jpnn.com - JAKARTA – Isu mengenai honorer titipan mencuat menjelang pendaftaran PPPK 2024 tahap 2 yang akan dibuka mulai besok, 17 November hingga 31 Desember.
Pendaftaran PPPK 2024 tahap 2 diperuntukkan bagi honorer non-database BKN, yakni non-ASN yang aktif bekerja di instansi pemerintah minimal dua tahun masa pengabdian.
BACA JUGA: Honorer K2 Mengabdi 32 Tahun Gagal Ikut Tes PPPK 2024, Presiden TolonglahÂ
Seleksi PPPK 2024 tahap 2 ini juga untuk lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk formasi guru di instansi daerah.
Masalah honorer titipan disampaikan Mendagri Tito Karnavian saat Rakornas Trantibumlinmas yang digelar Kemendagri di Jakarta, Rabu (13/11).
BACA JUGA: Revisi UU ASN Selamatkan Honorer TMS PPPK 2024? Ada Peluang
Tito mengungkapkan bahwa jumlah tenaga honorer di Indonesia meningkat dengan tajam.
Dikatakann bahwa tidak sedikit honorer yang bertugas pada sektor administrasi merupakan titipan pejabat maupun tim sukses kepala daerah saat Pilkada.
BACA JUGA: Ini Bukti Guru PPPK Makmur, Honorer Non-Database BKN & Lulusan PPG, Semangat ya
Merespons hal tersebut, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Profesor Sri Zul Chairiyah menilai harus ada rekrutmen resmi untuk pegawai honorer dari institusi yang membutuhkan guna mencegah adanya titipan ilegal dari pejabat.
“Harus ada rekrutmen resmi sesuai kebutuhan. Resminya juga dari institusi masing-masing, misalkan pemprov (pemerintah daerah provinsi) membutuhkan honorer, ini harus ada rekrutmen resmi dan terbuka untuk umum,” ucap Prof Sri saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat (15/11).
Dia merujuk pada rekrutmen bersama BUMN, seleksi bersama CPNS, hingga seleksi bersama PPPK yang bisa menjadi contoh untuk penyelenggaraan rekrutmen pegawai honorer.
Meskipun terkesan sulit dan kompleks, Sri berpandangan bahwa hal tersebut harus dijalankan demi keadilan dan transparansi dalam penerimaan pegawai honorer.
“Seleksi bersama juga bisa menjadi upaya konkret pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme),” kata Sri.
Lebih lanjut, Sri juga merasa bahwa metode pengawasan tentu harus ada.
Pengawasan yang dilakukan untuk seleksi pegawai honorer tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di daerah masing-masing.
Menurut Sri, metode yang sama tidak bisa digunakan di seluruh daerah di Indonesia karena permasalahan yang dihadapi berbeda-beda.
“Budaya dan kebiasaannya juga berbeda,” ucap dia. (sam/antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu