HNW Usulkan DPR Bentuk Panja Perusakan Rumah Ibadah dan Penusukan Ulama

Kamis, 01 Oktober 2020 – 23:10 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mendorong dibentuknya panitia kerja Komisi VIII DPR tentang perusakan rumah ibadah dan penusukan ulama.

Hal ini disampaikan karena merasa prihatin atas peristiwa penistaan terhadap rumah ibadah, serta kekerasan pada ulama yang terjadi belakangan ini.

BACA JUGA: Bamsoet: Menjaga Kesehatan Rakyat dan Demokrasi Sama Pentingnya

Hidayat menilai kekerasan yang menyasar para ulama dan perusakan musala semakin meresahkan masyarakat. Uniknya, hampir semua kasus berujung kepada kesimpulan bahwa pelakunya gila atau depresi. “Ini perlu diusut secara tuntas," katanya di Jakarta, Kamis (1/10).

Menurut Hidayat, DPR bisa menggunakan kewenangannya terkait pengawasan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi dan siapa dalang di balik peristiwa itu. Tujuannya tidak lain supaya hukum ditegakkan, kejahatan sejenis bisa dihentikan.

"Dan negara betul-betul hadir untuk melindungi seluruh tumpah darah dan rakyat Indonesia termasuk para tokoh agama dan simbol agama seperti masjid dan musala,” tegas legislator PKS Ini.

Pimpinan MPR yang juga anggota Komisi VIII DPR ini, kekerasan terhadap ulama dan perusakan masjid masih terus berlanjut dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, saat bangsa Indonesia memperingati peristiwa G30S/PKI.

Kasus terakhir terjadi terhadap ulama kondang Syekh Ali Jaber yang ditusuk ketika berceramah di Lampung, perusakan masjid di Dago (Bandung) dan terakhir tindakan vandalisme di Musala Darussalam, Pasar Kemis, Tangerang, Banten.

Dia menegaskan bahwa pengawasan DPR terhadap tanggung jawab pemerintah dalam melindungi warga negara dan simbol agama, termasuk ulama dan tempat ibadah perlu dilakukan.

Apalagi bila dikaitkan dengan analisis kontroversial Menteri Agama Fachrul Razi bahwa radikalisme menyebar antara lain melalui masjid, dilakukan oleh penghafal Alquran yang mahir berbahasa Arab dan good-looking.

“Tapi faktanya, yang terjadi justru masjid di Dago dan musala di Tangerang dirusak secara radikal oleh orang yang tidak hafal Alquran, tidak pintar bahasa Arab dan tidak good-looking," ujar Hidayat.

"Sedangkan Syaikh Ali Jaber penceramah di masjid yang moderat dan tidak radikal, penghapal Alquran, mahir bahasa Arab, dan good-looking malah menjadi korban teror dan radikalisme,” lanjutnya.

Bagi HNW, peristiwa-peristiwa itu merupakan bukti nyata sehingga perlu adanya UU yang bersifat lex specialis sebagai perlindungan bagi tokoh agama serta simbol agama. Karena itu RUU-nya penting untuk segera dibahas dan disahkan.

“DPR dan pemerintah harusnya responsif terhadap pelanggaran hukum yang makin sering terjadi. Seperti kasus pengrusakan rumah ibadah dan penusukan ulama, mestinya DPR dan pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU itu,” tutur wakil rakyat Dapil DKI Jakarta ini.

Sembari menunggu pembahasan RUU, kata Hidayat, Komisi VIII DPR bisa segera membentuk panja sebagai realisasi dari fungsi pengawasan dewan terhadap kinerja pemerintah dalam hal melindungi ulama dan rumah ibadah.

“Ini juga adalah salah satu tupoksi utama dari Komisi VIII, yakni melakukan pengawasan terhadap urusan keagamaan di Indonesia,” pungkas HNW.(jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler