi ini. Yakni, melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia termasuk dari kejahatan covid-19. Itu seharusnya menjadi fokus yang perlu segera dimaksimalkan," kata Hidayat di Jakarta.
Menurut politikus yang akrab disapa dengan inisial HNW itu, melaksanakan ketentuan konstitusi secara konsisten lebih mendesak dan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, dibanding melakukan amendemen UUD 1945. Sekalipun secara terbatas, apalagi memperpanjang masa jabatan presiden atau pengunduran Pemilu dan Pilkada serentak ke tahun 2027.
BACA JUGA: Ini Uang Palsu yang Disita dari Mbah Jamrong, AD Siap-siap Saja
"Meski UUD NRI 1945 membuka ruang untuk amendemen dengan pemenuhan persyaratannya, tetapi lebih baik kalau lembaga-lembaga negara dan energi bangsa ini difokuskan untuk bergotong royong melaksanakan ketentuan UUD NRI 1945 yang mendesak dan belum terpenuhi. Seperti menyelamatkan dan melindungi seluruh bangsa Indonesia dari dampak negatif pandemi covid-19," tutur HNW.
Anggota Komisi VIII DPR itu mengakui adanya rekomendasi dari MPR periode lalu yang menghendaki dilakukannya kajian untuk menghadirkan GBHN/PPHN. Dalam forum Badan Kajian MPR pun memang disepakati pentingnya GBHN/PPHN, tetapi masih belum disepakati apakah harus mengamendemen UUD 1945 atau cukup melalui UU/Revisi UU yang ada.
BACA JUGA: Hasto Kritisi Impor Paracetamol, Pangi: PDIP Sudah Pasti Menyinggung Pemerintahan Jokowi
Oleh karena itu, kata HNW, hingga kini belum ada usulan yang resmi dan konstitusional sesuai ketentuan Pasal 37 Ayat (1) dan (2) UUD 1945, dengan diajukannya usulan tersebut oleh sekurang-kurangnya 1/3 Anggota MPR secara tertulis. Demikian juga belum ada kesepakatan di antara semua fraksi dan utusan DPD di MPR untuk melakukan amendemen konstitusi sekalipun terbatas.
Wakil ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyarankan, saat ini sebaiknya setiap lembaga negara dan warga bangsa fokus menjalankan amanat konstitusi, dan tidak tergoda untuk mengamendemen konstitusi dengan alasan pandemi Covid-19.
Salah satu contohnya, kata dia, dengan memunculkan wacana memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode dan memundurkan pemilu serentak hingga 2027, dengan dalih PPKM dan TPS juga akan ditutup. Bila wacana itu benar-benar dilaksanakan, maka akan terjadi pelanggaran konstitusi.
Dia juga mengapresiasi KPU yang sudah mengklarifikasi isu tersebut dengan menegaskan bahwa tidak benar Pilpres 2024 diundur ke tahun 2027. Tetapi, akan tetap dilaksanakan sesuai dengan UU pada tahun 2024.
"Sikap KPU ini benar dan konstitusional, sesuai dengan Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (2) UUD NRI 1945 yang menegaskan Pemilu, termasuk Pilpres, diselenggarakan lima tahun sekali dan itu akan terjadi pada 2024, bukan 2027," ucap HNW.
Dia menilai wacana pengunduran Pilpres menjadi tahun 2027 juga tidak sesuai dengan Pasal 7 UUD 1945 yang menegaskan bahwa masa jabatan Presiden hanya bisa diperpanjang satu kali saja, dan masing-masing periodenya sudah tegas dibatasi selama 5 tahun saja.
"Itu berarti, berakhirnya masa jabatan Jokowi sebagai Presiden pada periode kedua adalah tahun 2024, bukan tahun 2027," tandas Hidayat Nur Wahid. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam