jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Honorer K2 Kabupaten Kediri Susilo Setya Nugroho alias ZHieLo mengatakan, sebenarnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menolak mengangkat honorer K2 menjadi PNS.
Alasannya, honorer K2 lahir dari PP 56/2012 yang penyelesaiannya adalah menjadi PNS dan bukan PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja).
BACA JUGA: Pentolan Honorer K2 Cerita Cara Guru Bantu DKI Jakarta Raih Status PNS
"Kami ada sebelum UU Aparatur Sipil Negara (ASN) lahir. Harusnya penyelesaiannya lebih khusus," kata ZHieLo kepada JPNN.com, Minggu (17/11).
Dia menyebutkan, ada dua poin penting yang jadi dasar honorer K2 jadi PNS. Ini juga bisa menjadi solusi atas permasalahan honorer K2 yang sampai saat ini belum tuntas.
BACA JUGA: Honorer K2 Desak Syarat Batas Usia Diganti Masa Pengabdian
Pertama, PP 48/2005, jo PP 43/2007, dan PP 56/2012. Dalam PP 56/2012 disebutkan, honorer K2 untuk diangkat menjadi CPNS harus dites (SKD dan SKB). Pada pasal 6A ayat (1) dinyatakan, pengangkatan tenaga honorer dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi dan lulus seleksi ujian tertulis Kompetensi Dasar dan Kompetensi Bidang sesama tenaga honorer.
"Pengangkatan tenaga honorer K2 untuk menjadi CPNS melalui Tes (SKD+SKB) tersebut bertolak belakang atau melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang merupakan cantolan hukum dari PP 56/2012, pasal 16 ayat (1) dalam UU 8/1974, jo UU 43/1999, yang berbunyi untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi PNS bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional," tutur ZHieLo.
BACA JUGA: Selamat Pagi Honorer K2, Ini Bukan Kabar Gembira
Dia melanjutkan, artinya PP 56/2012 melanggar atau tidak sesuai dengan roh UU di atasnya yaitu UU 8/1974, jo UU 43/1999 karena amanat PP 56/2012 bukan mengangkat langsung tetapi melakukan tes (SKD+SKB).
Seharusnya Honorer K2 itu sama perlakuannya dengan honorer K1, diseleksi secara administrasi kemudian diangkat langsung menjadi CPNS.
Alasannya, honorer K2 ada sebelum lahir UU 5/2014 tentang ASN. UU ASN ini yang mengatur seleksi harus lewat tes.
Kedua, tentang database honorer K2 secara nasional. Database itu dimulai dari terbitnya Surat KemenpanRB Nomor : B.2605/M.PAN.RB/6/2014, tanggal 30 Juni 2014, pada point (3) yang mengatakan, terhadap tenaga honorer K2 yang tidak lulus seleksi agar dilakukan verifikasi dan validasi (verval) sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam PP 56/2012 disertai dengan surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM). Data hasil validasi dimaksud disampaikan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan formulir terlampir paling lambat 15 Agustus 2014, sebagai bahan analisis dan pertimbangan rumusan kebijakan selanjutnya.
Menurut ZHieLo, seharusnya Database KemenPAN-RB dan BKN itu merujuk pada data Verval tahun 2014. Namun kenyataan di lapangan setelah honorer K2 yang usianya di bawah 35 tahun mengikuti tes CPNS 2018 banyak di antara mereka yang tidak bisa cetak helpdesk karena dinyatakan kualifikasi ijazahnya belum S1. Sedangkan sesuai data Verval 2014 di BKD yang ber-SPTJM bupati data mereka telah mempunyai ijazah S1.
"Artinya data yang digunakan sebagai database KemenPAN-RB dan BKN adalah data tahun 2012 sebelum dilakukan verval yang disinyalir database KemenPAN-RB dan BKN merupakan data campuran dari data bodong atau tidak valid," tegasnya.
Dikuatkan lagi setelah dilakukan rekrutmen PPPK tahap I tahun 2019, honorer K2 memperoleh jalur khusus sesuai PermenPAN-RB 2/2019. Setelah dilakukan pendaftaran melalui cetak helpdesk ternyata data honorer K2 yang dinyatakan TMS (Tidak Memenuhi Syarat) atau mengundurkan diri dalam pengadaan CPNS 2013 (Bodong) atau data Honorer K2 yang TMS (Tidak Memenuhi Syarat) sesuai data Verval tahun 2014, data mereka masih hidup dan bisa mengikuti tes dan dinyatakan lulus PPPK tahap I.
"Artinya database honorer K2 sebanyak 438.590 orang dalam PermenPAN-RB 36/2018 dan PermenPAN-RB 2/2019 adalah data tahun 2012. Bukan merupakan hasil Verval tahun 2014 yang ber-SPTJM bupati. Seharusnya database honorer K2 itu tidak sebanyak 438.590 orang," pungkasnya. (esy/jpnn)
Video Pilihan :
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad