Honorer K2 Ancam Golput

Sabtu, 15 Maret 2014 – 04:03 WIB

jpnn.com - PADANG - Puluhan pegawai honorer kategori dua (K2) dari sejumlah daerah di Sumatera Barat berunjuk rasa ke kantor gubernur, kemarin (14/3).

Mereka menuntut diberi gaji sesuai upah minimum provinsi (UMP) serta diangkat menjadi PNS sebelum pemilu legislatif 9 April nanti.

BACA JUGA: Riau Diselimuti Asap, Gubernur Riau Izin Cuti Kampanye

Tenaga honorer tersebut sempat bersitegang dengan petugas pengamanan karena merasa tidak diperlakukan secara manusiawi dalam menyampaikan aspirasi.

Pantauan Padang Ekspres (Grup JPNN) di lokasi, pegawai honorer tersebut datang pada pukul 10.00 membawa spanduk putih panjang. Dalam spanduk panjang itu bertuliskan 4 poin yang menjadi dasar tuntutan mereka.

BACA JUGA: Honorer K2 Maunya CPNS, Bukan PPPK

Empat poin itu adalah menuntut gaji sesuai UMP, meluluskan honorer 100 persen, menolak pemberlakuan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) karena tidak berpihak pada honorer, serta mendesak diangkat sebelum pengumuman penerimaan CPNS pelamar umum.

Saat orasi, guru honorer tersebut sempat melantunkan Asmaul Husna. Pukul 11.30, sebanyak 15 perwakilan aksi demonstrasi dipersilakan masuk ke kantor gubernur guna beraudiensi dengan Asisten III Setprov Sumbar, Sudirman Gani, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Syamsurizal dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumbar Jayadisman.

BACA JUGA: Nabire Rusuh, Polisi Bentrok dengan Warga

Pertemuan dilakukan di ruangan kerja Asisten III. Dari 15 tenaga honorer yang masuk, ternyata hanya 13 orang yang masuk karena keterbatasan ruangan. Usai pertemuan, tenaga honorer langsung mencak-mencak. Mereka merasa diperlakukan tidak manusiawi, selama pertemuan berlangsung. Tenaga honorer tidak diberikan kesempatan menyampaikan aspirasi.

Dari 13 perwakilan yang masuk, hanya 3 orang yang diperkenankan berbicara dan itu waktunya hanya kurang 5 menit.Tenaga Honorer sempat bersitegang dengan pasukan Satpol PP dan aparat kepolisian yang melakukan pengamanan.

Salah seorang honorer, Helmi mengaku kecewa dengan sikap pimpinan rapat yang tidak memperlakukan guru honorer secara baik, bahkan mereka mengeluarkan keluhan, kerap dihentikan pimpinan rapat.

"Kami tidak puas dengan penyampaian aspirasi. Kami tidak diizinkan mengeluarkan pendapat," ujarnya.

Katanya, dia sudah puluhan tahun menjadi honorer. Untuk per jam mengajar, ia hanya mendapatkan uang Rp 25 ribu. Dia mengaku bertahan menjadi tenaga honorer karena datanya sudah masuk database. Dia menengarai ada tenaga honorer yang lulus menjadi CPNS melakukan pemalsuan data dan rata- rata honorer itu masih berusia muda-muda.

"Kalau memang hasilnya murni bisa kami terima, karena banyaknya permainan, makanya tak bisa kami terima. Masa yang lulus itu justru yang baru jadi honorer, sedangkan yang sudah lama jadi honorer justru banyak tak lulus," ucapnya.

Senada dengan itu, pegawai honor lainnya, Abuzar mengatakan, mereka berharap gubernur memperjuangkan nasib guru honorer. Mereka prihatin, lulusan perguruan tinggi hanya digaji Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.

"Perih dan pedih. Oleh sebab itu, kami eminta gaji kami disamakan dengan UMP," jelas seorang pendemo lainnya.

Honorer yang datang berasal dari Padang, Pesisir Selatan, Agam, Pasaman, Tanahdatar, Kabupaten Solok dan Dharmasraya. Aksi ini adalah aksi serentak di kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Untuk tingkat pusat, digelar di istana negara dan Kemen PAN-RB. Sedangkan di Sumbar dipusatkan di kantor gubernur.

Asisten III Pemprov Sumbar, Sudirman Gani mengatakan, pihaknya telah memberikan kesempatan bicara pada tenaga honorer yang audiensi. Diakuinya, memang hanya tiga pegawai honor yang berbicara sebagai perwakilan, itu sudah kesepakatan rapat karena waktu sudah mendekati shalat Jumat.

Sudirman Gani mengatakan, tenaga honorer mendesaknya membuat perda yang menyamakan gaji tenaga honorer dengan upah minimum provinsi (UMP). Hal itu tak bisa dikabulkan, karena regulasi yang dijadikan dasar membuat perda tidak ada. Demikian juga tuntutan tenaga honorer diangkat jadi PNS 100 persen, tak bisa diakomodir, karena kewenangan berada di pusat.

"Saya disuruh tanda tangan, saya menolaknya. Karena kami memang tak punya kewenangan mengangkat honorer. Itu kan kewenangannya Kemen PAN-RB, kami sudah jelaskan hal itu pada tenaga honorer, tapi tampaknya mereka tak terima. Ya mau gimana lagi, itu bukan kewenangan kami, tapi aspirasi honorer tetap kami terima," ucapnya.

Pantauan Padang Ekspres, usai pertemuan, massa tak langsung pulang tapi tetap bertahan, bahkan beberapa tenaga honorer menyerukan golput di pemilu jika nasib mereka tidak ada kejelasan. (ayu/yon/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Masyarakat Shalat Minta Hujan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler