Hotel dan Rumah Sakit Pencemar Terburuk

Rabu, 12 Desember 2012 – 06:50 WIB
INDUSTRI dan pabriknya kerap disebut sebagai salah satu sumber pencemaran lingkungan. Jangan salah, hotel dan rumah sakit pun ternyata juga menjadi sumber pencemaran lingkungan. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, setidaknya terdapat 409 perusahaan dan badanusaha melakukan usahanya dengan tidak menimbang serius dampak pencemaran lingkungan.

Perusahaan dan badan usaha yang masuk dalam pantauan Kementerian LH diberi label emas, hijau, biru, merah dan hitam. Emas sebagai kategori perusahaan atau badan usaha yang terbukti menjalankan aktivitasnya dengan orientasi kelestarian alam. Hitam adalah kategori perusahaan atau badan usaha yang dampak kegiatannya paling buruk pada lingkungan.

Kementerian LH mencatat ada 330 perusahaan atau badan usaha yang masuk dalam peringkat merah. Lalu, 79 perusahaan atau badan usaha lainnya masuk di peringkat hitam. Celakanya, di dua peringkat terburuk ini ternyata ada sejumlah hotel dan rumah sakit.

Di seluruh Indonesia, ada 28 hotel dan 10 rumah sakit yang kedapatan tidak melakukan kegiatan yang berorientasi pada kelestarian alam.  Lima dari 10 rumah sakit yang diketahui melakukan pencemaran ada di Jakarta. Lalu, tiga di antara 28 hotel yang melakukan pencemara juga berada di Jakarta.

Di kategori merah, hotel dan rumah sakit juga turut menjadi penghuninya. Secara nasional, ada 38 hotel dan 45 rumah sakit di antara 330 badan usaha atau perusahaan dalam kategori merah ini. Di Jakarta, ada delapan rumah sakit dan tiga hotel berkategori ini. Yaitu, Hotel Kartika Chandra, Hotel Mandarin Oriental Jakarta dan Hotel Sari Pan Pacific. Lalu, ada RS Dr Cipto Mangunkusumo, RS Kanker Dharmais, RS Medistra, RS Metropolitan Medical Center (MMC), RS Pusat Pertamina (RSPP), RS Pluit, RSUD Tarakan, dn RSUP Fatmawati.

”Rata-rata rumah sakit dan hotel yang masuk dalam kategori hitam dan merah disebabkan karena tempat pembuangan sampah mereka bermasalah,” terang Menurut Deputi II Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Karliansyah.

Menurut dia, dari pantauan di lapangan masih didapati hotel dan rumah sakit yang menggunakan sistem pembuangan sampah terbuka. Celakanya, ada pula rumah sakit yang memiliki pembuangan sampah atau limbah dengan tidak memilah mana sampah medis dan non medis.

Padahal, sampah medis seperti jarum suntik bekas, bekas kain perban, obat-obatan yang sudah kadaluwarsa, potongan organ tubuh hasil operasi, dan sebagainya seharusnya mendapat perlakuan khusus mengingat ancamannya sebagai sumber penyakit, bukan hanya sumber pencemar.

Sampah dan limbah medis dalam dunia lingkungan hidup dikategorikan dalam kelompok B3 alias bahan berbahaya dan beracun. Limbah dengan kategori ini wajib mendapat perlakuan khusus. Tidak sedikit pula rumah sakit dan hotel yang masuk dalam kategori merah dan hitam akibat mereka tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah memadai.

”Temuan ini memang mengagetkan,” sambung Karliansyah. Rata-rata, hotel dan rumah sakit yang masuk kategori hitam maupun merah adalah peserta baru dalam Proper. Pada tahun-tahun sebelumnya mereka belum menjadi perusahaan atau badan usaha yang masuk dalam penilaian. Namun begitu, tetap saja pihaknya tidak memberi toleransi bagi perusahaan atau badan usaha yang masuk dalam kategori hitam.

Perusahaan dan badan usaha yang masuk dalam ketgori hitam dipastikan mendapat sanksi. Perusahaan yang masuk dalam kategori merah dimasukan dalam program pembinaan selama enam bulan. Pembinaan selama enam bulan diharapkan mampu mengarahkan perusahaan dalam kategori merah memperbaiki diri.
Untuk kategori hitam, Kementerian Lingkungan Hidup akan membawanya ke proses hukum. Seperti yang terjadi pada perusahaan atau badan usaha berkategori hitam dalamProper tahun lalu. Penindakan ke proses hukum telah diterapkan kepada 49 perusahaan yang berperingkat hitam pada Proper tahun lalu.

”Saya prihatin juga, hotel yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman untuk dihuni tapi tidak taat, begitu juga dengan rumah sakit. Banyak hotel yang menyatakan diri diri sebagai green hotel. Kami berharap itu bukan pencitraan semata tapi benar-benar dilakukan dengan serius,” kata Surna Tjahja Djajadiningrat, ketua dewan penilai program Kementerian LH.

Surna menegaskan, penilaian pada hotel bermasalah paling banyak pada pengelolaan sampah sedangkan rumah sakit bermasalah pada pengelolaan limbah medis. Diharapkan, perusahaan atau badan usaha dalam kategori hitam dan merah bisa segera menyadari kealpaannya dan segera menindaklanjutinya dengan menjalankan aktivitas berorientasi pada kelestarian lingkungan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati mengaku prihatin. Menurutnya, pencemaran tidak seharusnya terjadi jika pihak rumah sakit menerapkan aturan pengelolaan limbah secara baik. "Kami prihatin dengan kondisi ini," kata Dien pada INDOPOS (Grup JPNN), Selasa (11/12).

Dien menerangkan, pencemaran limbah rumah sakit biasanya berupa fosfat (PO4) dan amonium (NH4), yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Fosfat bisa menimbulkan keracunan apabila tertelan dan iritasi kulit. Sedangkan amonia karena bau sehingga mengakibatkan iritasi saluran pernafasan sampai ke kerusakan paru-paru. "Solusinya adalah untuk fosfat dengan penambahan kapur, kalau amonia akan berkurang dengan cara aerasi," terangnya.

Ia mengimbau agar pihak Rumah Sakit memeriksakan limbahnya setiap 3 bulan sekali ke Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI. Kemudian, memiliki Ijin Pembuangan Air Limbah (IPAL) dari BPLHD yang akan dievaluasi saat perpanjangannya setiap hari Jumat oleh tim di BPLHD. "Dengan cara ini pencemaran yang membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia bisa dihindari," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Arie Budiman, mengatakan, sudah waktunya para pengusaha  industri pariwisata, seperti hotel, berorientasi pada clean tourism. Seluruh operasi bisnisnya harus memperhatikan lingkungannya. Kalau ada yang belum standar pengolahan limbahnya, maka harus segera diperbaiki. "Harus memperbaiki segera, kalau tidak akan ditinggalkan konsumen," tegasnya.

Menurut Arie, saat ini konsumen hotel semakin kritis. Yakni Memilih hotel-hotel yang bisa memelihara ingkungan dengan baik. Karena itu, dirinya segera mengimbau Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) dan Jakarta International Hotel Asosiation (JIHA), untuk memberi teguran kepada hotel yang tidak memperhatikan pengolahan limbahnya secara benar.  "Ketegasan perhimpunan dan asosi perhotelan sangat penting demi kebaikan bersama," tandasnya. (tir/wok/rul)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BUMD DKI Tolak Bayar Tunggakan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler