jpnn.com, BOGOR - Wakil Ketua MPR RI Dr HM Hidayat Nur Wahid, MA, menyatakan prihatin dengan perkembangan Covid-19 yang menimpa Indonesia.
Hingga kini, virus asal Tiongkok itu belum ditemukan obatnya. Bahkan, 1,2 juta vaksin yang sudah sampai di Indonesia, belum mendapat izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
BACA JUGA: HNW: Saatnya Presiden Jokowi Tampil Terdepan, Pimpin Langsung Penanganan Covid-19
Vaksin tersebut juga belum mendapatkan sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia. Bahkan uji klinis tahap 3 dari Biofarma, lembaga yang menguji efektivitas dan keamanan vaksin tersebut pun belum keluar.
Padahal hingga saat ini, jumlah korban terpapar Covid-19 di Indonesia sudah lebih dari 600.000 orang.
BACA JUGA: Atasi Covid-19, HNW: Jangan Hanya Rakyat Disuruh Disiplin
Dari jumlah tersebut 18.511 orang diantaranya berakhir dengan kematian. Dari 18.511 korban meninggal, sebanyak 207 di antaranya merupakan para kiai dan nyai.
"Berdasar data Rabithoh Ma'hadiyah Islamiah Nahdatul Ulama (NU), sebanyak 207 kiai dan nyai meninggal, karena Covid-19. Lebih dari 3000 santri dari 110 pesantren, terpapar Covid-19," kata Hidayat Nur Wahid.
BACA JUGA: Saran Wakil Ketua MPR RI Tentang Cara Pengendalian Covid-19
Padahal, kata Hidayat, jumlah tersebut baru berasal dari pesantren di lingkungan NU.
Sementara pondok pesantren di luar lingkungan NU, jumlahnya mencapai 50 persen.
Artinya, jumlah kiai dan nyai yang meninggal dunia akibat Covid - 19 berpotensi lebih besar.
Demikian juga jumlah santri dan pondok pesantren yang terpapar Covid -19, kemungkinan lebih banyak lagi.
Hidayat menyampaikan pernyataan itu secara daring pada acara Temu Tokoh Nasional-Keagamaan, kerja sama MPR RI dengan Pimpinan Daerah (PD) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jakarta Pusat.
Acara yang berlangsung di Hotel Arjuna Puncak, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (12/12), mengangkat tema "Dengan Semangat Keagamaan Kita Tingkatkan Persatuan dan Kesatuan Umat".
Ikut hadir pada acara tersebut, KH. Makmun Al Ayubi, Ketua DMI Provinsi DKI Jakarta, KH Tubagus Irwan Kurniawan S. Kom, MM (Ketua DMI Kabupaten Bogor, KH. Ahmad Badhowi, Penasihat DMI Jakarta Pusat, KH Ahmad Fanari, Penasihat DMI Jakarta Pusat, Ustaz Syawaluddin Hidayat S. Pdi, Ketua DMI Jakarta Pusat), serta H. Muhamad MPD, Sekjend DMI Jakarta Pusat.
Hidayat mengatakan selain korban sakit dan meninggal dunia, Covid-19 juga meruntuhkan berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia.
Hampir satu tahun lamanya, dunia pendidikan tidak dapat melaksanakan kegiatannya secara normal.
Selama itu, banyak sektor usaha yang mengalami kebangkrutan dan gulung tikar.
Pengangguran dan uutang negara juga terus bertambah akibat Covid-19.
"Kondisi makin parah, tetapi kita tidak tahu kapan krisis akibat pandemi Covid-19 ini akan berakhir," ungkap Hidayat.
Namun, Hidayat menegaskan, situasi ini tidak boleh membuat bangsa Indonesia terpecah belah dan tercerai berai.
"Umat harus berjuang untuk tetap bersatu padu," kata Hidayat.
Menurutnya, kesatupaduan umat sudah terbukti mampu menyelesaikan persoalan bangsa.
Seperti yang terjadi saat Indonesia terancam dijajah kembali oleh kolonialis.
Dimulai dari resolusi jihad yang dikumandangkan KH Hasyim Asy'ari, arek-arek Surabaya, kiai dan santri, keluar dari pondok untuk mengangkat senjata melawan penjajah Belanda.
Dia menambahkan pada pertemuan para ulama (Kongres Umat Islam) di Yogyakarta 7-8 November 1945, diputuskan mendukung Fatwa Resolusi Jihad yang dikumandangkan KH. Hasyim Asy'ari.
Menurutnya, keputusan serupa diambil PB Muhammadiyah yang mengumandangkan Amanat Jihad pada 28 Mei 1946.
"Semua bersatu, hingga upaya terakhir Belanda memecah belah NKRI pun berhasil digagalkan M. Natsir yang mengeluarkan Mosi Integral M. Natsir. Mosi tersebut menolak RIS bikinan Belanda dan kembali ke NKRI," kata HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid.
HNW percaya kesulitan apa pun akan bisa diatasi asal bangsa Indonesia memegang teguh prinsip persatuan dan kesatuan.
Terbukti, kata dia, dari dulu bangsa Indonesia teruji dan mampu mengatasi segala persoalan berkat persatuan dan kesatuan.
Hidayat menambahkan pula bahwa kegentingan menyoal dasar dan ideologi Pancasila juga sempat terjadi sesaat setelah Indonesia merdeka.
"Namun, berkat keihklasan para ulama menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, selamatlah NKRI dari perpecahan," kata HNW. (*/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Boy