JAKARTA - Siang ini bekas Direktur Utama Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang menjadi terdakwa korupsi, Hotasi Nababan, akan menjalani sidang terakhir di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda pembacaan vonis. Hotasi yakin majelis hakim akan memberinya keadilan dan bisa cermat dalam membuat putusan.
"Saya percaya masih ada keajaiban. Majelis pasti akan memberi saya keadilan," kata Hotasi saat dihubungi, Selasa (19/2) pagi.
Ia pun sangat berharap dinyatakan tidak bersalah. "Tentu saya sangat berharap dibebaskan dari seluruh dakwaan," katanya.
Hotasi mengaku telah dihubungi sejumlah koleganya yang kini memimpin perusahaan-perusahaan BUMN. Menurutnya, para direksi BUMN sangat berharap majelis hakim tidak menganggap kasus itu sebagai ranah korupsi. "Karena putusan ini akan punya dampak dan berisiko bagi kalangan bisnis, terutama direksi BUMN yang harus merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan," kata Hotasi.
Sebelumnya Hotasi dan bekas anak buahnya, Tony Sudjiarto, didakwa korupsi USD 1 juta terkait penyewaan dua unit pesawat jenis Boeing 737 dari Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) yang berbasis di Washington DC. Namun ketika uang jaminan USD 1 juta sudah dibayarkan pada akhir 2006, ternyata pihak TALG tak mengirim pesawat yang akan disewa MNA. Di persidangan terungkap uang jaminan itu diselewengkan oleh petinggi TALG.
Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung mengajukan tuntutan empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta kepada Hotasi dan Tony. Kejaksaan meyakini Hotasi dan Tony telah memperkaya pihak lain.
Sementara salah satu kolega Hotasi, Pramono Anung, berharap majelis bisa membuat putusan adil dan jernih. "Faktanya Hotasi tidak memperkaya diri sendiri atau orang lain," katanya.
Pramono yang juga wakil ketua DPR RI itu mengatakan, dirinya sebagai kolega Hotasi sejak sama-sama kuliah di ITB, Bandung, terus mencermati proses persidangan yang ada. Menurutnya, saksi-saksi yang dihadirkan juga tidak menganggap Hotasi telah korupsi.
Menurutnya, Hotasi sebagai profesional hanya melakukan upaya bisnis dengan mengacu prosedur yang ada. Pramono justru khawatir jika nanti Hotasi divonis bersalah, akan banyak direksi BUMN ketakutan melakukan aksi bisnis karena khawatir bakal dikriminalkan.
"Kalau ada orang bersunguh-sungguh bekerja untuk bangsanya, melakukan kebijakan secara profesional tapi ditindak secara hukum, tentu tidak akan ada lagi yang berani mengambil kebijakan," ucapnya.(ara/jpnn)
"Saya percaya masih ada keajaiban. Majelis pasti akan memberi saya keadilan," kata Hotasi saat dihubungi, Selasa (19/2) pagi.
Ia pun sangat berharap dinyatakan tidak bersalah. "Tentu saya sangat berharap dibebaskan dari seluruh dakwaan," katanya.
Hotasi mengaku telah dihubungi sejumlah koleganya yang kini memimpin perusahaan-perusahaan BUMN. Menurutnya, para direksi BUMN sangat berharap majelis hakim tidak menganggap kasus itu sebagai ranah korupsi. "Karena putusan ini akan punya dampak dan berisiko bagi kalangan bisnis, terutama direksi BUMN yang harus merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan," kata Hotasi.
Sebelumnya Hotasi dan bekas anak buahnya, Tony Sudjiarto, didakwa korupsi USD 1 juta terkait penyewaan dua unit pesawat jenis Boeing 737 dari Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) yang berbasis di Washington DC. Namun ketika uang jaminan USD 1 juta sudah dibayarkan pada akhir 2006, ternyata pihak TALG tak mengirim pesawat yang akan disewa MNA. Di persidangan terungkap uang jaminan itu diselewengkan oleh petinggi TALG.
Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung mengajukan tuntutan empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta kepada Hotasi dan Tony. Kejaksaan meyakini Hotasi dan Tony telah memperkaya pihak lain.
Sementara salah satu kolega Hotasi, Pramono Anung, berharap majelis bisa membuat putusan adil dan jernih. "Faktanya Hotasi tidak memperkaya diri sendiri atau orang lain," katanya.
Pramono yang juga wakil ketua DPR RI itu mengatakan, dirinya sebagai kolega Hotasi sejak sama-sama kuliah di ITB, Bandung, terus mencermati proses persidangan yang ada. Menurutnya, saksi-saksi yang dihadirkan juga tidak menganggap Hotasi telah korupsi.
Menurutnya, Hotasi sebagai profesional hanya melakukan upaya bisnis dengan mengacu prosedur yang ada. Pramono justru khawatir jika nanti Hotasi divonis bersalah, akan banyak direksi BUMN ketakutan melakukan aksi bisnis karena khawatir bakal dikriminalkan.
"Kalau ada orang bersunguh-sungguh bekerja untuk bangsanya, melakukan kebijakan secara profesional tapi ditindak secara hukum, tentu tidak akan ada lagi yang berani mengambil kebijakan," ucapnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usulan Formasi Tidak Hanya PNS Baru
Redaktur : Tim Redaksi