Hotel Baru Marak di Yogyakarta, KPK Jadi Curiga

Turunkan Tim untuk Dalami Gratifikasi Pemberian Izin

Jumat, 27 Maret 2015 – 21:01 WIB

jpnn.com - JOGJA – Dugaan tindak pidana korupsi alih fungsi lahan di Yogyakarta menjadi hotel, pertokoan, perumahan, dan bentuk lainnya menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah itu menerjunkan  tim penelitian dan pengembangan (Litbang) untuk menelisik dugaan gratifikasi dalam pemberian izin pembangunan properti.

Selama dua hari sejak Rabu (25/3) hingga Kamis (27/3), tim dari KPK telah mendatangi Pemkab Gunungkidul dan Pemprov DIY untuk mengetahui detail izin itu. ”Kami sedang melakukan verifikasi lapangan terkait dengan alih fungsi lahan,” kata Group Head Direktorat Litbang KPK, Luthfi Ganna Sukardi seperti dikutip Radar Jogja.

BACA JUGA: Kadis Ini Diperiksa Kejari Tekait Kasus Korupsi Lampu Hias MTQ Nasional

Luthfi menjelaskan, kehadiran mereka untuk melihat potensi tindak pidana korupsi dalam alih fungsi lahan tersebut. Sebab, di Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK terdapat laporan masuk tentang dugaan gratifikasi dalam proses alih fungsi lahan.

Hanya saja, Luthfi tidak bersedia membeber pelapornya. ”Laporannya dari mana? Kami belum bisa men-short, apakah dari Jogja atau Papua,” kilahnya,

BACA JUGA: Korupsi Lampu Run Way, Mantan Kepala Bandara Ini Divonis 4,5 Tahun

Tim KPK yang dipimpin Luthfi itu terdiri dari enam orang. Mereka bertemu dengan beberapa pejabat yang berwenang mengenai alih fungsi lahan. Di antaranya Kepala Dinas Pertanian DIY, Sasongko, Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Provinsi (Setprov) DIY Tri Mulyono, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY Hananto Hadi Purnomo, dan pejabat lain.

Soal indikasi korupsi, Luthfi menuturkan, ada banyak hal yang memengaruhi. Pertama, peraturan dan sistem yang masih memberikan celah. ”Yang terakhir, tentu integritas manusianya,” tandasnya.

BACA JUGA: Tingkatkan Pengetahuan Agama Masyarakat Para Pendeta Terima Insentif

Dari ketiga indikator korupsi ini, Luthfi menegaskan, integritas manu-sia yang masih berpeluang menjadi celah. Sebab, untuk peraturan dan sistem, DIJ lebih bagus daripada daerah lain. ”Kalau integritas ini, membuat KTP saja banyak kok yang masih ngasih (uang pelicin, red_,” imbuhnya.

Alih fungsi lahan khususnya menjadi perhotelan, pusat perbelanjaan, permukiman, dan tempat lain memang tengah marak di DIY. Ini terlihat dari pertumbuhan hotel di DIY, khususnya di Kota Jogja dan Kabupaten Sleman yang meningkat pesat.  Dari catatan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, tahun 2015 ini akan muncul lagi 150-an hotel.

”Gratifikasinya tergantung dari pengusaha. Kalau pengusaha berani membayar mahal untuk menyuap, bisa saja,” tandas Luthfi.

Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUP dan ESDM DIY, Hananto Hadi Purnomo mengatakan bahwa sebenarnya sudah adal peraturan daerah (Perda) tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW). Tapi, hal itu  tetap tak bisa mengendalikan alih fungsi lahan.

Sebab, wewenang pemberian izin ini berada di kabupaten dan kota. ”Mungkin setelah Perdais (Perda Istimewa, red) Tata Ruang sudah disahkan, DIY bisa mengambil alih wewenang tersebut,” katanya.(eri/jko/ong/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi, Dua Imigran Kabur dari Rudenim


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler