jpnn.com, JAKARTA - November 2008, Kota Mumbai, India, diguncang serangan terorisme di banyak lokasi. Termasuk salah satu hotel paling mewah di kota tersebut. Lokasi itu dipilih sutradara Anthony Maras dan penulis skenario John Collee sebagai latar utama film ini. Hotel Mumbai meng-capture tragedi mencekam tersebut dari beragam sisi.
Tidak ada yang menyangka bahwa malam itu akan menjadi malam kelabu yang merenggut kebahagiaan dan hidup banyak orang. Mereka terperangkap dalam serangan kelompok teroris yang menarget hotel tempatnya menginap. Antara lain, arsitek asal Amerika bernama David (Armie Hammer) dan sang istri, Zahra (Nazanin Boniadi), yang tengah berlibur bersama bayi mungil mereka serta pengasuhnya, Sally (Tilda Cobham-Hervey).
BACA JUGA: Endgame Seminggu Lagi, Please Jangan Sebar Spoiler
Juga terdapat Arjun (Dev Patel), seorang pelayan restoran di hotel tersebut dan Kepala Chef Oberoi (Anupam Kher) yang mempertaruhkan nyawanya demi melindungi para tamu. Oberoi berpegang teguh pada prinsip "tamu adalah dewa" yang kemudian ditularkannya kepada para staf hotel lainnya.
Film adaptasi dokumenter Surviving Mumbai (2009) itu juga mengambil sudut pandang dari empat pemuda pelaku terorisme yang diperankan Amandeep Singh, Suhail Nayyar, Yash Trivedi, dan Gaurav Paswala. Mereka tanpa ampun menembaki orang-orang tak bersalah secara brutal.
BACA JUGA: Polri: Terduga Teroris di Wilayah Bandung Terkoneksi Jaringan Sibolga
Setiap aktor menampilkan aktingnya dengan sangat apik. Porsinya pas. Mereka sanggup mengeluarkan sisi emosional di baliknya. Terutama Patel dan staf hotel lainnya yang digambarkan sebagai sosok sederhana, tetapi heroik dalam melindungi tamu hotel. ''Dev Patel (yang tenang tapi luar biasa) bekerja di bawah pengawasan ketat chef Oberoi yang menugaskannya menjaga tamu-tamu tetap hidup ketika serangan pecah,'' komentar Katie Goh, kolumnis The Guardian.
Namun, yang paling memukau dari film feature pertama Maras tersebut adalah sinematografinya. Ketegangan itu ditampilkan secara nyata selama dua jam. Untuk hal tersebut, Maras harus berterima kasih kepada sinematografer Nick Remy Matthews dan desainer lokasi Steven Jones-Evans (The Railway Man).
BACA JUGA: Film Indonesia Belum Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri, Ini Alasannya
''Dengan hanya sedikit film pendek yang membesarkan namanya, Maras bekerja sangat baik pada feature film pertama yang ambisius ini. (Maras) menutupi setiap sudut hotel dan membuat tiap tembakan atau ledakan terasa nyata,'' kata Jordan Mintzer, kolumnis Hollywood Reporter.
Matt Donnelly, kolumnis The Wrap, pun setuju. Dia mengatakan bahwa sutradara asal Australia itu jago dalam menyampaikan beragam emosi. ''Dan hal-hal kecil lainnya yang membuat penonton semakin larut dalam mimpi buruk nyata ini,'' ungkapnya.
Itu adalah film yang diangkat dari kisah nyata dengan bumbu fiksi. Meski begitu, lewat film tersebut, Maras ingin menegaskan bahwa terorisme tidak dilakukan satu kelompok agama tertentu. ''Perlu diingat bahwa di teror Mumbai, orang Islam menjadi korban dan mereka adalah pahlawan. Mereka bukan pelaku. Orang-orang di belakang serangan Mumbai adalah ekstremis yang dicuci otaknya dan film ini menyerukan hal itu,'' kata Maras sebagaimana dilansir Hollywood Reporter. (adn/c20/nor)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Din Syamsuddin Ajak Umat Doakan Korban Pembantaian di Masjid Jadi Syuhada
Redaktur & Reporter : Adil